Memulihkan Ekonomi Akibat Pandemi

Skenario untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi adalah dengan memacu konsumsi kelas menengah disertai peningkatan kapatuhan terhadap aturan dan protokol kesehatan.

Memulihkan Ekonomi Akibat Pandemi
Presiden Joko Widodo/Net

KATA orang, virus mematikan covid-19 seumpama permainan domino. Asal muasalnya sama-sama jadi misteri, namun diketahui berkembang dan popular di China. Lalu melahirkan permainan efek domino.

Muncul pertama kali di Wuhan, Covid-19 lalu memiliki amplifikasi energi dan memberi tekanan luar biasa kepada semua sisi kehidupan manusia, terutama kesehatan dan ekonomi.

Penyebarannya begitu mudah dan cepat menciptakan krisis kesehatan. Belum bisa diprediksi kapan berakhir karena belum ada vaksin yang ditemukan, sementara fasilitas medis di negara maju sekalipun amat terbatas.

Hingga minggu kedua Juni 2020, tercatat sudah ada 7,69 juta kasus yang terkonfirmasi positif, dan 428 diantaranya meninggal dunia. Tingkat kematian tertinggi terjadi di Amerika dan Brasil. Sementara tingkat kematian terendah ada di Singapura dan Qatar.

Langkah untuk melakukan flattening the curve yang selama ini dilakukan dimana pun, memiliki konsekuensi pada berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja di berbagai sektor, tak terkecuali sektor informal.

Kinerja ekonomi menurun tajam, konsumsi terganggu, investasi terhambat, ekspor impor terkontraksi. Pertumbuhan ekonomi melambat, menurun tajam.

Volatilitas sektor keuangan muncul seiring turunnya investor confidence dan terjadinya flight to quality sektor keuangan juga terdampak karena penurunan kinerja sektor riil akibat NPL, profitabilitas dan solvabilitas perusahaan mengalami tekanan.

Indeks ketidakpastian global mengalami peningkatan, kapitalisasi saham global merunduk lesu, kota-kota besar yang kerap berdenyut tiba-tiba berhenti bagai kota mati.

Menuju Normal Baru

Penghujung Mei 2020, seiring mulai berkurangnya penambahan kasus baru Covid-19 secara global, aktivitas ekonomi mulai merangkak tergopoh-gopoh. Kita pun kini, berada pada masa transisi menuju normal baru.

Meski tak secepat negara-negara lain di dunia, ekonomi Indonesia juga mulai membaik. Terutama ditopang oleh sektor konsumsi. Lagi-lagi kita diselamatkan oleh para pelaku usaha kecil dan menengah, yang lebih fleksible melakukan gerakan pivot.

Pemerintah sendiri melalui Presiden Jokowi sudah melempar sinyal agar pelaku usaha bisa mulai menghela nafas di tengah tekanan akibat efek domino covid-19.

Presiden Joko Widodo sampai harus turun ke salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi. Beberapa daerah yang memasuki fase transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat juga sudah menetapkan waktu pembukaan pusat perbelanjaan di pertengahan Juni.

Tentu saja Presiden punya alasan kuat untuk mengirim sinyal pergerakan ekonomi, karena nyatanya sektor konsumsi menjadi kepingan terakhir yang mampu mengungkit kepingan lainnya kembali akibat gerakan pivotnya.

Begitu juga alasan kenapa mal dipilih presiden sebagai tempat pertama yang dibuka, sejatinya sebagai simbol bahwa sektor konsumsi menjadi penting untuk melakukan transisi menuju normal baru.

Merujuk data terakhir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 tahun 2020 dari BPS, sektor konsumsi rumah tangga menjadi penopang utama PDB. Kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 1,56% dari capaian pertumbuhan 2,97%.

Data tersebut menjadi bukti jika putaran ekonomi dalam quartal pertama tahun 2020 ini betul-betul ditopang oleh sektor konsumsi, terutama rumah tangga.

Pun demikian jika melihat data Bank Dunia, bahwa kalangan kelas menengah dan kelas harapan yang masing-masing mencapai 20 % dan 45 % dari populasi menjadi kunci pertumbuhan dan kemajuan ekonomi Indonesia.

Untuk hal ini, peran paket kebijakan di tengah pandemi Covid-19 dalam berbagai skema bantuan sosial yang menyasar semua segmen masyarakat tentu saja tak dapat dipungkiri. Termasuk untuk kelompok ekonomi yang rentan.

Paket kebijakan tersebut diberikan dalam bentuk insentif pajak, potongan tarif listrik serta relaksasi kredit. Melalui cara ini, negara berusaha tetap hadir di tengah pandemi. Membuat mereka mampu menghela nafas sejenak.

Salah satu paket kebijakan tersebut misalnya adalah subsidi bunga ultra mikro dan UMKM yang diberikan melalui Kemenkop UKM. Dimana subsidi bunga mencapai Rp35,28 triliun yang telah ditransfer ke sekitar 60,66 juta rekening.

Untuk penundaan angsuran dan subsidi bunga untuk usaha mikro kecil sebesar 6% selama 3 bulan pertama dan 3% selama 3 bulan bulan berikutnya, serta usaha menengah sebesar 3% selama 3 bulan pertama dan 2% selama 3 bulan berikutnya. Total penundaan cicilan pokok dan subsidi untuk KUR, UMi, Mekaar, dan pegadaian selama 6 bulan adalah sebesar Rp285,09 triliun.

