Mengistirahatkan Pikiran dengan Salat

MONITORDAY.COM - Sesuatu yang tetap berjalan meski tubuh kita diam adalah pikiran. Pikiran merupakan hasil dari proses mengolah data yang masuk ke dalam akal (berpikir). Sebagian besar hidup kita dikendalikan oleh pikiran. Pun nasib hidup kita ditentukan oleh cara kita berpikir.
Satu-satunya hal yang tidak istirahat disaat tubuh beristirahat adalah pikiran. Lalu kapan pikiran bisa beristirahat? Sebelum kesana, kita bahas dulu, apa itu istirahat? Istirahat/beristirahat dalam KBBI berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah.
Emha Ainun Najib atau akrab disapa Cak Nun mengklasifikasikan istirahat menjadi tiga level. Pertama, istirahat dengan teknis waktu. Misalnya jam sekian kerja, jam tertentu istirahat, siang kerja, malam istirahat, pagi kerja, sore istirahat.
Kedua, istirahat strategis-psikologis. Saat lelah bekerja kita akan mengambil waktu istirahat dengan mendengarkan musik. Atau lelah mengetik, habis itu kita akan istirahat dengan melaksanakan salat. Konsep istirahat level kedua ini, sebuah pekerjaan merupakan istirahat dari pekerjaan sebelumnya.
Ketiga, istirahat sejati dari Allah SWT. Dalam islam kita mempelajari adanya dzikir, wirid, dan baca Al-Quran untuk menenangkan hati dan pikiran. Istirahat ini dilakukan dalam rangka meniadakan yang lain dari kegiatan yang sedang dilakukan. Contohnya dengan dzikir asmaul husna, selain kegiatan dzikir tersebut maka harus konsentrasi dan kegiatan yang lain harus ditiadakan. Disinilah salat berfungsi sebagai sarana mengistirahatkan pikiran.
Selain untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar, salat juga berfungsi untuk mengistirahatkan pikiran. Sebab dalam salat kita dituntut untuk menyerahkan hati dan pikiran, mengosongkannya lalu memfokuskan diri semata-mata hanya kepada Allah SWT, istilah agamanya khusyuk.
Bahkan sebagai pembawa risalah salat, Rasulullah SAW sendiri yang memfungsikan salat sebagai istirahat. Kepada Bilal bin Rabah, sang pelantun adzan, Rasul SAW bersabda, “Yaa bilal, arihni bis shalati (Wahai Bilal, istirahatkanlah aku dengan salat).” Allah menghadiahkan lima waktu kepada kaum muslimin untuk beristirahat, suatu kenikmatan yang tidak didapatkan di agama lain.
Tak hanya mengistirahatkan fisik, seperti yang disebut diatas, salat juga bisa mengistirahatkan pikiran yang menjadi alat kendali hidup seseorang. Hanya dengan salat dan mengingat Allah-lah, pikiran yang selalu berjalan-jalan bisa istirahat dan terhenti beberapa saat.
Sebuah jurnal Qolamuna INSURI Ponorogo mengungkapkan penyebab kecemasan dan depresi pada umumnya adalah kesalahan kognisi yang membuat seseorang memiliki pikiran maladaptif seperti, “Aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi ini”, “Hidup ini terlalu sulit bagiku”, “Tidak ada seorang pun yang mengerti aku”.
Adapun fungsi salat hadir untuk menepis pikiran maladaptif tersebut. Juga sebagai sarana untuk bertawakal, berserah diri atas keruwetan memikirkan hidup. Allah berjanji akan selalu ada, mencintai dan menyayangi hamba-Nya yang bertawakal. Seperti yang tertulis dalam Al-Quran “...Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(Q.S Al-Imran: 159)
Menurut Cak Nun, hidup ini adalah aksi-kontemplasi. Artinya hidup akan terus dan tak lepas dari kegiatan aksi-bekerja lalu kontemplasi-beristirahat. Sementara mekanisme pengaturannya setiap orang berbeda-beda. Tapi yang paling radikal (mengakar) itu adalah beristirahat dengan melaksanakan salat lalu duduk merenung berdoa, tanpa memikirkan apa-apa selain Allah.