Respon Katolik dan Yahudi Terhadap Charlie Hebdo

Di Prancis sepanjang 2011 Charlie Hebdo digugat 13 kali oleh organisasi katolik. Lalu pada 2016 Paus Fransiskus juga pernah mengkritik terbuka Charlie Hebdo.

Respon Katolik dan Yahudi Terhadap Charlie Hebdo
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Kartun Charlie Hebdo mengenai Nabi Muhammad SAW memancing kemarahan umat Islam di Perancis dan seluruh dunia. Dalam Islam Nabi Muhammad SAW dilarang untuk digambarkan. Artinya bahwa penggambaran tersebut merupakan bentuk penistaan keyakinan. Di Indonesia sendiri, ekspresi kemarahan terhadap Charlie Hebdo diwujudkan dalam bentuk aksi massa pada Senin 2 November 2020. Emosi umat Islam semakin tersulut dengan pernyataan Presiden Perancis yang terkesan menyudutkan umat Islam.

Gelombang kemarahan umat Islam tersebut direspon sinis oleh sebagian pihak. Banyak yang tidak setuju dengan aksi umat Islam tersebut seraya membandingkan dengan respon umat non muslim. Seorang warganet menyatakan bahwa umat non muslim santai saja menanggapi kartun Charlie Hebdo. Sebaliknya kaum muslim marah dengan kartun tersebut. Hal ini menunjukan bahwa kaum muslim belum dewasa dalam menyikapi penistaan terhadapnya. Benarkah kaum non muslim tidak bereaksi terhadap Charlie Hebdo?

Harus diakui bahwa memang kaum non muslim, tidak melakukan aksi kekerasan dalam merespon kartun Charlie Hebdo. Hal ini menjadi otokritik bagi umat Islam agar tidak mengedepankan aksi terror dan kekerasan seperti yang telah terjadi beberapa waktu ini. Namun bukan berarti kaum non muslim diam saja terhadap karikatur Charlie Hebdo. Arman Dhani seorang aktivis dan penulis dalam status facebooknya mengutip beberapa media mengenai respon Katolik dan Yahudi terhadap Charlie Hebdo.

Di Prancis sepanjang 2011 Charlie Hebdo digugat 13 kali oleh organisasi katolik. Lalu pada 2016 Paus Fransiskus juga pernah mengkritik terbuka Charlie Hebdo. Paus mengatakan bahwa Charlie Hebdo tidak dapat memprovokasi dan menistakan keyakinan agama.  Jika Charlie Hebdo tetap melakukannya, maka mereka akan menerima akibatnya kata Paus Fransiscus. Bruno Forte, Uskup Agung Chieto-Vasto Itali dan secretary-general of the Synod of Bishops, menyebut Charlie Hebdo "distressing, as well as unfounded." menurutnya tabloid itu menyerang tak hanya keyakinan Kristiani, namun juga Yahudi dan Islam. Menurutnya sekalipun seseorang memilih untuk tidak beragama, namun mereka harus tetap menghormati keyakinan kelompok beragama.  

Orang-orang yahudi sering memenangkan gugatan terhadap Charlie Hebdo, karikaturis Charlie Hebdo pernah dihukum bersalah karena meledek Holocaust tak pernah ada. Artinya bahwa tidak benar jika umat agama lain diam saja saat agama dinistakan. Mereka pun merespon dengan elegan, yakni dengan menggugat Charlie Hebdo. Bentuk protes ini yang harus dilakukan oleh umat Islam. Kekerasan bukan solusi, justru malah akan memperkeruh keadaan. Jika umat Islam terpancing untuk melakukan terror, kelompok anti Islam akan semakin leluasa menyebarkan kampanye Islamophobia.