Peta Dampak Pandemi di Empat Bidang Usaha Strategis  

Peta Dampak Pandemi di Empat Bidang Usaha Strategis  
Ilustrasi Tutupnya Tempat Usaha/ net

MONITORDAY.COM - Dunia usaha mengalami pukulan berat akibat pandemi yang berkepanjangan. Dampaknya banyak usaha gulung tikar dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tak terhindarkan terjadi dalam jumlah yang cukup besar. 

Pemerintah pasti memiliki langkah mitigasi dampak pandemi bagi dunia usaha dan buruh. Namun seberapa kuat langkah dan kemampuan Pemerintah dalam mengantisipasi hantaman pandemi terhadap perekonomian nasional khususnya bagi dunia usaha sangat menentukan masa depan Indonesia. 

Pemerintah berencana menggulirkan bantuan berupa subsidi gaji/upah bagi pekerja/buruh atau Bantuan Subsidi Upah (BSU) pekerja/buruh di tahun 2021.

Kebijakan Pemerintah diharapkan mampu mengerem laju kebangkrutan dunia usaha dan pemecatan buruh. Peta dampak pandemi setidaknya terlihat pada usaha ritel, pariwisata, transportasi, dan konstruksi yang terangkum di bawah ini. 

Pertama, perdagangan termasuk di dalamnya ritel. Usaha ritel sangat terpukul saat pandemi. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan tak kurang dari 1.500 gerai gulung tikar sejak pandemi. Swalayan atau department store sangat ‘sesak nafas’ kala pembatasan diberlakukan. Apalagi saat harus tutup total akibat lonjakan kasus penularan virus. 

Sebagai negara dengan jumlah populasi nomor 4 terbesar di dunia, Indonesia adalah pasar retail yang sangat besar. Retail atau ritel adalah aktivitas perniagaan yang melibatkan penjualan barang atau penawaran jasa secara langsung kepada konsumen akhir. Barang yang dibeli dari bisnis ritel akan digunakan konsumen sebagai konsumsi pribadi atau keperluan keluarga dan rumah tangga, bukan untuk dijual kembali.

Jika ritel tertekan maka produk industri pengolahan pun ikut merasakan dampaknya. Dikenal pula dengan istilah bisnis eceran, ritel berperan sebagai perantara pemasaran yang menghubungkan produsen utama atau grosir besar dengan konsumen yang membeli dalam jumlah kecil atau bentuk satuan. Setelah membeli sejumlah barang dari kelompok bisnis yang lebih besar, pengecer atau retailer akan menjual kembali barang tersebut dengan menetapkan tambahan harga tertentu untuk memperoleh keuntungan.

Kedua, sektor pariwisata. Termasuk di dalamnya sektor akomodasi. Hotel dan restoran mengeluhkan omzet yang turun hingga 70% saat PPKM. Dengan penurunan sebesar itu tentu saja usaha tersebut akan sulit bertahan. Dampaknya juga akan menjalar pada nasib karyawan dan para pemasok kebutuhan usaha ini. 

Jika hotel masih dapat menerima tamu dalam skema isolasi mandiri mungkin pendapatannya masih dapat sedikit tertolong. Namun dengan kondisi ekonomi saat ini banyak orang mengencangkan ikat pinggang. Pilihan untuk tinggal di rumah dan menekan pengeluaran lebih populer. 

Demikian juga ketika rumah makan dapat melayani pesanan ‘take away’ atau pesan antar. Hanya sedikit pelaku usaha yang mampu beradaptasi dan menyediakan layanan semacam ini dengan inovatif. Pun konsumen memilih makan di restoran karena daya tarik suasana yang ditawarkan.  

Ketiga, transportasi dan pergudangan. PPKM Darurat sudah berjalan dua pekan lebih. Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengklaim terjadi penurunan jumlah penumpang yang memanfaatkan transportasi publik sebanyak 53 persen.

Untuk transportasi dalam kota dengan moda Bus, MRT, LRT, juga Transjakarta dan KRL turun sebesar 53,95 persen jumlah penumpangnya . Penurunan penumpang juga terjadi untuk transportasi antar kota antar provinsi (AKAP) di sejumlah terminal. Seperti Terminal Pulogebang, Jakarta Timur. Jumlah penumpang AKAP turun signifikan jadi 65,05 persen. 

Keempat, sektor konstruksi. Banyak pembangunan infrastruktur yang meleset dari jadwal. Refocusing anggaran untuk mengantisipasi pandemi telah menggeser prioritas pembiayaan dari beberapa proyek yang direncanakan. Meskipun kegiatan konstruksi untuk infrastruktur publik di Jakarta tetap berjalan 100% selama PPKM Level 4 ini. Namun di banyak provinsi lainnya sektor konstruksi sangat tersendat. Apalagi proyek-proyek yaang dibangun oleh swasta. 

Kalangan pengusaha konstruksi berharap dari naiknya budget APBN infrastruktur tahun ini bisa menjadi motor penggerak konstruksi, Melihat sektor swasta masih wait and see untuk melakukan ekspansi. Stimulus juga diharapkan untuk kontraktor-kontraktor kecil, melihat arah pembangunan mayoritas masih dari proyek Pemerintah.

APBN Infrastruktur pada tahun ini mencapai Rp 414 triliun, lebih tinggi dari tahun lalu Rp 281 triliun. Belum lagi dengan adanya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereing Wealth Fund (SWF) bisa menjadi alternatif pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur.