Ukhuwah Dalam Perbedaan
HASAN al Bana dalam majmuatur rasail berkata : “Kita bekerja sama untuk hal-hal yang kita sepakati dan kita saling bertoleransi untuk hal-hal yang tidak kita sepakati.” Musibah terbesar yang menimpa kaum Muslimin adalah perpecahan

HASAN al Bana dalam majmuatur rasail berkata : “Kita bekerja sama untuk hal-hal yang kita sepakati dan kita saling bertoleransi untuk hal-hal yang tidak kita sepakati.” Musibah terbesar yang menimpa kaum Muslimin adalah perpecahan. Apa yang membuat kaum Muslimin bisa menang kembali yaitu cinta kasih dan persatuan. Umat ini tidak akan pernah menjadi baik kecuali dengan apa yang telah membuat baik generasi pertamanya dahulu. Inilah prinsip dasar dan sasaran penting setiap muslim.
Perbedaan dalam berbagai masalah furu (masalah cabang) merupakan sesuatu yang niscaya. Mustahil manusia bisa bersatu dalam masalah-masalah tersebut, karena beberapa alasan sebagai berikut: Mengharapkan adanya ijma dalam masalah furu bias dianggap mustahil. Bahkan bertentangan dengan tabiat agama (dan kemanusiaan itu sendiri), karena Allah menghendaki aktualitas agama ini abadi dan dapat menyertai semua zaman. Inilah rahasia mengapa agama Islam ditata sedemikian rupa oleh Allah sehingga mudah, fleksibel, bebas dari kebekuan dan ekstrimisme.
Perbedaan-perbedaan itu tidak akan menghambat proses menyatunya hati, saling mencintai dan kerja sama dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan. Islam yang universal ini akan sanggup memayungi kita dalam batasan-batasannya yang begitu luas. Bukankah sebagai Muslim kita suka bertahkim kepada sesuatu kita merasa tenang kepadanya? Bukankah kita dituntut untuk mencintai bagi saudara kita apa yang kita cinta bagi diri kita sendiri? Lantas, mengapa masih harus ada perpecahan? Mengapa kita tidak berusaha untuk saling memahami dalam suasana penuh cinta? Para sahabat Rasulullah Saw juga sering berbeda dalam memutuskan hukum. Tapi adakah itu kemudian memecah belah hati mereka? Sama sekali tidak.
Jika para sahabat, yang lebih dekat dengan zaman kenabian dan lebih tahu tentang seluk beluk hukum, masih juga berbeda pendapat. Jika para Imam saja, yang lebih tahu tentang Al-Quran dan Sunah, masih saling berbeda dan berdebat, mengapa dada kita tidak selapang mereka dalam menyikapi perbedaan? Kesadaran itulah yang akan membuat dada kita lebih lapang dalam menghadapi berbagai perbedaan. Setiap kaum memiliki ilmu, dan bahwa pada setiap (jamaah) dakwah ada sisi benarnya dan ada sisi salahnya. Kita akan selalu mencari sisi yang benar dan berusaha menyampaikan (sisi salahnya) kepada orang lain secara persuasif. Bila kemudian mereka menerima, maka itulah yang lebih baik, dan itu pula yang kita harapkan.
Adapun jika ternyata mereka menolak, sesungguhnya mereka tetap kita anggap sebagai saudara seagama. Kami berharap semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Kita akan menerima adanya perbedaan dan membenci sikap fanatisme terhadap pendapat sendiri.