Musrenbangnas 2021 : Di Kuartal II Pemda Harus Optimalkan Realisasi APBD

MONITORDAY.COM - Pemulihan ekonomi nasional membutuhkan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sinergis dalam menggenjot serapan anggaran yang potensial sebagai stimulus ekonomi. Belanja Pemerintah jangan sampai menumpuk di akhir tahun. Harus diatur agar merata di setiap kuartal. Hal ini akan mendorong ekonomi tumbuh dengan sehat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pemerintah daerah (pemda) belum maksimal dalam membelanjakan dana APBD untuk penanganan dampak covid-19 pada tahun lalu. Instrumen fiskal yang seharusnya melakukan countercyclical kemudian mampet atau tidak berjalan waktu ditransfer ke APBD, karena berhenti dan kemudian terjadi lag atau dalam hal ini jeda.
Pertumbuhan ekonomi RI sudah minus pada kuartal II 2020 sebagai dampak pandemi covid-19. Kondisi ini sangat berat mengingat di awal pandemi seluruh negara tengah berjuang untuk mengutamakan keselamatan warga negaranya jauh di atas kepentingan ekonomi. Semua berharap pandemi segera berakhir. Nyatanya memasuki tahun kedua pandemi masih berlangsung.
Maka bersamaan dengan upaya mengendalikan pandemi, upaya pemulihan ekonomi harus berlangsung di bawah segala pembatasan kenormalan baru. Dalam situasi ini peran Pemda dalam realisasi belanja Pemerintah sangat krusial.
Nyatanya dana APBD yang mengendap di bank mencapai Rp247,5 triliun pada Oktober 2020, naik signifikan dibanding Juni 2020, yaitu Rp196,2 triliun. Uang mengendap pemda berujung pada resesi ekonomi. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam pada kuartal III dan IV 2020. Tercatat, pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen di kuartal III dan minus 2,19 persen di kuartal IV 2020.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menunda Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) bagi sejumlah daerah dengan APBD masih mengendap di bank.
Tito mengaku sudah berkoordinasi dengan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan untuk mendata daerah yang belum maksimal menggunakan APBD.
Tito juga mengimbau seluruh kepala daerah untuk menggenjot belanja daerah pada kuartal II 2021 ini. Pasalnya, belanja daerah adalah penggerak perekonomian di daerah guna mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19.
Di pertengahan Desember 2020 Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian mengatakan, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di 346 daerah masih di bawah 75%. Akhirnya di akhir tahun kesan kuat realisasi anggaran yang dipaksakan tidak akan optimal dalam menggenjot geliat perekonomian. Hal ini tentu tak menguntungkan bagi semua pihak.
Pemerintah Pusat sudah menekankan agar daerah tersebut segera melakukan percepatan, khususnya oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Pada 2020 berdasarkan data Kemendagri, ujar Ardian, daerah dengan serapan anggaran terendah yaitu Mamberamo Raya hanya 44,62% sementara pendapatan daerahnya berjumlah 82,09%.
Selanjutnya, anggaran belanja terendah diikuti oleh Kota Sorong, Mappi, Pangandaran, Karo, Tapanuli Utara, Aceh Timur, Supiori, Nagekeo, Konawe, Jayapura, Kepulauan Yapen, Nias Selatan, Puncak Jaya, Nabire, Berau, Mahakam Ulu, dan seterusnya.
Salah satu faktor realisasi APBD di bawah rata-rata nasional disebabkan belum ada pengesahan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hal itu diungkapkan Ardian pada Rapat Koordinasi Evaluasi Penyerapan APBD Tahun 2020 Bersama Gubernur, Bupati/Walikota se-Indonesia.