Skenario V

Hanya saja, dalam jangka panjang tentu tidak cukup hanya dengan menghela nafas saja. Perlu ada upaya yang bisa memantik kembali para pelaku usaha untuk melakukan lompatan besar bukan sekadar kembali ke kondisi normal saja.

Pemerintah sendiri sudah memiliki skenario untuk memacu konsumsi kelas menengah dalam memulihkan ekonomi. Skenario seperti yang disampaikan ekonomi Boston Consulting Group mengenai seberapa parah Covid-19 menginfeksi ekonomi suatu negara dan bagaimana skenario pemulihannya.

Adalah Philipp Carlsson, martin Reeves dan paul Swart dalam publikasinya di Harvard Business Review. Yang salah satunya menyajikan skenario V, dimana grafik ekonomi berbentuk alphabet V. Skenario ini menggambarkan dampak guncangan yang memukul grafik ekonomi. Tak Cuma itu, namun juga bisa luluh lantah, potensi pertumbuhannya minus.

Menurut Philipp, Martin, dan Paul meski mengalami guncangan namun pertumbuhan akhirnya terkatrol kembali dalam waktu cukup singkat. Ini lantaran tingkat pertumbuhan tahunan mampu menyerap energi guncangan. Meski begitu, tak semua bisa mengalami peningkatan dalam waktu sekejap. Perlu struktur ekonomi yang cukup kuat.

Kabar baiknya, Indonesia secara teoritis punya satu dari dua syarat sebagai negara yangmemiliki struktur ekonomi yang kuat. Sehingga dapat melangkah memasuki normal baru dengan skenario V. Perekonomian Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Kekuatan domestik yang mendorong aktivitas ekonomi riil.

Namun skenario V jugas harus dipahami bahwa konsumsi yang sempat tertunda harus segera didorong kembali sebelum betul-betul ambyar. Presiden Jokowi tahu betul momentum itu tak boleh dilewatkan, sehingga ia turun ke pusat perbelanjaan.

Peran Ekonomi Digital

Disinilah pentingnya menyadarkan masyarakat tentang protokol kesehatan untuk mewujudkan Indonesia produktif dan aman dari Covid-19. Tentu saja penyadaran soal protokol baru seperti cuci tanngan dan jaga jarak mesti ditopang juga dengan tetap memastikan pengawasan yang ketat dan kapasitas pelayanan kesehatan yang memadai.

Karena sesungguhnya kunci utama suksesnya menerapkan skenario V adalah sejauh mana pemerintah mampu mengendalikan Covid-19. Ini harus dipastikan, karena mengingat penambahan kasus positif Covid-19 masih terus bertambah, meskipun jumlah yang sembuh juga terus bertambah.

Untuk memastikan suksesnya skenario V, juga mesti dipastikan program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN berjalan dengan mengutamakan asas keadilan sosial, sebesar-besar kemakmuran rakyat, mendukung pelaku usaha, serta menerapkan prinsip GCG.

Karena walaubagaimanapun spirit utama program PEN ini adalah melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha (di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi UMKM, Usaha Besar dan Koperasi yang kegiatan usahanya terdampak pandemi COVID- 19) dalam menjalankan usahanya.

Yang tak kalah pentingnya tentu saja juga mengoptimalkan ekonomi digital. Menurut survei yang dilakukan Redseer, sebanyak 51% responden di Indonesia mengaku bermigrasi dan pertama kali menggunakan aplikasi belanja saat pembatasan sosial berskala besar. Migrasi tersebut memompa volume permintaan di market daring. Melonjak antara 5-10 kali dibandingkan sebelum pandemi. Belanja berbagai kebutuhan harian masyarakat dilakukan secara digital menggunakan beragam aplikasi.

Artinya ada peran ekonomi digital yang tetap bisa mendorong konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi tersebut ternyata juga berkat migrasi konsumen menggunakan aplikasi daring ataupun ecommerce. Mungkin yang perlu digarisbawawi juga adalah mendorong tumbuhnya market-market baru yang bisa mengakomodasi pelaku usaha UMKM yang selama ini belum berafiliasi dengan ecommerce.

Itulah kenapa dalam Program PEN, peran lembaga penjaminan seperti Jamkrindo menjadi sangat penting. Karena spektrum usahanya telah diperluas sesuai dengan perkembangan teknologi dan dunia industri terkini.

Usaha-usaha rintisan (startup business) yang memenuhi kriteria UMKM dan bergerak di bidang teknologi finansial, ritel, teknologi, dan jasa bisa mendapatkan jaminan pembiayaan untuk kegiatan usaha.

Bidang-bidang usaha tersebut, terutama yang sudah Go Digital tentu punya peluang yang sangat besar untuk melakukan lompatan. Karena sangat banyak pekerjaan di sektor ekonomi digital yang tak lagi membutuhkan fasilitas kantor yang berbiaya tinggi. Ekonomi digital adalah model yang paling aman dan realitsis dijalankan selama transisi normal baru. Lebih minim kontak dan efisien dari sisi infrastrukrur bisnis.