Robot Trading Yang Memakai Skema MLM itu Ponzi

Robot Trading Yang Memakai Skema MLM itu Ponzi
Seminar Fenomena Robot Trading - Aset Crypto yang diselenggarakan APLI

MONITORDAY.COM - Seperti sudah jadi hukum tak tertulis, runtuhnya kondisi ekonomi suatu negara akan selalu diikuti naiknya perdagangan forex. Namun, sialnya kenaikan volume perdagangan forex selalu diikuti oleh money game atau skema ponzi yang telah banyak merugikan masyarakat.

Sejak pandemi melanda, kemudian diikuti merosotnya perekonomian, cerita soal meningkatnya angka pengangguran menjadi fenomena pahit yang terjadi di Indonesia bahkan dunia. Tapi selalu berlaku hal sebaliknya di perdagangan forex. 

Angka PHK yang timbul dari runtuhnya ekonomi membuat sebagian besar masyarakat terutama yang sudah melek internet mencari sumber pendapatan lain yang tanpa banyak beraktivitas di luar sana. Perdagangan saham, crypto, dan forex menjadi alternatif income yang cukup menjanjikan, jika dilakukan secara tepat dan terukur.

Sebetulnya apa itu forex? Dalam bahasa sederhana forex tidak ubahnya seperti money changer yang di-onlinekan. Di Indonesia perputaran uang dalam trading forex sangat fantastis, Rp9,9 triliun dalam sehari.

Akan tetapi, dalam situasi normal Forex tidak diminati karena dianggap tidak ada 'barangnya', juga sesuatu yang resiko besar tidak terlalu disukai oleh masyarakat. Situasi sebaliknya, kalau ekonomi crash seperti sejak pandemi merebak trading forex booming. 

Sepanjang pandemi harga emas naik 43%, sementara harga bitcoin naik gila-gilaan sampai 230%. Hal yang sama terjadi di IHSG serta forex. Kondisi ini rupanya juga dimanfaatkan oleh para pelaku ponzi. Dengan iming-iming keuntungan tinggi, mereka menarik masuk dana masyarakat dengan kedok menjual robot forex dan sistem multilevel marketing.

Dalam seminar 'Fenomena Robot Trading - Aset Kripto' yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) di Jakarta. Narasumber yang mewakili Bappebti, Aldison, menegaskan jual beli Robot Trading yang memakai sistem multi level marketing jelas ilegal dan itu Ponzi.

Meski begitu, Aldison selaku Kepala Biro Peraturan Perundangan-undangan dan Penindakan Bappebti mengakui perkembangan robot trading yang marak akhir-akhir ini tidak diikuti oleh kecepatan regulasi dalam hal mitigasi.

Regulasi yang ada masih bersandar pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Ditegaskan Aldison, semua pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan yang ada akan ditindak. 

Sebelumnya, Bappebti telah memblokir ribuan domain yang terindikasi melakukan aktivitas ilegal. Salah satu kegiatan ilegal itu adalah penjualan robot dan forex yang memakai skema multilevel marketing. 

Prinsip Pemerintah selaku regulator jangan sampai Forex ini jadi ajang judi, dengan modal yang kecil, sehingga volume untuk masuk ke pasar itu 1 juta, di broker luar 100 ribu, dan sampai sekarang ini berlaku. Ini berjalan dan jutaan orang yang ikut. Dan tidak bayar pajak, pemain banyak yang masuk ke sini, akhirnya ponzi masuk.

Praktisi dan pengamat forex dari Imperium Strategy Reza Aswin dihubungi Monitoray berpendapat semua trader forex yang sesungguhnya selalu memakai analisis fundamental dalam bertransaksi. Naik turunnya nilai mata uang suatu negara ditentukan situasi perekenomiannya. Investor akan masuk ke negara tersebut karena ekonominya bagus. Maka otomatis mata uangnya menguat. 

"Kenapa orang loss di forex? Karena pakai technical, tidak ada robot yang membahas fundamental. Kita melihat grafik naik atau turun, grafik itu pembodohan. Pemerintah bikin suatu kebijakan itu sebab, grafik itu akibatnya," terang Reza.

Di Imperium Strategy, Reza ingin mengubah cara pandang tersebut. Tiga aspek yang ia ajarkan yaitu money management dan praktek, fundamental, terakhir technical. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun di bisnis ini, Reza berupaya agar pelaku trading tahu betul cara bertransaksi, sambil mengedukasi masyarakat agar tidak terjebak iming-iming ponzi. 

Dalam seminar APLI yang dihadiri pula Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L.Tobing, dan Ditjen Tata Tertib Niaga Kemendag, menyepakati perlunya produk regulasi yang rigid untuk mempersempit ruang para pelaku usaha yang memanfaatkan celah hukum.

Ketua Umum APLI Kanny V. Soemantoro mengemukakan praktik robot trading dan Crypto ilegal betul-betul merugikan pelaku usaha, utamanya perusahaan penjualan langsung yang jujur dalam berkegiatan usaha. 

APLI yang diketuai olehnya terdiri dari 109 perusahaan yang berizin resmi dari negara. APLI diketahui sebagai satu-satunya Asosiasi yang diakui oleh World Federation of Direct Selling Associations yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat. Ditegaskannya, APLI tidak terafiliasi dengan Asosiasi sejenis yang melegalkan praktik ponzi