Jejak Asesmen Pengganti UN 2021
Ujian Nasional akan dihapus. Rencana semula tahun depan akan diganti dengan asesmen kecakapan atau kompetensi minimum. Juga dimungkinkan untuk didampingi oleh survei karakter. Namun pandemi Covid-19 datang dan UN tahun 2020 pun ditiadakan. Tentu saja ada plus dan minusnya.

MONDAYREVIEW.COM – Ujian Nasional akan dihapus. Rencana semula tahun depan akan diganti dengan asesmen kecakapan atau kompetensi minimum. Juga dimungkinkan untuk didampingi oleh survei karakter. Namun pandemi Covid-19 datang dan UN tahun 2020 pun ditiadakan. Tentu saja ada plus dan minusnya.
Sejenak kita perlu berkaca pada kebijakan terkait Ujian Nasional (UN) yang telah berlangsung beberapa tahun. Sebagian kalangan menilai UN mampu mendorong keseriusan para siswa untuk belajar. Di sisi lain banyak juga yang menilai bahwa UN membebani para guru dan orang tua di saat pemerataan kualitas pendidikan belum merata.
Pada dasarnya UN bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagai hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Selain itu, salah satu kegunaan hasil UN adalah untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan berkualitas diperlukan adanya sistem penilaian yang dapat dipercaya (credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat dipertanggunggugatkan (accountable).
Faktanya setelah dikaji mendalam UN kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar para siswa. Materi UN dianggap terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. Hal itu menjadi beban stres bagi guru dan orang tua. Di sisi lain UN berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu.
Penggantinya adalah asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Fungsi keduanya untuk memetakan dan memperbaiki mutu pendidikan secara nasional. Di banyak negara cara ini sudah dilakukan dan dinilai mampu mendorong pencapaian tujuan pendidikan. Juga dinilai lebih adil bagi semua fihak termasuk bagi para siswa dengan berbagai latar belakang, kesitimewaan, dan cita-citanya.
Asesmen pendidikan atau evaluasi pendidikan adalah proses sistematis untuk mendokumentasikan dan menggunakan data empiris pada pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepercayaan untuk menyempurnakan program dan meningkatkan pembelajaran siswa.
Data penilaian dapat diperoleh dari langsung memeriksa pekerjaan siswa untuk menilai pencapaian hasil belajar atau dapat didasarkan pada data dari mana seseorang dapat membuat kesimpulan tentang pembelajaran.
Asesmen sering digunakan secara bergantian dengan tes, tetapi tidak terbatas pada tes. Penilaian dapat fokus pada pelajar individu, komunitas belajar (kelas, lokakarya, atau kelompok pelajar terorganisir lainnya), kursus, program akademik, institusi, atau sistem pendidikan secara keseluruhan (juga dikenal sebagai granularity).
Sebagai proses yang berkelanjutan, asesmen menetapkan hasil belajar siswa yang terukur dan jelas untuk pembelajaran, menyediakan jumlah kesempatan belajar yang cukup untuk mencapai hasil ini, menerapkan cara sistematis mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan bukti untuk menentukan seberapa baik pembelajaran siswa sesuai dengan harapan, dan menggunakan informasi yang dikumpulkan untuk menginformasikan peningkatan dalam pembelajaran siswa.
Asesmen kompetensi pengganti UN mengukur kompetensi bernalar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di berbagai konteks, baik personal maupun profesional (pekerjaan). Saat ini kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji, namun contohnya adalah kompetensi bernalar tentang teks (literasi) dan angka (numerasi).
Alasan difokuskan pada literasi dan numerasi Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan mendasar. Kemampuan berpikir tentang, dan dengan, bahasa serta matematika diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial, maupun profesional.
Dengan mengukur kompetensi yang bersifat mendasar (bukan konten kurikulum atau pelajaran), pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa guru diharapkan berinovasi mengembangkan kompetensi siswa melalui berbagai pelajaran melalui pengajaran yang berpusat pada siswa.
Literasi itu bukan hanya kemampuan membaca, literasi adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan. Kemampuan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan numerasi yakni kemampuan menganalisa dengan menggunakan angka-angka.
Bagaimana dengan survei karakter? Aspek-aspek karakter siswa (seperti karakter pembelajar dan karakter gotong royong). Tak hanya cakap dalam literasi dan numerasi siswa juga harus memiliki kepribadian yang kuat. Karakter gotong-royong akan mendorong kemampuan kolaboratif siswa. Karakter ini sangat penting di masa depan.
Survei karalter juga dapat mengukur iklim sekolah (misalnya iklim kebinekaan, perilaku bullying, dan kualitas pembelajaran). Iklim yang tepat akan mendorong siswa menjadi pribadi yang menghargai keragaman dan nilai-nilai kemanusiaan.
DI Kanada ijazah sekolah menengah bisa didapatkan oleh siswa hanya dengan memperoleh 30 kredit di sekolah menengah, menyelesaikan tes literasi di kelas 10 (siswa kelas 15 atau 16), dan menyelesaikan 40 jam keterlibatan dengan masyarakat.
Sementara Finlandia lebih memilih ujian matrikulasi bagi para siswa yang lulus SMA dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Sementara di Amerika Serikat asesmen dilakukan setiap tahun. Penilaian Akhir Tahun di setiap jenjang sudah seharusnya lebih serius dilaksanakan sehingga mampu memotret pencapaian prestasi belajar para siswa.