Proporsionalitas dalam Berdakwah

MONITORDAY.COM - Kegiatan dakwah umat islam tak jauh dari menyuruh pada perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar, sebagaimana diatur dalam beberapa ayat Al-Quran, diantaranya Ali-Imran ayat 110: “Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah...”
Umat islam disebut Allah sebagai umat yang terbaik dibanding umat yang lain. Karena umat islam menopang amanah besar dari Allah yaitu berdakwah. Sudah sejauh mana kita menjalankan amanah tersebut?
Dakwah yang berarti menyeru, tidak serta-merta diartikan secara sempit, berbicara di atas mimbar atau berpidato di tabligh akbar. Lebih jauh dari itu, dakwah meliputi setiap aspek kehidupan. Dimana ada kebaikan, disitulah ada dakwah.
Kebaikan merupakan sesuatu yang relatif yang berarti banyak bentuk, setiap orang memiliki standar kebaikan tersendiri. Standar kebaikan kita selaku umat islam tentunya harus berdasar pada Al-Quran dan sunah-sunah Rasulullah Saw. Dalam islam, kita berniat saja sudah bisa disebut kebaikan, bahkan memiliki satu nilai pahala.
Kebaikan yang ada di tubuh dakwah adalah kebaikan yang disebarkan dan mampu mempersuasi orang. Apakah dakwah selalu identik dengan kebaikan saja? Nyatanya tidak, dakwah bukan sebatas amar maruf (menyuruh kebaikan), tapi juga nahyi mungkar (mencegah kemungkaran). Sebagaimana kebaikan, kemungkaran pun memiki standarnya sendiri.
Amar maruf dan nahi mungkar harus selalu beriringan. Keduanya harus terus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun kuantitas ayat kabar gembira lebih banyak dibanding peringatan, hal tersebut harusnya tidak mempengaruhi proporsionalitas dakwah yang harus umat islam laksanakan.
Seorang pendakwah mengaku lebih mudah berdakwah pada kebaikan dibanding melarang kemungkaran. Khususnya di Indonesia, kita tahu bahwa sejarah masuknya dakwah islam adalah dengan cara-cara yang lembut. Sebut saja Sunan Kalijaga yang berdakwah dengan wayang dan tembang jawa.
Dan porsi dakwah nahyi mungkar gencar terlihat pada masa awal islam. Seperti yang diperlihatkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Saat itu ada kemungkaran besar yang harus ditumbangkan umat islam yaitu kejahiliyahan.
Lalu, kenapa dakwah nahyi mungkar sering dianggap berat, padahal itu yang harus diperangi? Hadits nabi berikut bisa menjadi argumentasi ciutnya sebagian pendakwah saat memerangi kemungkaran.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa ada beberapa level dakwah terhadap kemungkaran. Mungkin saja level terendah yaitu mengingkari dengan hati, menjadi pilihan terakhir sebagian pendakwah. Sedangkan level paling tinggi yaitu mengubah kemungkaran (dakwah) dengan tangan tidak banyak diterapkan para pendakwah.
Arti majazi kata ‘tangan’ dalam matan hadis di atas, berarti kekuasaan. Disinilah letak kelemahan para pendakwah, menjauh dari pemegang kekuasaan. Kebanyakan dari pendakwah memilih keluar dari barisan kekuasaan pemerintah karena perbedaan paham. Ada juga yang anti, membenci pemerintah dan segala kebijakannya. Padahal Al-Quran menyuruh orang beriman menaati penguasa.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik.” (Q.S An-Nisa: 59)
Efektifitas berdakwah melalui tangan penguasa memang tidak bisa kita pastikan kemurnian dakwahnya. Tapi, setidaknya ada langkah yang bisa diusahakan. Pendakwah harus memperluas sudut pandang, karena sebagian besar kebijakan pemerintah memihak pada kebaikan.
Banyak contoh program dan kebijakan pemerintah yang menunjukkan bentuk dakwah nahi mungkar. Salah satunya, ada kemungkaran yang berhasil diberantas pemerintah, misalnya runtuhnya gang dolly yaitu sebuah kawasan lokalisasi prostitusi yang ada di Surabaya.