Ikhtiar Menghadapi Musibah

Ikhtiar Menghadapi Musibah
Ilustrasi rumah yang luluh lantak terkena bencana alam

MONITORDAY.COM -

Musibah adalah sebuah keniscayaan yang pasti dialami manusia. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS. Al Baqarah: 155. Dalam ayat tersebut, Allah SWT menegaskan bahwa manusia pasti akan diberi ujian berupa ketakutan, kehilangan harta, jiwa atau hasil kerja kerasnya. Namun Allah SWT menjanjikan kabar gembira bagi orang yang sabar. Ciri orang sabar adalah saat mengalami musibah, dia mengatakan Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. 

Jika musibah adalah keniscayaan, maka tak ada gunanya untuk berharap terhindar darinya. Namun manusia bisa berikhtiar untuk bisa meminimalisir dampak musibah serta menyiapkan mental dengan menanamkan sifat sabar seperti yang difirmankan Allah SWT. 

Manusia tidak boleh hanya bisa pasrah dalam menyikapi musibah. Tetap harus ada peran aktif manusia dalam menghadapinya. Misalnya saat kita punya harta yang banyak. Musibah yang mungkin terjadi adalah harta tersebut hilang atau dicuri orang. Kita bisa mengantisipasinya dengan menaruhnya di bank atau brankas yang aman. 

Saat kita mempunyai mobil atau motor, musibah yang mungkin terjadi adalah kecelakaan. Kita bisa memitigasinya dengan melakukan service rutin atau tidak berkendara saat mengantuk. Jika kita masih menempuh pendidikan tinggi, musibah yang mungkin terjadi adalah kita tidak lulus. Hal ini bisa diantisipasi dengan belajar yang benar dan menyelesaikan tugas akhir. 

Musibah justru membuat manusia seharusnya lebih bersiap dan mawas diri. Bagaimana dengan musibah berupa bencana alam? Dimana tak ada yang tahu kapan terjadinya? Pada prinsipnya sama saja. Kita tidak pernah tahu kapan gunung meletus atau gempa terjadi. Namun dengan ilmu dan teknologi modern, kita bisa memitigasi itu semua. Mungkin tidak sepenuhnya akan menyelamatkan kita. Tapi mitigasi bisa meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan. 

Sayangnya umat Islam banyak yang belum benar-benar memaksimalkan potensi zikir dan pikirnya untuk proaktif memitigasi musibah ini. Sehingga seolah-olah hanya pasrah pada kehendak Tuhan. Tawakkal atau pasrah harus dilakukan saat ikhtiar sudah maksimal. Jika belum maksimal maka kita masih perlu banyak belajar mengenai ikhtiar yang benar. 

Jika ikhtiar sudah maksimal, manajemen risiko sudah diterapkan, hasilnya kita masih terkena musibah, barulah kita ucapkan Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun. Artinya sesungguhnya kita semua milik Allah SWT dan sesungguhnya kepadaNya kita akan kembali. 

Kalimat ini pun jangan dipahami sebatas ucapan, namun harus dimaknai juga secara substantif. Bahwasanya kita tidak perlu sedih atas kehilangan yang kita alami. Karena semua milik Allah hakikatnya. Bukan milik kita.