Meneguhkan Pancasila Dalam BUMN

Meneguhkan Pancasila Dalam BUMN
Ilustrasi foto/Net.

Sebagai sebuah ideologi negara yang telah dikukuhkan. Pancasila bukan sebatas kata-kata yang diurai dalam jargon politik dan ekonomi. Sudah saatnya BUMN menjadi salah satu pusat penguatan Pancasila demi mengawal keberlangsungan eksistensi Republik Indonesia

Mungkin tidak melulu membuka buku sejarah republik untuk mengerti tujuan pendiri bangsa (Founding Fathers) membentuk badan usaha negara. Memang saat itu belum lahir sebuah istilah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun dengan bentuk serupa, Presiden RI pertama Soekarno sudah jauh berpikir tentang itu.

Ringkasan perjalanan sejarah mencatat ada dua latar belakang lahirnya badan-badan usaha negara. Latar belakang yang paling kuat adalah konsekuensi atas nasionalisasi perusahaan kolonial Belanda. Nasionalisasi ini ada yang dimenangkan melalui jalan negosiasi maupun konfrontasi (pendudukan dan pengambilalihan).

Sebut saja perusahaan perkebunan dan perkeretaapian. Kedua lini usaha itu selama periode penjajahan dikelola oleh pemerintah kerajaan Belanda. Sehingga nasionalisasi telah mengambil alih aset dan hak kelola dari infrastruktur bisnis yang sudah berjalan mapan.

Latar yang kedua, adalah murni untuk alasan usaha atau bisnis. Salah satunya adalah Permina yang berdiri tahun 1957, kemudian belakangan kita mengenalnya sebagai Pertamina. Begitu juga dengan Maskapai Garuda yang resmi menjadi perusahaan negara pada tahun 1950. Setelah setahun sebelumnya (1949) adalah perusahaan patungan bersama KLM Belanda. Contoh lain juga pada PT. Sarinah yang resmi berdiri pada tahun 1962. Bung Karno ingin produk-produk Indonesia bisa bersaing dengan produk mancanegara. Bahkan Sarinah ini diharapkan menjadi etalase produk asli Indonesia.

Susunan sejarah perusahan negara inilah yang membuat BUMN tidak lepas dari spirit perjuangan kemerdekaan serta kesejahteraan negara Indonesia. Tentu BUMN yang sejak lama dicita-citakan bukan saja sebatas korporasi negara, dalam Marxisme disebut kapitalisme-negara. Oleh karenanya peneguhan ideologi Pancasila diperlukan sebagai wawasan kebangsaan di lingkungan BUMN.

 Memaknai Pancasila yang Kontekstual

Pancasila yang hendak kita bangun, bukan sebatas hafalan sila-persila atau butir-perbutir dalam Pembukaan UUD 45. Mungkin banyak diantara kita yang hafal sila Pancasila, namun jauh dari pengamalannya. Atau sebaliknya, tidak hafal namun kuat dalam pengamalan. Bisa juga keduanya, hafal dan mengamalkan. Bahkan belakangan juga banyak yang menolak konsep dan prinsip Pancasila. Begitulah tipologi masyarakat Indonesia hari ini. Bahkan ancaman terhadap gerakan yang ingin merubah negara Pancasila menjadi negara fundamentalis-teroris juga kian terbuka menganga. Atas pretensi tersebut, maka perlu kiranya kita membicarakan ulang prinsip dan konsep penerapan Pancasila.

Barangkali cukup banyak para akademisi, intelektual bahkan pejabat negara yang konsisten mempromosikan Pancasila. Promosi tersebut juga menyentuh segala lini; ruang kelas belajar, jurnal akademik, kebijakan publik hingga norma sosial masyarakat. Kendati dirasa sudah begitu banyak, namun perjuangan meneguhkan Pancasila tidak cukup disitu. Perlu diwujudkan gelora gerakan Pancasila dalam rangka menciptakan seluas-luasnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Diskursus ini ingin membuka jalan pintas Pancasila dalam pengamalannya yang kontekstual. Narasi ini tidak semata-mata mempromosikan Pancasila dalam ruang gagasan. Namun ada keinginan kuat untuk membentuk sebuah persetujuan umum, dalam pengamalan kontekstual Pancasila.

