Muhammadiyah Warisan Tajdid KH. Ahmad Dahlan

MONITORDAY.COM - Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang mempunyai misi dakwah dan tajdid. Misi dakwah yang diemban Muhammadiyah tak ada bedanya dengan gerakan Islam pada umumnya. Yakni menyebarkan risalah Islam dan meninggikan kalimat Allah SWT di muka bumi.
Namun yang menjadi ciri khas dan membedakan Muhammadiyah dengan gerakan Islam lain adalah gerakan tajdid. Dalam tulisan sebelumnya, tajdid adalah pembaharuan untuk memurnikan dan mengembangkan ajaran Islam sehingga tetap relevan sepanjang zaman.
Gerakan Muhammadiyah tak bisa lepas dengan sosok pendirinya yakni KH. Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan dibesarkan dalam lingkungan ulama yang elit di Masjid Gedhe Kauman. Hal tersebut membuat ya mempunyai akses untuk dapat belajar langsung Islam di Mekkah dan juga berhaji. Beliau pergi ke Mekkah sebanyak 2 kali.
Walaupun dibesarkan dalam lingkungan ulama ningrat yang mempunyai pemahaman keIslaman tradisional, Kiai Dahlan terbuka dengan pemahaman-pemahaman baru yang bercorak reformis. Kiai Dahlan membaca karya-karya Muhammad Abduh M. Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyyah. Hasil dari bacaannya dia sampaikan dan dialogkan dengan ulama lainnya.
Salah satu usul beliau yang menarik perhatian adalah mengenai pelurusan arah kiblat dengan ilmu Falak. Hal ini mengalami penolakan dengan berbagai macam alasan. Pernah murid-muridnya yang sedikit nakal nekad mengubah garis shaf masjid gede. Hal ini membuat para ulama sepuh marah. Sampai langgar kidul milik KH. Ahmad Dahlan harus dirobohkan oleh massa yang tidak bisa dikendalikan saat itu.
Pembaharuan lainnya yang dilakukan Kiai Dahlan adalah membentuk organisasi Islam yang bernama Muhammadiyah. Organisasi ini terbentuk setelah Kiai Dahlan banyak bergaul dengan Budi Utomo. Kiai Dahlan juga membuat sekolah Islam modern dimana sebelumnya lembaga pendidikan Islam hanya berupa pesantren. Dengan sekolah Islam modern ilmu agama dan ilmu umum bisa diajarkan dua-duanya.
Pada mulanya banyak tuduhan yang dialamatkan kepada Kiai Dahlan, misalnya Kristen Putih atau Kiai Kafir. Namun hari ini pembaharuannya sudah banyak diadopsi. Tak hanya Muhammadiyah yang mempunyai sekolah Islam modern. Banyak organisasi Islam yang mendirikannya. Pengukuran arah kiblat dengan ilmu Falak sudah diterima.
Persyarikatan Muhammadiyah pun menjelma menjadi "negara" dalam negara, membantu pemerintah NKRI melaksanakan layanan kesehatan, sosial dan pendidikan. Tentu saja kerja-kerja persyarikatan belum selesai, bahkan semakin banyak. Di abad kedua tantangan berbeda dengan abad pertama. Perlu ijtihad dan reformasi baru guna menjawab tantangan zaman yang berubah.