Mengamankan Purchasing Managers Index

Pergerakan ekonomi tergantung pada beberapa faktor. Salah satunya adalah konsumsi atau belanja dari Pemerintah maupun swasta dan konsumen pada umumnya. Jika kita pergi ke mall atau pasar tradisional terasa benar sepinya. Publik menahan diri untuk belanja, sebagian juga menahan diri untuk pergi berbelanja dan menggantikannya dengan belanja daring.

Mengamankan Purchasing Managers Index
ilustrasi kegiatan ekonomi/ net

MONDAYREVIEW.COM –  Pergerakan ekonomi tergantung pada beberapa faktor. Salah satunya adalah konsumsi atau belanja dari Pemerintah maupun swasta dan konsumen pada umumnya. Jika kita pergi ke mall atau pasar tradisional terasa benar sepinya. Publik menahan diri untuk belanja, sebagian juga menahan diri untuk pergi berbelanja dan menggantikannya dengan belanja daring.

Persoala serius ini harus ditangani dengan kepala dingin. Akankah kita mampu menyediakan lapangan kerja untuk 3 juta angkatan kerja tahunan? Pengangguran dan pemutusan hubungan kerja harus diantisipasi secara cermat. Demi kepentingan jangka pendek tanpa mengorbankan kepentimgan jangka panjang.

Potensi resesi secara teknis kian dekat, terlebih beberapa indikator juga menunjukkan kondisi perekonomian nasional masih dalam kondisi tertekan akibat pandemi COVID-19. Seperti turunnya Purchasing Managers Index (PMI) pada September yang hampir empat poin, dari 50,8 pada Agustus, menjadi 47,2. PMI kita sempat ke level 50 yang artinya sudah aman.

Hal itu diungkapkan Chief Economist Danareksa Research Institute Moekti Prasetiani Soejachmoen memprediksi pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi masih akan terkontaksi, namun tidak sebesar kuartal sebelumnya yang tumbuh negatif 5,32 persen.

PMI atau Purchasing Manager Index dapat diterjemahkan menjadi “Indeks Manajer Pembelian”. Lebih jelasnya PMI merupakan sebuah laporan yang diterbitkan oleh sebuah institusi yang mengawasi perkembangan sektor-sektor usaha tertentu. Laporan tersebut berisi data-data yang dikumpulkan dari sejumlah perusahaan dan kemudian dirangkum dan diubah menjadi sebuah indeks. Selanjutnya PMI disebarluaskan melalui institusi penerbit laporan.

Tujuan utama dari dari dibuatnya PMI adalah untuk menyediakan informasi terkini atas sektor bisnis tertentu. Informasi yang diperoleh dengan metode survey ini sangat berperan pada pengambilan keputusan oleh perusahaan, analis pasar, manajer pembelian sampai pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Jenis dari PMI pun beragam, tergantung dengan sektor dimana responden berkecimpung. Jenis yang paling sering ditemui adalah PMI (Standard), Services PMI, Manufacturing PMI, Flash Manufacturing PMI, ISM Manufacturing PMI, ISM non-Manufacturing PMI, dan sejenisnya.

Adapun variabel yang diperhitungkan dalam PMI adalah pesanan yang diterima perusahaan (new order), stok bahan baku produksi (inventory levels), produksi perusahaan (production), tingkat penyerapan tenaga kerja (employment), dan durasi pengiriman barang (supplier deliveries)

Di Amerika Serikat, PMI merupakan laporan sektor bisnis dimana data yang dikumpulkan dalam periode bulanan berdasarkan survei pembelian dan persediaan dari 400 perusahaan industri di Amerika Serikat. PMI Amerika Serikat dicetuskan, dikelola, dan disebarluaskan oleh Institute for Supply Management (ISM). Sementara di 30 negara lainnya, PMI dikelola dan disebarluaskan oleh Markit Group dengan menggunakan metode dasar yang sama dengan ISM. Indeks lain yang mirip dikeluarkan juga oleh  Ifo Institute for Economic Research di Jerman dan Bank of Japan di Jepang.

Dalam PMI, angka yang dimungkinkan keluar berkisar dari angka 0 hingga 100:

Jika PMI dirilis dengan angka > 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami perkembangan (ekspansi). Semakin tinggi angka indeks PMI maka semakin besar pula perkembangan yang dialami.

Jika PMI dirilis dengan angka = 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami stagnansi (tidak ada perkembangan).

Jika PMI dirilis dengan angka < 50, maka sektor bisnis tersebut mengalami penurunan (kontraksi).

Indikator lainnya yaitu semakin marak perusahaan melakukan tindakan pemotongan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawainya, hingga turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia selama pandemi berlangsung.

Hal ini karena situasi ekonomi global dan Indonesia masih penuh ketidakpastian. Ekspor dan impor juga masih mengalami pelemahan, belum tumbuh normal.  Bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah dari pengeluaran pemerintah. Maka dari itu, perlu adanya peningkatan belanja pemerintah untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi COVID-19.

Komponen yang bisa menggenjot PDB adalah belanja pemerintah. Itu sebabnya negara harus melakukan stimulus fiskal dengan melakukan pengeluaran lebih besar dari biasanya.  Pertumbuhan ekonomi diharapkan kembali normal atau malah lebih baik dari sebelumnya apabila vaksin COVID-19 berhasil ditemukan atau dibuat.

Masyarakat tetap harus menerapkan protokol kesehatan dengan melakukan gerakan 3 M (Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan) sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan normal kembali.