Imbas Sokongan China-Rusia, Junta Myanmar Kian Jumawa

MONITORDAY.COM - China dan Rusia, yang merupakan dua negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), bersama dengan Serbia dilaporkan terus memasok persenjataan kepada junta militer Myanmar. Persenjataan yang dipasok negara-negara asing itu bahkan digunakan untuk menyerang warga sipil sejak kudeta tahun lalu.
Seperti dilansir AFP, Selasa (22/2/2022), tuduhan itu disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Myanmar, Tom Andrews, dalam laporannya yang ditunggu sejak lama dan dirilis pada Selasa (22/2/2022) waktu setempat.
Andrews mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggelar rapat darurat 'untuk memperdebatkan dan memvoting resolusi untuk, setidaknya, melarang transfer persenjataan yang diketahui digunakan militer Myanmar untuk menyerang dan membunuh warga sipil Myanmar'.
Laporan Andrews itu membeberkan secara detail dari mana junta Myanmar mendapatkan persenjataan, dengan menyoroti bahwa dua anggota permanen Dewan Keamanan PBB, yang memegang hak veto, masuk dalam daftar pemasok utama.
"Meskipun ada bukti kejahatan keji junta militer yang dilakukan dengan impunitas sejak melancarkan kudeta tahun lalu, anggota-anggota Dewan Keamanan PBB Rusia dan China terus memberikan junta militer Myanmar dengan banyak jet tempur, kendaraan lapis baja, dan khusus Rusia, janji persenjataan lebih lanjut," tulis Andrews dalam laporannya.
"Selama periode yang sama, Serbia telah mengizinkan roket dan artileri untuk diekspor kepada militer Myanmar," imbuh Andrews yang merupakan pakar independen yang ditunjuk Dewan HAM PBB, namun tidak berbicara mewakili PBB.
"Sangat penting agar negara-negara anggota dan Dewan Keamanan bertindak segera untuk menghentikan penjualan senjata kepada junta militer. Nyawa manusia, dan kredibilitas Dewan Keamanan, dipertaruhkan," tegasnya.
"Dewan Keamanan harus mempertimbangkan, setidaknya, sebuah resolusi untuk melarang persenjataan yang digunakan oleh militer Myanmar untuk membunuh orang-orang tidak bersalah," cetus Andrews dalam laporannya.