Sebuah Catatan Jelang Hari Solidaritas Palestina
Berhembus kabar bahwa Perdana Menteri Israel terbang ke kota wisata Neom di Arab Saudi untuk ‘nimbrung’ dalam perbincangan antara Menlu AS Pompeo dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS). Jika selentingan ini terkonfirmasi maka benar adanya sebuah konstelasi baru sedang dibangun di kawasan Teluk. Dan sebentar lagi tanggal 29 November adalah Hari Solidaritas bagi Palestina. Sebuah upaya perdamaian Israel-Palestina sangat mungkin sedang diskenario-ulang.

MONDAYREVIEW.COM – Berhembus kabar bahwa Perdana Menteri Israel terbang ke kota wisata Neom di Arab Saudi untuk ‘nimbrung’ dalam perbincangan antara Menlu AS Pompeo dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS). Jika selentingan ini terkonfirmasi maka benar adanya sebuah konstelasi baru sedang dibangun di kawasan Teluk. Dan sebentar lagi tanggal 29 November adalah Hari Solidaritas bagi Palestina. Sebuah upaya perdamaian Israel-Palestina sangat mungkin sedang diskenario-ulang.
Lebih dari 70 tahun nasib bangsa Palestina terkatung-katung. Resolusi PBB untuk solusi dua negara tak kunjung membuahkan hasil bagi bangsa Palestina. Lambat-laun pendudukan Israel semakin menggerogoti wilayah yang sebelumnya lebih banyak dihuni warga Arab Palestina. Posisi Palestina semakin lemah. Apalagi dalam kondisi terbelah oleh faksi besar Hamas dan Fatah.
Tarik ulur antara Pemerintah Israel dengan Otoritas Palestina terus mewarnai hubungan kedua belah fihak. Otoritas Palestina akan melanjutkan koordinasi dengan Israel yang ditangguhkan pada Mei sebagai tanggapan atas rencana Israel untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki.
Komunitas internasional semestinya semakin kuat menyuarakan solusi dua negara. Tak dapat dipungkiri ada faktor sentimen agama yang sangat kuat atas konflik Palestina dimana Yerussalem menjadi Kota Suci bagi tiga agama samawi.
PBB harus berhadapan dengan sikap Israel dan AS yang terus menekan bangsa Palestina. Jumlah warga Yahudi di AS memang cukup banyak. Mereka juga memiliki kekuatan finansial dan lobi yang kuat dalam pemerintahan. Dukungan politik dan dana bagi Israel mengalir deras dari pendukung Zionis di AS.
AS sendiri semakin gencar melobi negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan Arab Israel dalam skema Abraham Accord. Setelah Uni Emirat Arab dan Bahrain giliran Sudan yang masuk dalam sekama tersebut. Sikap lunak Sudan langsung berbuah manis. AS mencabutnya dari daftar negara sponsor teroris. Investasi AS dan negara-negara sekutunya pun mulai mengalir ke Sudan.
Perjuangan panjang sebuah bangsa yang luar biasa sejak Kaum Zionis memproklamirkan negara Israel. Dengan dukungan Amerika Serikat pendudukan atas Palestina semakin meluas dari hari ke hari.
Menurut Al Jazeera, Hussein al-Sheikh, menteri urusan sipil PA dan pembantu dekat Presiden Mahmoud Abbas, hubungan dengan Israel akan kembali seperti semula menyusul surat resmi tertulis dan lisan yang Palestina terima yang mengonfirmasi komitmen Israel untuk perjanjian sebelumnya.
Mei lalu Palestina memutuskan tidak akan lagi terikat oleh perjanjian masa lalu yang ditandatangani dengan Israel dan menangguhkan semua koordinasi dengannya, termasuk kerja sama dalam masalah keamanan.
Al Jazeera melaporkan dari Yerusalem Barat, keputusan itu membahayakan beberapa upaya Otoritas Palestina menuju rekonsiliasi dengan faksi Palestina lainnya.
Hamas dan lainnya telah mengkritik langkah ini, mengatakan bahwa mereka akan kembali bekerja sama dengan sebuah kekuatan pendudukan. Pembicaraan tentang kemungkinan rekonsiliasi, kemungkinan pemilihan umum di pihak Palestina sekarang tampaknya kecil kemungkinannya.
Langkah itu dilakukan ketika Israel bersiap untuk mencaplok sepertiga Tepi Barat, termasuk semua permukiman ilegal yang berjauhan, sebagai bagian dari rencana yang diumumkan awal tahun ini oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, salah satu dari banyak kebijakan kontroversial dari pemerintahannya yang mendukung Israel.
Palestina mengatakan rencana aneksasi akan membuat solusi dua negara menjadi tidak mungkin. Kesepakatan perdamaian sementara yang ditandatangani pada tahun 1990-an membayangkan pembentukan negara Palestina bersama Israel.
Aneksasi ditunda pada Agustus ketika Uni Emirat Arab setuju untuk menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan jeda itu hanya sementara.
Bahrain dan Sudan mengikuti, sikap yang berbeda dengan posisi pan-Arab lama, yang menuntut penarikan Israel dari wilayah yang sudah diduduki secara ilegal dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab. Palestina telah mengecam perjanjian ini sebagai "tikaman dari belakang" dan pengkhianatan atas tujuan mereka.
Perdamaian menjadi cita-cita bersama. Namun tak ada perdamaian abadi di atas penderitaan dan penindasan suatu bangsa atas bangsa lainnya. Dalam soal Palestina solidaritas dunia Islam tentu sangat penting. Tanpa menafikan rasionalitas yang dibangun di atas kesepakatan UAE< Bahrain dan Sudan untuk memperbaiki hubungan diplotaik dengan Israel.