22 Tahun Pemerintah Membayar Utang BLBI

22 Tahun Pemerintah Membayar Utang BLBI
Ketua Satgas BLBI Ronald Silaban/ net

MONITORDAY.COM - Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sudah lama terjadi. BLBI sendiri merupakan  skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. 

Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.Skandal besar seiring upaya menangani dampak krisis moneter itu menyisakan lorong gelap dan berliku. Ada indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Penyimpangan terjadi besar-besaran. Jumlah yang digunakan dan dipertanggungjawabkan secara legal sangat kecil. Hasil audit BPK merinci 11 bentuk penyimpangan senilai Rp 84,842 triliun, yaitu BLBI digunakan untuk membayar atau melunasi modal pinjaman, pelunasan kewajiban pembayaran bank umum yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya, membayar kewajiban pihak terkait, serta transaksi surat berharga. 

Ragam penyimpangan pun terendus jelas oleh BPK. Penyimpangan lain adalah pembayaran dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan, kerugian karena kontrak derivatif, pembiayaan placement baru pasar uang antar bank (PUAB), pembiayaan ekspansi kredit, pembiayaan investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru, rekrutmen, peluncuran produk dan pergantian sistem, pembiayaan overhead bank umum, serta pembiayaan rantai usaha lain.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengaskan bahwa Pemerintah selama 22 tahun selain membayar pokoknya, juga membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang dinegosiasikan. Jelas pemerintah menanggung bebannya hingga saat ini. 

Tak heran bila Pemerintah kini mengejar para obligor agar mau bertanggung jawab atas utang-utang mereka terkait BLBI. Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melakukan penguasaan dua aset tanah dan/atau bangunan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)

Satu diantara kasus yang dikejar menyangkut konglomerat Kaharudin Ongko. Ia dipanggil untuk menyelesaikan hak tagih negara senilai Rp7,83 triliun dalam rangka PKPS (penyelesaian kewajiban pemegang saham) Bank Umum Nasional. Selain itu juga menyangkut Rp 359,44 miliar dalam rangka PKPS Bank Arya Panduarta. 

Total utang Kaharudin ke negara sebesar sekitar Rp 8,2 triliun. Dari angka tersebut yang telah kembali ke negara atau recovery baru Rp 477,88 miliar. Jauh sekali perbandingannya. 

Penyelesaian kewajiban pemegang saham atau PKPS Bank Umum Nasional atas nama Kaharudin Ongko pada tahap sebelumnya dilakukan melalui master refinancing notes and issuance agreement atau MRNIA.

Skema MRNIA ini berupa  perjanjian antara pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN dengan pemegang saham dengan cara penyerahan aset. Aset diserahkan dari pemegang saham pengendali kepada BPPN yang nilainya lebih kecil dari jumlah kewajiban, disertai dengan jaminan pribadi sebesar nilai kewajiban yang harus diselesaikan pemegang saham.