Tsunami Informasi dan Pendidikan Anak

Terlebih pusat pembelajaran telah diarahkan agar siswa aktif mencari ilmu. Siswa 'tidak disuapi' materi pembelajaran, melainkan aktif mencari bahan-bahan pembelajaran secara mandiri.

Tsunami Informasi dan Pendidikan Anak
Membaca (The Odyssey Online)

MONDAYREVIEW.COM – Dalam data yang dikeluarkan Unesco pada tahun 2012 hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang memiliki minat baca serius. Data ini untuk kemudian berkelindan dengan era kemajuan teknologi dimana melimpahnya informasi dari mana-mana hingga diistilahkan dengan tsunami informasi. Terjadilah kegagapan penyikapan menghadapi tsunami informasi ini.

Dengan basis kerangka daya baca yang masih minim dengan tsunami informasi yang terjadi. Alhasil benar dan salah pun dalam tsunami informasi menjadi permasalahan dengan daya baca yang masih kurang, beserta dengan analisis terhadap bacaan yang masih belum optimal.

Sementara itu melalui Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 dicanangkan Gerakan 15 Menit Membaca. Para siswa di sekolah diharapkan untuk membaca 15 menit. Jika Gerakan 15 Menit Membaca di sekolah ini secara masif dilaksanakan, maka diharapkan bermuara pada perbaikan daya baca dan minat baca. Terlebih bagi siswa di era sekarang yang dihadapkan pada tsunami informasi. Mereka diharapkan dapat memilah dan memilih bahan bacaan yang tepat guna dan bermanfaat.

Terlebih pusat pembelajaran telah diarahkan agar siswa aktif mencari ilmu. Siswa “tidak disuapi” materi pembelajaran, melainkan aktif mencari bahan-bahan pembelajaran secara mandiri. Tentu dibutuhkan keterampilan membaca yang mumpuni. Keterampilan membaca yang baik, akan berpengaruh terhadap kemampuan menulis. Maka ‘rabun membaca dan pincang menulis’ semoga tidak lagi menjadi permasalahan yang membebati anak negeri ini.