Pemerintah Dorong Wisata Medis. Begini Maksudnya!

Banyak warga Indonesia yang menjadi konsumen wisata medis di luar negeri. Pandemi menjadi momentum untuk merebut pasar wisata medis konsumen dalam dan luar negeri. Mencari layanan kesehatan sambil jalan-jalan. Dalam tradisi Nusantara ada istilah tetirah. Menyembuhkan diri dengan mendekat ke alam.  

Pemerintah Dorong Wisata Medis. Begini Maksudnya!
infografis wisata medis/ net

MONDAYREVIEW.COM – Banyak warga Indonesia yang menjadi konsumen wisata medis di luar negeri. Pandemi menjadi momentum untuk merebut pasar wisata medis konsumen dalam dan luar negeri. Mencari layanan kesehatan sambil jalan-jalan. Dalam tradisi Nusantara ada istilah tetirah. Menyembuhkan diri dengan mendekat ke alam.  

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencari investor untuk membangun rumah sakit berkelas internasional guna mendukung rencana pemerintah mengembangkan wisata medis di Indonesia. Permintaan disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Wisata kesehatan atau yang pada umumnya sering disebut dengan medical tourism merupakan bentuk baru pariwisata , atau suatu perjalanan yang terorganisir ke luar lingkungan lokal individu untuk pemeliharaan, peningkatan, dan pemulihan kesehatan dengan melakukan intervensi medis.

Negara-negara seperti India, Malaysia, Singapura, Thailand, telah menjadi negara yang telah menerapkan peluang bisnis medical tourism dengan menarik lebih dua juta wisatawan medis pada tahun 2005. Sedangkan negara Hongkong, Hungaria, Israel, Yordania, Filipina, Brasil, Kosta Rika, Meksiko, dan Turki juga sedang dalam penerapan menarik wisatawan medis khususnya di bidang bedah.

Menurut Luhut, perlu adanya dukungan dari pemerintah melalui promosi masif serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya, seperti membangun rumah sakit internasional hingga mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri sehingga kualitas dan tarif layanan medis Indonesia bisa sebanding dengan negara-negara yang lebih dulu melakukan hal itu.

Wisata medis dipandang sebagai sebuah proses penyediaan pelayanan kesehatan medis dengan biaya efektif bagi pasien melalui kerja sama dengan industri pariwisata. Sehingga para wisatawan yang menggunakan perjalanan dengan medical tourism mendapat keuntungan yaitu tidak hanya menjalani perawatan medis namun dapat sambil menikmati perjalanan dan tinggal di salah satu tujuan wisata wisata populer di dunia (Gupta, 2008), meski demkian sering juga para wisatawan hanya melakukan perjalanan semata untuk pelayanan kesehatan.

Sementara menurut jenis layanan yang dicari berdasarkan legalitas yaitu medical tourism untuk layanan ilegal di negara asal daan negara tujuan (seperti pembelian organ di Filipina), medical tourism untuk layanan ilegal di negara asal tetapi tidak berlaku di negara tujuan (seperti euthanasia, stem cell tourism), dan medical tourism untuk layanan legal di negara asal dan tujuan. Penyebabnya karena biaya lebih rendah, keahlian teknologi yang tinggi di luar negeri, dan tidak adanya waktu antrian.

Jenis masalah hukum atau etika yang timbul akibat dari medical tourism bagi negara asal dan tujuan menimbulkan masalah, yaitu: mengekspos pasien negara asal ketika mendapatkan perawatan yang buruk di luar negeri, doktrin acara perdata di negara asal pasien dan pilhan hukum yang berlaku di negara tujuan, yang masih terdapat kurangnya perlindungan terhadap pasien dan pengabaian hak atas kompensasi terhadap malpraktek medis yang terjadi setiap kejadian medical error dan keamanan yang menjamin perawatan pasien medical tourism setelah kembali dari negara tujuan dan bersedia bertanggung jawab untuk tiap komplokasi yang terjadi.

Juga efek dinamis pada pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah termasuk kemungkinan regulasi dan efek negatif terhadap medical tourism terhadap akses pelayanan perawatn medis oleh negara tujuan yang buruk, jika terjadi adanya jaminan bea normatif dari negara asal atau badan internasional untuk memperbaikinya.

Faktor yang mempengaruhi penting bagi penyedia layanan dan klien ketika memilih penyedia layanan medis luar negeri atau medical tourism yaitu penghematan biaya, kualitas pelayanan, ketersediaan dan jenis pengobatan, pengalaman dan reputasi penyedia pelayanan medical tourism, akreditasi, akses, jarak dan kemudahan perjalanan, dan pemasaran.

Luhut ingin rumah sakit berstandar internasional seperti John Hopkins yang berada di Amerika Serikat, ada cabang nya di Indonesia. Maka dari itu, saya meminta kepada BKPM untuk dapat mencari investor potensial guna membangun rumah sakit berkelas internasional di Jakarta, Bali, dan Medan.

Luhut mengatakan pemerintah juga akan mempertimbangkan izin untuk dokter asing, namun harus sesuai kebutuhan. Dokter asing nantinya tidak hanya sekadar datang, tetapi berkolaborasi dengan para dokter dan tenaga medis lokal sehingga nantinya rumah sakit menjadi "teaching hospital" dan mereka harus diasistensi selalu oleh dokter-dokter spesialis dari Indonesia.

Luhut  juga mengusulkan kepada K/L terkait untuk mengkaji peraturan yang memungkinkan dokter asing bekerja di Indonesia dengan mempertimbangkan komposisi dan durasi izin bekerja, serta nilai tambahnya.

Ia berharap momentum krisis pandemi bisa betul-betul dimanfaatkan untuk membenahi infrastruktur, fasilitas penunjang, serta regulasi layanan kesehatan di Indonesia agar bisa lebih baik lagi dengan menciptakan perencanaan yang bagus dan terpadu untuk industri wisata medis dalam negeri.

Luhut mengatakan rencana pengembangan wisata medis dilakukan lantaran berdasarkan analisa PwC pada 2015, Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600.000 orang, terbesar di dunia mengalahkan Amerika Serikat dengan 500.000 orang wisatawan medis di tahun yang sama.

Warga Indonesia memilih perawatan medis ke luar negeri dengan alasan kurang mempunyai layanan medis domestik untuk menyembuhkan penyakit-penyakit khusus.

Pertimbangan lainnya, yakni fakta bahwa rata-rata pengeluaran wisatawan medis sebesar 3.000 dolar AS hingga 10.000 dolar AS per orang. Di sisi lain, jumlah wisata medis secara global juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Ada pula pengalaman dari seorang dokter mata mengenai pasien yang biasa berobat ke Singapura sekarang berobat ke Indonesia karena mereka kurang nyaman dengan adanya karantina.