RUPS BUMN Dinilai Kurang Aspiratif dan Demokratis, Revisi UU BUMN Kian Mendesak

Jajaran Direksi PT. Pertamina sudah mengalami perombakan hingga empat kali. Haruskah kewenangan mutlak ada di tangan Menteri BUMN?

RUPS BUMN Dinilai Kurang Aspiratif dan Demokratis, Revisi UU BUMN Kian Mendesak
pertamina

MONITORDAY.COM - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali merombak jajaran direksi PT Pertamina (Persero) pada Selasa, 13 Februari 2018. Setidaknya, sudah 4 kali direksi Pertamina ganti baju dalam rentang waktu setahun.

Pertama, pada Maret 2017, Menteri BUMN Rini Soemarno mengangkat Elia Massa Manik menjadi Dirut Pertamina menggantikan Dwi Soetjipto. Kemudian pada Agustus 2017, Rini kembali merombak jajaran direksi, yakni mengangkat Ardhy N Mokobombeng sebagai Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia. Jabatan ini sebelumnya diduduki Rachmad Hardadi.

Selain itu, Rini juga mengangkat Gigih Prakoso yang sebelumnya bekerja di PGN sebagai Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko.  Tidak berhenti di sana, pada November 2017, Rini mentransfer Nicke Widyawati dari PT PLN (Persero) untuk mengisi posisi Direktur SDM di Pertamina.

Dan yang terbaru di Februari 2018, Rini merombak direksi Pertamina besar-besaran, yakni menghapus posisi Direktur Gas Pertamina serta menambah posisi Direktur Pemasaran Korporat dan Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur.

Menurut Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno perubahan struktur manajemen perusahaan migas pelat merah tersebut mengacu pada rencana pembentukan empat subholding. Dari subholding itu akan membawahi beberapa direktorat. Induk usaha memiliki empat subholding yaitu subholding hulu, subholding pengolahan, subholding pemasaran dan ritel, dan terakhir, subholding gas.

Namun, keputusan ini mengundang polemik, baik secara internal maupun eksternal. Meski demikian,  mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menteri BUMN memiliki kewenangan untuk melakukan perombakan, sesuai dengan pasal 14 ayat 1.

Inilah pasal yang membuat posisi Menteri BUMN sangat kuat dalam menentukan penempatan dan perombakan manajemen di BUMN. Tidak itu saja, bahkan di ayat 2  disebutkan bahwa menteri dapat memberikan kuasa dengan hak susbtitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

Meskipun dibenarkan dalam undang-undang, menurut pengamat ekonomi Defiyan Cori, jajaran BUMN menjadi seolah-olah merupakan kabinet tersendiri dengan kewenangan mutlak RUPS di tangan Menteri BUMN.  “Bisa saja faktor suka dan tidak suka  lebih dominan dalam pengambilan keputusan pada RUPS,” jelasnya.

Menurut Defiyan, proses dan mekanisme RUPS di BUMN dengan mengacu pada UU No. 19 Tahun 2003 ini tidak aspiratif dan demokratis. Hak karyawan sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari entitas organisasi dan manajemen.

“Bisa saja Menteri BUMN sebagai pembantu presiden hanya mematuhi dan tunduk atas kepentingan politik kelompok tertentu, tanpa memperhatikan kerugian yang ditimbulkan,” jelas ekonom konstitusi ini.  

Oleh karena itu, menurutnya,  revisi total atas UU No. 19 Tahun 2003 mendesak dilakukan Presiden dan DPR sebelum terlambat.

[Agastov]