Dengan itu kita boleh mengambil kesimpulan sementara guna mencari metode pengamalan kontekstual Pancasila. Ada tiga fondasi utama yang hendak kita bincangkan; ketuhanan, kebangsaan dan keadilan sosial.

Fondasional ketuhanan bukanlah tentang sebuah nilai dan prinsip agama mayoritas yang harus diterima secara terpaksa umat minoritas lainnya. Dalam konsep ketuhanan, Pancasila sebenarnya menolak pretensi negara Teokrasi. Maka, perwujudan nyata soal fondasi ketuhanan adalah transformasi kesadaran keagamaan yang terbuka secara lintas agama dan kepercayaan lain. Katakanlah, seorang Muslim yang percaya pada Allah Swt., namun sebagai muslim yang Pancasilais juga perlu bertoleransi kepada seorang Hindu yang menyembah banyak Dewa.

Meski kadangkala toleransi hanya sebuah basa-basi dalam komunikasi dan relsi masyarakat. Namun dalam wujud pengamalan kontekstual yang paling nyata juga kerap kita jumpai di penjuru nusantara. Seperti halnya para Pemuda Ashor turut menjaga Gereja di malam Natal dan Tahun Baru. Juga sebaliknya, Pemuda Katolik turut  membagikan Takjil kepada umat Muslim yang berpuasa. Ini wujud nyata, karena sebagai umat beragama bukan saja menyatakan terbuka secara gagasan. Namun juga dalam tindakan, memfasilitasi umat beragama lain dalam proses ibadah.

Fondasional kebangsaan, mengacu pada kesetaraan kesempatan (aksesibilitas), kesetaraan hak sebagai warga negara dalam perlindungan dan fasilitas yang diselenggarakan oleh negara. Fondasi kebangsaan adalah semangat keberagaman multikultural dalam berbangsa dan bernegara.

Begitu kasat mata di hadapan kita, bagaimana Presiden Jokowi mengangkat Kapolri yang berlatar umat Kristiani. Ini sebuah dobrakan sekaligus capaian maju dari proses kebangsaan. Kebijakan Presiden Jokowi juga disambut positif oleh Menteri BUMN Erick Thohir, dengan merekrut secara besar-besaran putra-putri terbaik Papua untuk mengabdi bersama BUMN.

Fondasional keadilan sosial, ini adalah pengamalan kontekstual yang amat menyangkut kepentingan umum. Upaya nyata mendorong keadilan serta kesejahteraan rakyat melalui sistem serta perangkat negara yang ada. Dalam perwujudan secara masif, negara melalui tangan pemerintah menentukan kebijakan dan perundangan sebagai basis hukum keadilan dan keaejahteraan seluas-luasnya untuk rakyat.

Pembangunan jalan di Papua, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, BPJS Kesehatan serta kebijakan selama pandemi Covid-19 adalah keberpihakan Pemerintah kepada rakyat. Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, Menko Ekuin Airlangga Hartarto lekas mengafirmasi struktur APBN negara untuk UMKM.

Kebijakan tersebut juga sistematis pada jajaran kementerian teknis. Sebagaimana Menteri BUMN Erick Thohir bersama Menteri Koperasi Teten Masduki bahu membahu perkuat UMKM sebagai fondasi ekonomi rakyat. Hal-hal serupa yang perlu kita dukung agar pemerintah terus bekerja dalam rangka pengamalan kontekstual Pancasila.

 Pengamalan Kontekstual Pancasila di BUMN

Meski secara resmi BUMN ditetapkan pada era Orde Baru Soeharto, namun spirit dan cita-citanya sudah dirintis sejak awal kemerdekan. Maka perjalanan BUMN begitu amat melekat dengan sejarah perjalanan republik. Sehingga tepat jika agenda kebangsaan dalam meneguhkan Pancasila juga turut menyertakan peran dan fungsi BUMN sebagai institusi negara.

