Islamophobia Di Indonesia, Mitos Atau Fakta?

Islamophobia Di Indonesia, Mitos Atau Fakta?
Unjuk rasa menolak Islamophobia

MONITORDAY.COM - Islamophobia terdiri dari dua kata, Islam dan phobia. Secara sederhana phobia adalah ketakutan seseorang tanpa ada sebab yang jelas. Atau bisa juga takut sesuatu yang biasanya tidak ditakuti oleh orang lain. 

Jika anda takut barang anda dicuri atau dirampok, itu bukan phobia. Karena memang dua hal tersebut menakutkan. Namun jika anda takut dengan benda berbentuk segitiga, hal tersebut adalah phobia. Karena secara umum orang-orang tidak takut dengan benda berbentuk segitiga. 

Maka Islamophobia adalah ketakutan terhadap Islam tanpa alasan yang jelas. Sebenarnya bisa juga jelas alasannya, namun hal tersebut didasari atas kesalahpahaman. Misalnya ada yang Islamophobia karena menyangka bahwa Nabi Muhammad pedofil, haus darah, punya nafsu tinggi terhadap wanita. Ini salah kaprah yang menjadi penyebab Islamophobia. 

Di Barat Islamophobia tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Terlebih pasca peristiwa 11 September 2001. Dimana Osama Bin Laden menjadi terdakwa dari tragedi tersebut. Muslim diidentikkan dengan teroris. Hijab dituduh sebagai simbol teroris. Muslim dicurigai di sana-sini. 

Sampai hari ini Islamophobia masih ada di barat. Walau intensitasnya yang menurun. Perkembangan Islam juga cukup gemilang di barat, salah satunya disebabkan oleh banyak imigran dari timur tengah. 

Namun bagaimanakah di negeri mayoritas muslim seperti Indonesia? Adakah Islamophobia? Jika kita perhatikan peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu, ada beberapa nama yang melakukan pernyataan Islamophobia. 

Ada Joseph Paul Zhang, M. Kace dan Budi Santosa. Artinya ada Islamophobia di Indonesia. Hal ini karena alasan ketidakpahaman terhadap ajaran Islam. Joseph Paul Zhang merupakan Kristen garis keras yang kabur ke Jerman untuk menyebarkan pikirannya. Begitupun dengan M. Kace, namun Kace di Indonesia dan berhasil ditangkap dengan dakwaan penistaan agama. 

Adapun Budi Santosa Purwokartiko adalah Rektor Institut Teknologi Kalimantan yang juga interviewer LPDP. Beliau membuat pernyataan di media sosial yang mendiskreditkan penutup kepala dan menganggapnya identik dengan gurun dan pikiran tertutup. Imbas dari pernyataan dia adalah dicopotnya dari pewawancara LPDP. 

Dari kasus-kasus di atas, jelas bahwa indikator Islamophobia adalah orang yang mengkritik atau menyerang ajaran primer dari Islam. Misalnya terkait akidah Islam dan ibadah mahdhah. 

Namun tidak bisa disebut Islamphobia manakala yang dikritik adalah implementasi ajaran Islam atau ajaran Islam yang khilafiyah. Ketika saya mengkritik kenapa umat Islam masih banyak yang maksiat padahal mereka shalat ini bukan Islamophobia. Jika saya mengkritik kenapa umat Islam masih mundur sementara barat sudah maju ini juga bukan. 

Kita juga tidak bisa menuduh Islamophobia kepada kawan-kawan yang mengkritik konsep-konsep negara Islam, ekonomi Islam, politik Islam dll. Karena konsep-konsep tersebut memang tidak baku dan dinamis. Kritik terhadap konsep tersebut boleh jadi bisa memperkuat dan mengembangkan untuk menjadi lebih baik. 

Kesimpulannya bahwa orang yang menyerang ajaran fundamental Islam memang ada. Mereka ini termasuk Islamophobia. Namun kritik terhadap implementasi ajaran agama dan konsep agama yang tidak baku bukanlah bagian dari Islamophobia.