Menghidupkan Malam Nishfu Sya'ban, Bagaimana Hukumnya?.

MONITORDAY.COM - Banyak orang yang menganggap Bulan Sya'ban mempunyai keistimewaan dibanding bulan lainnya. Salah satu keistimewaan itu adalah malam Nishfu Syakban. Lantas apa hukum menghidupkan malam pertengahan bulan Sya'ban tersebut?
Menurut Ustadz Yendri Junaidi, Dosen STIT Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang, malam Nishfu Sya'ban baru dihidupkan pada masa tabiin. Para ulama pada masa itupun tidak satu pandangan mengenai cara menghidupkan malam Nishfu Sya'ban.
"Yang pertama kali menghidupkan malam Nishfu Sya’ban adalah beberapa ulama dari kalangan tabi’in Syam seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul dan Luqman bin Amir rahimahumullah. Ini diikuti oleh sekelompok ahli ibadah dari Bashrah. Sementara itu, beberapa ulama Hijaz mengingkari hal ini dan menganggapnya sebagai sesuatu yang bid’ah, seperti ‘Atha` bin Abi Rabah, Ibnu Abi Mulaikah, para fuqaha Madinah dan lain-lain," ujarnya dalam status Facebook pribadinya.
Yendri juga menambahkan bahwa mayoritas hadits-hadits terkait Nishfu Sya'ban berkualitas lemah. Hanya satu hadits yang bisa dijadikan hujjah untuk fadhail amal.
"Sebagian atau bahkan seluruh hadits itu tak luput dari kelemahan dari segi sanad. Bahkan Imam Abu Bakar bin al-‘Arabi al-Ma’afiri berkata: “Tak ada satupun hadits yang layak didengar tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban," tuturnya.
"Tentu saja pendapat Ibnu al-‘Arabi ini tidak disetujui oleh ulama hadits yang lain. Karena meskipun tidak sampai ke derjat shahih, sebenarnya ada beberapa hadits yang setidaknya memiliki derjat jayyid yang bisa diamalkan untuk fadhail a’mal," tegasnya.
Diantara hadits yang menjelaskan tentang keutamaan menghidupkan malam nishfu Sya'ban adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bazzar dan al-Baihaqi dari sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Allah subhanahu wa ta’ala turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban lalu mengampuni setiap makhluk, kecuali orang yang musyrik atau orang yang di dalam hatinya ada permusuhan.”
Adapun mengenai shalat khusus pada malam Nishfu Sya'ban, tidak ada hadits shahih atau dhaif yang memerintahkannya. Yang ada hanyalah hadits palsu atau maudhu.
Tidak ada hadits shahih bahkan dhaif yang menganjurkan shalat di malam ini. Yang ada justeru hadits-hadits maudhu’ (palsu), seperti hadits.
“Siapa yang shalat di malam nishfu Sya’ban sebanyak dua belas rakaat, di setiap rakaat ia membaca qulhuwallahu ahad tiga puluh kali, niscaya ia tidak akan keluar (meninggalkan dunia ini) sebelum ia melihat posisinya di surga nanti.”
Hadits ini dihukumi palsu oleh Imam Ibnu al-Jauzi dan Imam as-Suyuthi rahimahumallah.
Imam al-‘Iraqi dalam kitabnya al-Mughni (takhrij hadits-hadits dalam Ihya` Ulumuddin) mengatakan :
“Hadits shalat nishfu Sya’ban adalah batil.”
Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ menulis :
“Shalat yang dikenal dengan sebutan shalat raghaib yaitu dua belas rakaat yang dikerjakan antara Maghrib dan Isya di malam Jumat pertama bulan Rajab, dan juga shalat nishfu Sya’ban sebanyak seratus rakaat ; kedua shalat ini adalah bid’ah yang buruk sekali".
"Jangan sampai terkecoh (untuk melakukannya) hanya karena ia disebutkan dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin serta hadits yang terdapat di dalamnya karena semua itu batil. Jangan sampai terkecoh pula dengan penjelasan sebagian ulama yang mengatakan itu sunnah karena semua itu keliru. Imam Abu Abdurrahman bin Isma’il al-Maqdisi sudah mengarang satu kitab yang sangat bagus untuk membatalkan kedua jenis shalat itu.”
Di akhir, Ustadz Yendri Jualnaidi mengambil 3 poin kesimpulan:
Pertama: malam nishfu Sya’ban memang memiliki fadhilah (kelebihan) dan menghidupkannya dengan ibadah adalah sesuatu yang dianjurkan.
Kedua: tidak ada shalat khusus yang dianjurkan pada malam itu.
Ketiga : menghidupkan malam itu adalah dengan memperbanyak tilawah Quran, dzikir dan berdoa.