Wayang, Sunan Kalijaga Dan Rukun Islam

Wayang, Sunan Kalijaga Dan Rukun Islam
Ilustrasi pertunjukan wayang

MONITORDAY.COM - Media sosial seolah tak ada habisnya menyajikan isu keagamaan yang viral. Setelah sebelumnya viral Oki Setiana Dewi dengan pernyataan mengenai suami memukul istri, kini kita disuguhkan dengan viralnya ceramah Khalid Basalamah mengenai wayang bukan tradisi agama Islam. Baik Oki maupun Khalid sudah memberikan klarifikasi dan meminta maaf. 

Saya tidak ingin berlarut-larut terlibat dalam polemik pernyataan soal wayang halal atau haram. Namun saya ingin mengambil hikmahnya saja. Karena pernyataan tersebut, saya menjadi tergerak untuk membaca-baca mengenai sejarah wayang yang sempat menjadi medium dakwah. Tokoh yang menjadikan wayang sebagai medium atau wasilah dakwah adalah Sunan Kalijaga. Yang namanya sekarang sudah diabadikan menjadi Kampus UIN di Yogyakarta. 

Sudah lama saya dengar bahwa wayang memang menjadi medium dakwah. Namun secara lebih detailnya saya belum pelajari. Maka saya menemukan satu tulisan di Jurnal Sejarah Peradaban Islam (JUSPI) yang berjudul Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukan dan Dakwah. Ditulis oleh Bayu Anggoro dari Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2018 yang akan menjadi referensi utama dari tulisan ini. 

Tak dapat dimungkiri, wayang memang bukan berasal dari tradisi Islam. Wayang berasal dari tradisi animisme dan dinamisme yang menjadi kepercayaan masyarakat nusantara sebelum datangnya agama asing. Saat Hindu Buddha datang pun, tradisi animisme dan dinamisme masih banyak yang dipertahankan. Salah satunya adalah tradisi pemujaan roh leluhur. 

Pada mulanya wayang adalah bagian dari tradisi pemujaan roh leluhur. Dimana roh leluhur dibuat dalam bentuk wayang untuk dipertunjukkan. Para penyebar agama Hindu dan Buddha memanfaatkan wayang sebagai medium penyebaran agama mereka. Caranya adalah mereka memasukan kisah-kisah yang ada dalam kitab mereka seperti Mahabharata dan Ramayana kepada pertunjukan wayang. 

Apa yang dilakukan penyebar agama Hindu terhadap wayang dilakukan juga oleh penyebar Islam. Tokohnya adalah Sunan Kalijaga. Jika pada umat Hindu berhasil melakukan Hinduisasi wayang, maka Sunan Kalijaga bermaksud melakukan Islamisasi terhadap wayang. Pada akhirnya upaya ini berhasil. 

Ketika kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan, semua perlengkapan upacara kerajaan dibawa ke Demak termasuk wayang dan alat gamelan yang merupakan seni budaya istana yang sudah berkembang pada zaman Hindu-Budha. Atas perintah Raden Patah Walisongo meyempurnakan bentuk wayang dan membuat lakon carangan yang didalamnya dimasukan unsur aqidah, ibadah dan akhlaq menurut ajaran Iskam. Sunan Kalijaga memasukan unsur pendidikan Moral,ketuhanan dan hidup bermasyarakat.

Sunan Kalijaga menciptakan menciptakan lakon-lakon baru berkenaan dengan menyelenggarakan pergelaran-pergelaran wayang dengan upah baginya (sebagai dalang) berupa kalimat syahadat. Untuk memudahkan masyarakat awam dalam menerima dan memahami agama Islam, Sunan Kalijaga juga memasukan rukun Islam kedalam tokoh pandawa lima.

Rukun Islam kesatu adalah kalimat syahadat atau syahadatain yang dijelmakan dalam tokoh Puntadewa sebagai anak sulung dari Pandawa. Dalam cerita wayang sifat-sifat Puntadewa sebagai raja yang memiliki sikap berbudi arif bijaksana, adil dalam perbuatan dan jujur dalam setiap perkataan. Puntadewa ini merupakan pengejawentahan dari kalimat syahadat yang selama ini mengilhami kearifan dan keadilan. Puntadewa memimpin empat orang saudaranya dalam suka dan duka dan penuh rasa kasih sayang. Demikian pula dengan rukun Islam yang kedua,ketiga,keempat dan kelima. Namun jika tidak menjalankan rukun Islam yang pertama maka yang lain akan sia-sia

Rukun Islam kedua adalah Sholat yang dipersonifikasikan dalam tokoh Bima atau Werkudara. Dia dikenal sebagai penegak pandawa kerana dia jarang sekali duduk bahkan tidur saja sambil berdiri hal ini seperti halnya sholat yang setiap saat harus dikerjakan tanpa menghalangi apun karena sholat merupakan tiang agama bagi umat Islam.

Rukun Islam ketiga adalah puasa dipersonifikasikan dengan Janak dalam pewayangan Arjuna disebut lelananging jagat atau pria pilihan. Nama arjuna diambil dari kata jun yang berarti jembangan. Benda ini merupakan simbol yang jernih. Kejernihan Arjuna memancar dari wajah dan tubuhnya. Arjuna juga merupakan pecinta seni keindahan, perasaannya yang sangat halus dan hangat. Banyak wanita yang suka dan tergila-gila kepadanya.karena kehalusan budi pekertinya, arjuna sulit mengatakan tidak sehingga ada kesan seolah-olah lemah padahal dia tidak ingin menyakiti hati orang lain. Jadi bagi orang yang suka berpuasa jiwanya menjadi kuat menghadapi segala cobaan.

Rukun Islam keempat dan kelima adalah zakat dan haji yang dipersonifikasikan Nakula-Sadewa. Pandawa bukanlah pandawa jika tidak ada yang kembar meskipun mereka dilahirkan dari ibu yang berbeda. Mereka juga mempunyai kepribadian yang bagus rajin bekerja dan berpakaian bagus. Ibarat orang yang senang mengeluarkan Zakat dan menunaikan ibadah Haji adalah yang giat bekerja, sehingga menjadi kaya dan dermawan, mampu berpakaian cukup sandang dan pangan, maka harta itu berfungsi sosial harus dizakati supaya suci lahir dan batin.

Hari ini memang terkesan kesenian wayang menjauh kembali dari umat Islam. Namun kesenian wayang pernah berperan besar dalam menyebarkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Sejarah ini yang perlu kita pahami. Sah saja jika hari ini kita kurang berselera menikmati wayang. Soal selera seni tentu berbeda-beda. Namun setidaknya kita tetap perlu mengapresiasi peran kesenian wayang sebagai media dakwah di masa lalu.