Larangan Keras Rasulullah untuk Mengemis

MONITORDAY.COM - Sebuah video menunjukkan aksi Satpol PP Kota Semarang yang sedang melakukan sweeping di jalanan (24/09). Video tersebut menjadi viral karena seorang pensiunan polisi bernama Agus tertangkap tengah mengemis menjadi manusia silver. Menurut keterangan Kabid Humas Polda Jateng, hal tersebut terpaksa Agus lakukan dengan dalih desakan ekonomi. Ia malu untuk meminta bantuan kepada kerabat atau rekannya, sehingga ia nekat menjadi manusia silver.
Kasus diatas kelihatannya sudah menjadi kategori masalah sosial yang tidak pernah terselesaikan. Apalagi saat pandemi covid-19 muncul, terjadi ketidakseimbangan ekonomi. Ribuan usaha harus gulung tikar, pengangguran dimana-mana, angka kemiskinan semakin naik. Mendengarnya saja sudah prihatin, bukan? Bayangkan jika hal tersebut menimpa hidup kita.
Semenjak faham kapitalisme menyebar ke seluruh dunia, fungsi uang yang awalnya sebagai alat tukar, nyatanya sudah menjadi alat kontrol kehidupan. Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Kesenjangan tersebut berdampak pada lahirnya kriminalitas.
Kondisi kemiskinan mampu menggerakkan manusia diluar dirinya. Semua itu dilakukan demi uang belaka. Seperti kisah Pak Agus diatas, ia terpaksa mengemis padahal dulunya ia seorang polisi yang tugasnya mengamankan pengemis.
Mengemis dalam islam termasuk sesuatu yang diharamkan. Rasulullah SAW sangat membenci perbuatan meminta-minta. Beliau memberi peringatan keras kepada orang yang suka meminta-minta. Dalam sabdanya, “Sejelek-jeleknya orang pada hari kiamat adalah orang yang mengosongkan waktu (al-farigh) dan orang yang hidupnya ditutupi orang lain (al-mukaffa).” Al-farigh artinya orang yang mengosongkan waktu dengan tidak bekerja, sedangkan Al-mukaffa artinya orang yang kebutuhannya dipenuhi oleh orang lain.
Secara konteks, hadits tersebut bukan ditujukan kepada para dhu’afa, orang lansia atau penyandang disabilitas. Akan tetapi, ditekankan kepada mereka yang masih sanggup dan kuat untuk bekerja. Rasulullah bahkan mengutuki mereka sebagai seburuk-buruknya orang.
Rasulullah SAW mengecam praktik meminta-minta dengan sebuah ancaman yang menyeramkan. Beliau bersabda, “Tidak berhenti seseorang diantara kalian yang suka meminta-minta sampai ia bertemu dengan Allah dalam keadaan daging wajahnya tersobek-sobek, wajahnya lusuh, dan dagingnya berjatuhan, disebabkan banyaknya ia mendatangi orang-orang, meminta belas kasihan agar diberi sesuatu.”
Kemudian beliau melanjutkan bahwa sekecil apapun usaha yang kita lakukan, walau hanya menjadi buruh panggul, hal tersebut lebih dihargai. “Sesungguhnya seseorang diantara kalian yang menyingsingkan lengan tangan kemudian mengambil kayu bakar dan menggendongnya adalah lebih baik daripada meminta-minta belas kasih dan pemberian orang lain.”
Menganggur dan mengemis jelas bertentangan dengan yang Rasulullah ajarkan. Rasulullah SAW selalu mengajak para sahabat untuk terus beramal dan bekerja, sekalipun hari kiamat tiba esok, kalau ada satu biji benih tanaman di tangan, maka harus ditanam. Seperti sabdanya, “Jikapun esok akan kiamat, sedang di tangan kalian ada satu biji benih tumbuhan, maka tanamlah.”
Adapun jika kondisinya sangat terpaksa hingga harus mengemis, mengemis disini maksudnya meminta bantuan orang lain, bukan meminta belas kasih dengan melusuhkan diri. Rasulullah memberi tiga syarat, seperti yang beliau katakan kepada salah seorang sahabat, Qabishah bin Mukhariq Al Hilal: “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi salah satu dari tiga golongan.
Pertama, orang yang memikul beban tanggungan yang sangat berat di luar kemampuannya (Misalnya, orang yang terlilit hutang hingga seluruh kepunyaannya disita). Maka, dia boleh meminta-minta sampai sekadar cukup, lalu berhenti.
Kedua, orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya (Kebutuhan pokok, seperti tempat tinggal, pakaian dan makanan).
Ketiga, orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar sangat miskin (Kemiskinannya diakui banyak orang, tidak punya apa-apa dan tidak bisa bekerja). Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya.
Sedangkan selain dari ketiga golongan tersebut wahai Qabishah maka meminta-minta itu haram, hasilnya bila dimakan juga haram.” (HR Muslim).
Kerasnya Rasulullah kepada orang yang mengemis bukan karena Rasulullah tidak punya belas kasihan. Justru bentuk belas kasih yang ditunjukkan Rasul adalah perintah untuk bekerja keras.
Dikisahkan ada seorang pemuda yang sehat dan terlihat bugar tetapi ia mengemis. Kemudian Rasulullah menegurnya, seraya bertanya apa harta yang masih ia punya. Ternyata si pemuda masih punya sehelai kain. Singkat cerita, Rasulullah melelang kain tersebut dan uang hasil lelangnya dibelikan kapak oleh Rasulullah. Lalu pemuda pengemis itu menjadikan kapak tersebut sebagai alat usahanya sebagai tukang kayu. Hingga terpenuhilah kebutuhan ia sehari-hari.
Permasalahan ekonomi seharusnya tidak membuat kita hina dengan jalan mengemis atau bahkan mencuri. Setiap manusia pasti dibekali potensi di dalam dirinya. Selagi masih mampu menjalankan otak dan melangkahkan kaki, kenapa harus berhenti mencari rezeki?
Seterpuruk apapun kondisi kita, tidak mungkin Allah tidak menganugerahi rezeki. Minimal bisa bernapas, bisa ibadah, bisa makan, itu sudah cukup disebut rezeki. Ingatlah, diciptakan oleh-Nya tangan bukan untuk mengemis, tapi untuk berdoa yang optimis agar tidak bersikap materialistis.