Sejak 2012 Total 34 Kepala Daerah Kena OTT, Ini Kata KPK

Sepanjang 6 tahun ke belakang atau terhitung sejak tahun 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 34 kepala daerah.

Sejak 2012 Total 34 Kepala Daerah Kena OTT, Ini Kata KPK
Ilustrasi Korupsi/Net

MONITORDAY.COM -  Sepanjang 6 tahun ke belakang atau terhitung sejak tahun 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 34 kepala daerah. Semua kepala daerah itu tertangkap karena kasus suap.

"Sejak tahun 2012, hingga tangkap tangan terhadap Wali Kota Pasuruan kemarin, KPK telah melakukan OTT terhadap 34 kepala daerah dengan beragam modus. Namun semua kepala daerah ini ditangkap dalam kasus suap," kata Jubir KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (7/10/2018).

Menurut Febri, praktek korupsi para kepala daerah itu bertolak belakang dengan  tujuan demokrasi yang diharapkan bisa menghasilkan kepala daerah yang mementingkan masyarakatnya.

“Praktek buruk korupsi dalam bentuk suap ini tentu merusak tujuan proses demokrasi lokal termasuk Pilkada serentak yang diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan hanya mengumpulkan kekayaan pribadi dan pembiayaan politik,"  tutur Febri. 

Febri menambahkan, biaya politik yang tinggi saat pemilihan diduga menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya korupsi. Tak jarang mereka mengumpulkan uang untuk tujuan mencalonkan diri kembali. 

"Dalam OTT para kepala daerah ini, terdapat beberapa pelaku yang mengumpulkan uang untuk tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk 'mengelola' proyek di daerah tersebut," tambahnya.

Lebih lanjut, Febri menjelaskan akan pentingnya pengawasan terhadap dana sumbangan kampanye yang masuk ke para calon kepala daerah karena rentan memicu efek balas budi saat kepala daerah itu menjabat.

"Akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah satu faktor krusial yang perlu diperhatikan. Karena hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah menjabat," jelasnya.