Soal Usulan Pilpres Melalui MPR, Ulil Abshar ke Ketum PBNU: Jangan Mundurkan Demokasi Kita

NU tak boleh menjadi bagian dari kekuatan "konservatif" untuk memundurkan demokasi.

Soal Usulan Pilpres Melalui MPR, Ulil Abshar ke Ketum PBNU: Jangan Mundurkan Demokasi Kita
Tokoh Muda NU, Ulil Abshar Abdala berpose bersama Kader NU Cabang Kota Bekasi/Net

MONITORDAY.COM - Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengusulkan agar pemilihan presiden dikembalikan ke MPR. Menurut Said Aqil, Pilpres yang dipilih secara langsung sejak 2004, lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat. Usulan tersebut ia sampaikan dalam pertemuan tertutup bersama Pimpinan MPR RI di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/19).

Menanggapi hal itu, Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Ulil Abshar Abdalla menolak keras usulan Ketua Umum PBNU tersebut. Menurutnya, Pemilu langsung adalah salah satu capaian penting reformasi, karena itu tak perlu diubah.

"Ini adalah kemunduran besar bagi demokrasi. NU tak boleh menjadi bagian dari kekuatan "konservatif" untuk memundurkan demokasi kita," kata Ulil dalam akun twitternya @ulil yang diunggah pada Rabu (27/11/19).

Lebih lanjut, ia menambahkan, salah satu konsensus kebangsaan yang dicapai di era reformasi adalah: pemilu langsung untuk memilih presiden. Ide pilpres melalui MPR, menurut Ulil, menyalahi konsensus ini. Ia menilai, kde amandemen UUD yang diusung oleh partai penguasa membuka peluang untuk kembalinya MPR sebagai "elektor".

Ia juga mengatakan, Pilpres langsung adalah salah satu penanda bahwa Indonesia benar-benar demokratis. Selama ini, lanjutnya, negara melakukan diplomasi keluar, menjual Islam khas Indonesia yang ditandai dengan "kompatibilitas Islam dan demokrasi".

"Saya amat sedih sekali karena PBNU mendukung pemilihan presiden melalui MPR," ungkapnya. 

"Kalau Pilpres langsung diakhiri, maka diplomasi Islam kita akan "ambyar"!," imbuhnya kemudian.

Tak hanya menolak Pilpres dipilih MPR, Ulil jiga menolak wacana pemerintah melalui Kemendagri untuk menggantikan Pilkada langsung dg pemilihan kepala daerah melalui DPRD dengan alasan mahalnya biaya Pemilu.