Mencari Terang Surat Perintah Sebelas Maret

Mencari Terang Surat Perintah Sebelas Maret
Presiden Soekarno dan Letjen Soeharto

MONITORDAY.COM - Suka tidak suka, Surat Perintah Sebelas Maret sudah jadi bagian dari sejarah panjang republik ini. Surat sakti yang sejatinya merupakan perintah Presiden Soekarno untuk Menpangad Letjen Soeharto guna menstabilkan situasi pasca geger di malam jahanam 30 September 1965 itu digunakan di luar batas kewenangan.

Keberadaan naskah asli menjadi penting, selain untuk mengetahui versi mana dari tiga versi yang ada di arsip sejarah yang dibuat oleh Presiden Soekarno. Tapi juga untuk merawat ingatan masyarakat yang seringkali rapuh digerus zaman. 

Dari tiga versi salinan surat perintah sebelas Maret (Supersemar) yang tersimpan di Sekretariat Negara, Pusat Penerangan TNI AD, Yayasan Akademi Kebangsaan, tidak satupun yang otentik. Naskah aslinya sampai saat ini masih tidak dapat diketahui keberadaan dan kebenarannya.

Kepala Arsip Negara RI, M. Asichin pada tahun 2013 pernah melakukan penelitian yang melibatkan pihak kepolisian untuk mencari tahu apakah dari ketiga versi yang ada merupakan naskah yang autentik.

"Dari bantuan pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, semuanya dinyatakan belum ada yang orisinal, belum ada yang autentik. Jadi, dari segi historis, perlu dicari terus di mana Supersemar yang asli itu berada," ungkap M. Asichin, saat menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip.

Menariknya, Supersemar versi TNI dibuat dengan teknologi mesin komputer. Padahal, tahun 1966 belum penggunaan komputer belum jamak, masih menggunakan mesin ketik manual. "Berarti dokumen itu palsu, dibuat setelah tahun 1970-an," kata M. Asichin.

Namun, ketiga versi ini tidak terlalu berbeda dari struktur bahasa, hanya saja ada satu klausul atau poin yang hilang atau sengaja dihilangkan, yaitu klausul tiga yang berbunyi: "Seoharto, melaporkan segala tugas yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggungjawabnya seperti tersebut di atas."

Satu klausul yang hilang ini menjadi krusial, sebab interpretasi Soeharto sebagai yang diberikan mandat jadi jauh berbeda seperti yang diinginkan Soekarno, yang hanya memerintahkan supaya situasi menjadi aman dan stabil di tengah huru-hara dan situasi krisis ekonomi. Soeharto melakukan segala hal tanpa melaporkan kepada Soekarno.

Supersemar lantas diterjemahkan sebagai wewenang penuh mengambil semua kebijakan atas nama Presiden. Hasilnya, sesaat setelah Supersemar dikirim ke Jakarta, Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan, Soeharto lalu menangkap 15 menteri yang dianggap terlibat dalam gerakan 30 September. 

Lebih dari itu, Supersemar akhirnya digunakan sebagai media suksesi kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto, jadi titik awal lahirnya Orde Baru. Maret 1966 menyebar isu kalau super semar merupakan surat pengalihan kekuasaan.

"Perintah sebelas Maret lahir, ditandatangani sudah mendekati sore, isinya memberikan wewenang kepada saya yang dipandang perlu, untuk mengambil tindakan atas nama beliau. Untuk mengamankan perjuangan, revolusi, Dan lain sebagainya itu merupakan satu wewenang yang luar biasa," ujar Soeharto menjelang kejatuhannya pada 1998.

Soeharto bersikeras bahwa pembubaran PKI dasarnya jelas yakni perintah Presiden Sukarno dalam Supersemar. "Untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, demi tetap terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan.”

Hal yang sebenarnya langsung dibantah Soekarno, mengetahui pembubaran PKI dan penangkapan 15 pembangunannya, enam hari setelah surat perintah itu dikeluarkan. Soekarno memperingatkan Soeharto dari tindakannya yang kebablasan, posisi Presiden dan kekuasaan tertinggi negara masih ada di tangannya. 

Pada perayaan Kemerdekaan Indonesia yang ke-21, Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraannyA mengingatkan kembali hakikat Surat perintah sebelas Maret.

"Dikiranya SP sebelas Maret itu suatu transfer of Sovergnity, of authority. Padahal tidak!"

Surat perintah sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan jalannya pemerintahan, demikian kata Soekarno. "Kecuali itu, juga perintah pengamanan keselamatan pribadi presiden, perintah pengamanan ajaran presiden."

Soekarno menyerahkan Supersemar itu kepada tiga perwira tinggi, Mayjen TNI Basuki Rahmat, Brigjen TNI Amir Machmud, dan Brigjen TNI M.Yusuf. Sedangkan yang menjadi saksi tiga orang Wakil Perdana Menteri yaitu Soebandrio, Chairul Saleh, dan J.Leimena. Soekarno menyerahkan surat itu di ruang makan Istana Bogor jam 17.30.

Siapa sangka, Peristiwa di ruang makan Istana itu jadi satu titik di lintasan sejarah Republik Indonesia, yang menjadi penentu perpindahan kekuasaan, lahirnya Orde Baru, dan berlangsungnya otoritarianisme selama tiga dekade lamanya.