Semenjak Kementerian BUMN dipimpin oleh Erick Thohir ada upaya nyata memajukan BUMN sebagai korporasi negara, serta konsisten menjadi fasilitator kesejahteraan rakyat. Langkah yang paling nyata adalah membuat IPO beberapa perusahaan BUMN dan memperluas keterlibatan masyarakat UMKM dalam aktivitas bisnis BUMN.

Alih-alih banyak berpendapat bahwa kebijakan yang ditempuh Menteri Erick baru berdampak terhadap lembaga perusahaan. Namun juga tidak sedikt pandangan yang menyatakan bahwa kebijakan pro-rakyat BUMN menjadi stimulus awal ekonomi nasional di tengah pandemi. Terlepas dari rentetan prestasi sukses Kementerian BUMN. Lebih dalam, kita hendak menemukan jejak serta menciptakan pengamalan kontekstual Pancasila dalam lingkungan BUMN.

Ketika awal Menteri Erick mengenalkan konsep nilai AKHLAK dalam BUMN. Upaya ini juga menuai pro dan kontra di masyarakat maupun lingkungan dalam BUMN. Dalam lapisan masyarakat tertentu ada yang bertendensi bahwa BUMN akan terjadi islaminasi. Akibat diksi yang digunakan berasal dari nilai Islam. Berbeda dengan lingkungan dalam BUMN yg menolak. Mereka yang membangkang secara diam-diam adalah sekumpulan pegawai dengan kecenderungan intoleran bahkan radikal. Mereka yang selama ini menguasai anggaran dan fasilitas ibadah BUMN untuk menyebarkan gagasan kontra-Pancasila.

Jika dimaknai secara jernih dan seksama, konsep AKHLAK ini jelas relevan dengan prinsip nilai Pancasila. Justru AKHLAK yang dipromosikan Menteri Erick sangat erat kaitannya dengan; kesetaraan, toleransi, integritas, profesional dan etos kerja positif. Terobosan lain beserta nilai AKHLAK adalah transparansi keterbukaan. Ini satu sistem yang berdampak positif pada pemberantasan aksi korupsi di lingkungan BUMN. Sejatinya konsep AKHLAK BUMN adalah wujud konkret atas fondasionalisme ketuhanan dalam Pancasila.

Tidak berhenti di situ, keberlangsungan ini harus terus dikawal oleh gerakan internal yang masif dan struktural. Agenda Dakwah keberagaman perlu ditingkatkan, bahkan fasilitas ibadah BUMN tidak boleh lagi menjadi tempat bersbunyinya kelompok intoleran dan radikal. Terlebih penganggaran kegiatan kemasyarakatan juga harus ditujukan untuk aktivitas yang berorientasi pada penguatan nilai Pancasila.

Publik banyak mencatat, bagaimana Menteri Erick fokus pada perbaikan sumber daya manusia di BUMN. Kementerian BUMN kini membuka lowongan pekerjaan baru yang setara secara kesempatan, serta berbasis bakat dan pengalaman. Terihat jelas dan lugas ada keinginan Menteri Erick mereduksi nepotisme dalam lingkungan BUMN. Penghargaan Menteri Erick kepada putra-putri terbaik Papua untuk bergabung memajukan BUMN adalah sebuah kebijakan yang berbasis keadilan. BUMN tidak boleh dimonopoli oleh golongan kelas tertentu, ataupun kelompok agama dan suku tertentu. Maka BUMN harus menjadi miniatur akan etos kerja dan ekosistem profesionalisme bangsa Indonesia di mata dunia.

Dalam kebijakan ini, akhirnya kita mampu melihat aspek fondasionalisme kebangsaan dalam BUMN. Upaya baik yang telah dirintis Menteri Erick, perlu disertakan pengkaderan kebangsaan dalam BUMN. Kaitanya agar yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa segera terwujud secara kokoh dan teguh bersama proses kenegaraan di masa depan.

Di tengah masa pandemi, Presiden Jokowi mengarahkan jajaran kabinet untuk fokus pada pertumbuhan ekonomi rakyat kecil. Hal ini yang kemudian mendorong pemerintah pada kebijakan penguatan UMKM dan koperasi rakyat.

