Terpeliharanya Al Qur'an Berkat Blockchain Ingatan

MONITORDAY.COM - Al Qur'an adalah kitab Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW kemudian disampaikan kepada para sahabatnya. Wahyu terekam dalam memori Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Dengan hafalan tersebut maka otentisitas Al Qur'an terjaga.
Setiap tahun Nabi Muhammad SAW senantiasa diuji hafalannya oleh Jibril Alaihissalam. Hal ini membuat hafalan tersebut semakin terjaga dan tidak mungkin ditemukan kesalahan. Begitupun dengan hafalan banyak sahabat. Jika ada satu saja yang salah, maka sahabat lain akan mengoreksinya. Tidak mungkin seluruh sahabat sepakat dalam kesalahan. Konsep ini disebut dengan tawatur atau mutawatir.
Kemutawatiran Al Qur'an membuatnya terjaga dan tak mungkin disimpangkan oleh para penghafalnya. Sayangnya sepeninggal Nabi Muhammad SAW, banyak sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur dalam jihad. Hal ini mengharuskan kodifikasi Al Qur'an dalam bentuk mushaf. Mushaf dikumpulkan oleh sebuah tim yang ditunjuk oleh Abu Bakar dan disempurnakan pada masa Usman bin Affan. Sayangnya ada beberapa versi mushaf yang dibukukan.
Agar seragam dan tidak ada kebingungan di masyarakat, maka hanya satu mushaf yang dipilih yakni mushaf usmani, yang kita kenal sampai sekarang. Adapun mushaf lainnya dihilangkan demi kemaslahatan. Walaupun sudah ada mushaf, namun aktifitas menghafal Al Qur'an terus dilakukan, sampai hari ini. Hal ini yang menjamin terpeliharanya Al Qur'an.
Dalam Surat Al Hijr ayat 9 Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.
Para mufassir menjelaskan bahwa digunakannya kata "Kami" dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa pemeliharaan Al Qur'an melibatkan makhluknya, yakni para penghafal Al Qur'an.
Mohammad Obaidullah, Ph.D seorang ekonomi Islam dari Islamic Development Bank mencoba mengaitkan kemiripan proses penjagaan Al Qur'an dengan teknologi blockchain hari ini. Pemaparan Obaidullah dijelaskan secara ringkas oleh James Falahuddin di kumparan.com. Berikut beberapa hal prinsip blockchain yang juga digunakan dalam pemeliharaan keaslian Al Qur'an:
1. No Single Authority
Perbedaan blockchain dengan selain blockchain adalah tidak adanya otoritas tunggal. Misalnya uang kripto tidak dikeluarkan oleh satu bank sentral, melainkan oleh sistem blockchain yang dimiliki oleh bersama.
Dalam kodifikasi Al Qur'an Abu Bakar tidak melakukannya sendiri, namun membentuk tim yang terdiri dari para penghafal Al Qur'an. Karena dilakukan secara bersama, maka akan sangat sulit membuat semua anggota tim sepakat melakukan kesahalan. Jika ada satu kesalahan yang dibuat anggota tim, maka bisa dikoreksi oleh anggota tim yang lain.
2. Validation & Consensus
Dalam blockchain, data yang akan diinput ke dalam record akan melalui proses validasi terdahulu. Sesudah divalidasi, sebelum disimpan ke dalam record , data yang tervalidasi tadi masih harus melalui consensus dulu. Jika mayoritas node yang berpartisipasi sudah sepakat, barulah data itu akan disimpan ke dalam blok. Proses ini dikenal juga dengan istilah mining.
Demikian juga dengan proses kodifikasi Al Quran. Khalifah Abu Bakar menetapkan tim penulis berisi 12 orang sahabat utama dengan ketuanya Zaid bin Tsabit. Setiap sahabat yang mengklaim menghafal atau menuliskan ayat Quran, akan divalidasi dengan mekanisme menghadirkan dua saksi yang menyaksikan sahabat tersebut benar mendengarkan ayat quran langsung dari Rasulullah. Jadi minimal ada 4 orang yang hadir dalam majelis itu, Rasulullah, sahabat penyetor ayat, dan dua sahabat lain yang menjadi saksi.
3. Chained Records
Dalam blockchain, sebuah blok akan terikat dengan blok sebelum dan sesudahnya dengan mekanisme enkripsi. Dengan demikian kita bisa mengurutkan seluruh blok data hingga ke blok yang paling awal ( Genesis Block ).
Dalam proses "penjagaan" keaslian Al Quran, tidak serta merta mereka yang bisa menghafal 30 juz Al Quran bisa disebut "Hafidz" yang artinya adalah "penjaga". Seorang penghafal Quran baru bisa disebut Al Hafidz, kalau hafalannya sudah di ijazahkan atau di sertifikasi (sanad) oleh seorang huffadz yang juga sudah memiliki sanad yang sambung menyambung hingga ke Rasulullah.
4. Distributed Across Networks
Blockchain menerapkan sistem distributed ledger, dimana setiap node yang tersebar di dalam network menyimpan ledger yang identik setiap saat. Demikian juga yang dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan.
Untuk menyelesaikan serta menghindari permasalahan perbedaan cara membaca Al Quran seperti yang timbul saat pasukan dari Iraq dan Syam bergabung. Khalifah memutuskan untuk membuat 6 salinan mushaf identik yang resmi dan dikirimkan ke kota-kota penting yang menjadi rujukan yaitu : Madinah, Makkah, Kufah, Basrah dan Syam.
Blockchain ingatan ini juga membuat kita bisa menerima rekaman sunnah nabi yang dinamakan dengan hadits. Bedanya, tidak semua hadits valid, lebih banyak yang palsu. Maka diperlukan verifikasi khusus untuk menilai shahihnya sebuah hadits.