Aturan Pengeras Suara Masjid Untuk Harmoni Sosial

Aturan Pengeras Suara Masjid Untuk Harmoni Sosial
Ilustrasi masjid dan menaranya

MONITORDAY.COM - Persoalan pengeras suara masjid menjadi hal yang sensitif di masyarakat. Terutama di daerah dengan mayoritas muslim. Ada pandangan bahwa mengatur soal pengeras suara masjid sama dengan menyerang agama Islam. Karena apa yang disuarakan pengeras masjid pasti sesuatu yang baik. Azan, bacaan Al Qur'an atau pengajian. 

Kita tentu sangat mafhum bahwa adzan lima kali sehari memang harus dikumandangkan dengan pengeras suara. Hal ini mesti diterima dan dimaklumi. Bahkan non muslim yang tinggal di lingkungan muslim pun mesti toleran untuk mendengar azan. Namun bagaimanakah dengan aktifitas selain azan? Misalnya pengajian, shalawatan, murottal Al Qur'an, apakah perlu memakai speaker luar? Atau cukup dengan speaker dalam?

Aturan mengenai pengeras suara masjid telah diterbitkan oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag pada tahun 1978. Dalam lampiran instruksi tersebut diatur syarat-syarat penggunaan pengeras suara antara lain yaitu tidak boleh terlalu meninggikan suara do’a, dzikir, dan sholat karena pelanggaran seperti ini bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan bahwa umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya.

Lebih lanjut, suara yang memang harus ditinggikan adalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat.Selain itu, dijelaskan pula bahwa mereka yang menggunakan pengeras suara hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindari anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar, dan sebaliknya malah menjengkelkan.

Aturan yang dikeluarkan tahun 1978 tersebut diminta untuk disosialisasikan kembali oleh Dirjen Bimas Islam pada tahun 2018. Tahun ini, Kementerian Agama kembali menerbitkan aturan baru mengenai pengeras suara masjid. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. 

Di bawah ini ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

1. Umum
a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:
1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;
2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan
3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara
a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan
d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara
a. Waktu Salat:
1) Subuh:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan
b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

3) Jumat:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:
1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;
2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;
4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan
5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

4. Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya.

Suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:
a. bagus atau tidak sumbang; dan
b. pelafazan secara baik dan benar.

5. Pembinaan dan Pengawasan
a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.
b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan. 

Aturan tersebut selayaknya disikapi dengan hati yang jernih dan kepala yang dingin. Sebagian pihak memaknai adanya aturan pengeras suara untuk membatasi syiar Islam. Padahal jika dibaca dengan jernih, aturan tersebut tidak membatasi syiar Islam yang memang wajib seperti azan. Adapun yang tidak dianjurkan menggunakan speaker luar adalah yang sifatnya sunnah. Menggunakan speaker dalam pun tak mengapa.