Selain Menko Airlangga yang menjadi penanggung jawab penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi Indonesia di masa pandemi. Menteri Erick Thohir juga memiliki peran penting sebagai menteri BUMN dalam rangka proteksi ekonomi rakyat.

Dalam Permen BUMN No. 5 tahun 2021, BUMN membuka kesempatan luas kepada pelaku UMKM. Kebijakan ini sekaligus memastikan peran dan tanggung jawab BUMN kepada masyarakat. Sehingga masyarakat UMKM yang selama ini belum mendapatkan fasilitas perbankan/fiskal, dengan adanya permen ini bisa lebih mudah bekerja-sama dengan entitas perusahaan BUMN.

Kebijakan ini juga sejalan dengan agenda Holding Ultra Mikro BUMN yang berlokus pada penguatan dan pengembangan ekonomi kecil menengah. Ini menjadi bagian komitmen BUMN kepada usaha ultra mikro rakyat. Sehingga perbankan yang telah ditunjuk sebagai pendamping usaha kecil, memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi kebutuhan finansial usaha kecil.

Menteri Erick tidak saja membantu kebutuhan permodalan usaha kecil. Bahkan terkait pergudangan, transportasi serta pemasaran juga turut dipikirkan. Revitalisasi PT. Sarinah adalah salah satu aksi konkret BUMN untuk mewujudkan cita-cita Bung Karno mengangkat derajat produk asli Indonesia. Bersama Kementerian Koperasi dan UMKM, Menteri Erick mendorong Sarinah menjadi integrasi UMKM. Di mana satu kesatuan dari hulu ke hilir produk asli dalam negri, yang diproduksi UMKM.

Begitu terang dan jelas bahwa konstruksi kebijakan ini adalah upaya penguatan fondasionalisme keadilan sosial bagi masyarakat. Sehingga BUMN tidak melulu bicara gengsi bisnis internasional. Namun juga menjadi perangkat utama mewujudkan keadilan dan kesejahteraan seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia.

Tiga tahapan di atas menjelaskan bahwa Menteri Erick Thohir secara optimal mengupayakan sebuah gerakan perubahan di dalam BUMN. Secara teoritis apa yang dikerjakan Menteri Erick sudah memenuhi tiga fondasi pengamalan kontekstual Pancasila.

Pertama, pengamalan kontekstual pada fondasi ketuhanan. Hal itu tercermin jernih dalam konsep AKHLAK. Kedua, pengamalan kontekstual pada fondasi kebangsaan. Praktik itu begitu jelas dalam pola rekrutmen bakat dan pengalaman insan BUMN. Ketiga dan terakhir, pengamalan kontekstual fondasi keadilan sosial. Meskipun belum sempurna, namun upaya nyata keberpihakan pada UMKM dan pedagang kecil mulai berjalan. Tentu ini menjadi tugas bersama pemerintah dan masyarakat. Sehingga optimalisasi pengamalan fondasi keadilan sosial bisa terwujud secara seksama.

Pada hari lahir Pancasila 1 Juni ini, menjadi momen refleksi penting bagi kita semua terkait pengamalan kontekstual Pancasila. Tentu dari semua aktivitas pengamalan Pancasila yang sedang diperkuat dalam lingkungan BUMN tidak lah cukup. Sebagaimana dalam proses bernegara, berpancasila pun tidak pernah tuntas dalam sebuah periodisasi. Dan BUMN sebagai salah satu institusi negara telah melakukan perubahan secara elementer, progresif, masif dan terstruktur.

Kita berharap ke depan BUMN bukan saja lembaga yang berorientasi pada praktik korporasi. Melampaui dari itu, BUMN bisa menjadi pusat pengkaderan bangsa yang pancasilais, berwawasan nusantara,berprinsip integritas dan profesional, serta mampu berdaya saing secara global internasional. Karena menjadi Pancasila bukan sebatas kata-kata. Namun, bergotong royong mewujudkan cita-cita bangsa menjadi satu tindakan nyata.