Urgensi Moratorium Pemekaran Daerah Otonomi Baru

Wakil Presiden Ma’ruf Amin,mengatakan, keputusan pemerintah untuk menunda pemekaran daerah baru disebabkan masih banyak daerah otonom baru, yang dibentuk sejak 1999 hingga 2014, belum dapat mandiri secara finansial

Urgensi Moratorium Pemekaran Daerah Otonomi Baru
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat audiensi bersama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan DPD terkait moratorium pemekaran daerah otonom baru, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (3/12/2020). ANTARA

MONDAYREVIEW.COM – Pemekaran daerah berlangsung dengan pesat dalam kurun tahun 2000-2014. Banyak daerah yang dianggap terlalu luas dimekarkan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Hal ini guna memudahkan masyarakat dalam mengurus administrasi. Misalnya Kabupaten Bandung dahulu meliputi juga Kabupaten Bandung Barat. Sebelum dimekarkan, penduduk Lembang harus mengurus administrasi kependudukan ke Soreang. Sejak dimekarkan menjadi Kabupaten Bandung Barat, penduduk Lembang cukup pergi ke Padalarang.

Sisi lain dari pemekaran daerah adalah adanya indikasi bagi-bagi kekuasaan. Misalnya di Kabupaten A seorang Sekda ingin menjadi bupati. Namun karena selalu gagal, akhirnya Kabupaten A dibagi menjadi A dan B, lalu sang Sekda menjadi bupati di Kabupaten B. Tentu saja indikasi semacam ini tidak dapat menghambat bagi adanya pemekaran daerah jika memang syarat-syaratnya telah terpenuhi. Pemekaran pun terjadi di tingkat Provinsi, sebelum reformasi, jumlah provinsi di Indonesia adalah 27. Sekarang Indonesia mempunyai 34 provinsi imbas dari pemekaran.

Kabar terbaru mengenai pemekaran datang dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan DPRD Jabar yang menyetujui tiga Calon Daerah Persiapan Otonom Baru (CDPOB) untuk diajukan ke Pusat. Tiga calon daerah pemekaran itu ialah Kabupaten Sukabumi Utara, Kabupaten Garut Selatan, dan Kabupaten Bogor Barat. Penandatanganan persetujuan tiga calon wilayah pemekaran tersebut dilakukan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan DPRD Jabar dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Jumat (4/12).

Emil, sapaan Ridwan Kamil, menyatakan, berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah persiapan harus memenuhi persyaratan dasar (kewilayahan serta kapasitas daerah) dan persyaratan administratif. Jika kedua persyaratan tersebut telah dipenuhi, pihaknya dapat mengusulkan pembentukan daerah persiapan kepada pemerintah pusat, DPR RI atau DPD RI.

Atas usulan pemerintah daerah induk, terdapat tiga [wilayah] yang paling siap, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Garut, yang telah dilengkapi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan administrasi. Kabupaten Sukabumi Utara sendiri terdiri dari 21 kecamatan, dan pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Cibadak. Kabupaten Garut Selatan terdiri dari 15 kecamatan, dan pusat pemerintahan berada di Kecamatan Mekarmukti.

Sementara itu, pemerintah pusat kelihatannya tidak akan dengan mudah memberikan izin bagi pemekaran daerah otonomi baru. Wakil Presiden Ma’ruf Amin,mengatakan, keputusan pemerintah untuk menunda pemekaran daerah baru disebabkan masih banyak daerah otonom baru, yang dibentuk sejak 1999 hingga 2014, belum dapat mandiri secara finansial. Kebijakan pemerintah terkait usulan pemekaran daerah masih dilakukan penundaan sementara, moratorium
Ia menjelaskan hasil evaluasi antara pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2019 menunjukkan sebagian besar dari 223 DOB masih bergantung pada dana transfer daerah dari APBN. Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) juga nilainya masih sangat kecil dibandingkan dana transfer dari pusat tersebut. Porsi PAD-nya masih berada di bawah dana transfer pusat. Ini salah satu alasan melakukan moratorium.

Sementara itu, Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, mengatakan, alasan moratorium pemekaran daerah ialah kondisi fiskal nasional yang masih krisis. Apabila kondisi krisis ekonomi Indonesia mulai pulih, maka pemerintah akan mengkaji ulang usulan pemekaran daerah-daerah baru. Selain itu, hasil kajian dari Kementerian Dalam Negeri juga menunjukkan kapasitas fiskal daerah belum mencapai target seperti yang diharapkan Pemerintah.