Larangan KDRT Menurut Ajaran Islam

MONITORDAY.COM - Ajaran Islam mengatur agar sebuah rumah tangga berjalan secara harmonis. Tujuan rumah tangga adalah munculnya sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar Ruum: 21 yang berbunyi:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Guna mencapai tujuan di atas, sebuah rumah tangga harus dibangun dengan pondasi yang kuat berupa ilmu agama dan sikap saling memahami antara suami istri. Tentu saja tidak mungkin sebuah rumah tangga senantiasa mulus tanpa konflik. Kerikil dalam rumah tangga pasti selalu ada. Hal ini merupakan bagian dari ujian dalam berumah tangga.
Ibarat mengarungi sebuah bahtera, tidak mungkin cuaca akan senantiasa cerah. Pasti ada saatnya dimana badai datang menerjang. Yang terpenting adalah bagaimana cara kita mengatasi persoalan yang terjadi dengan baik.
Sebagian orang menjadikan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Dalam pertengkaran suami istri misalnya, ada pasangan yang ringan tangan memukul pasangannya. Lebih sering terjadi istri jadi korban dan suami pelaku. Walau bisa jadi sebaliknya, suami korban dan pelakunya adalah sang istri.
Tindakan ini disebut dengan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Pada masa lalu, KDRT adalah ranah privat yang tidak boleh diketahui pihak luar. Namun seiring dengan perkembangan zaman, KDRT bisa dibawa ke jalur hukum.
Berdasarkan tujuan berumah tangga yakni sakinah, mawaddah wa rahmah, jelas KDRT merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan menurut ajaran Islam. Hal ini diperkuat oleh hadits-hadits nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya. (HR. Tirmidzi)
“Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul isterinya) bukan orang yang baik di antara kamu.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Memang dalam fikih Islam dikenal kondisi Nusyuz, dimana istri durhaka dan tidak melaksanakan kewajibannya. Suami dipersilahkan untuk memukul istri. Hanya yang perlu jadi catatan adalah bahwa maksud memukul di sana bukanlah memukul untuk menyakiti.
Atha' bertanya kepada Ibnu Abbas: "Apa yang dimaksud memukul yang tidak melukai?" Ibnu Abbas menjawab: "Siwak dan seukurannya, yang dipukulkan" (Tafsir Qurthubi)
Meskipun ada kebolehan memukul, namun Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah melakukannya.
Aisyah berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu (HR Muslim)