Indonesia Melawan Stunting

Presiden Joko Widodo menginstruksikan secara langsung kepada jajarannya untuk bersama mengurangi stunting.

Indonesia Melawan Stunting
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Istilah stunting belum terlalu memasyarakat di negara kita. Masyarakat lebih mengenal istilah stunt man yakni pemeran pengganti di sebuah film dibanding dengan stunting. Sebagai sebuah penyimpangan dari kondisi kesehatan normal, stunting juga masih kalah popular dari penyakit lain seperti polio, cacar air, rubella dll. Padahal stunting merupakan suatu ancaman yang berbahaya bagi kelangsungan generasi penerus bangsa. Stunting adalah

Secara sederhana, stunting adalah kegagalan pertumbuhan pada anak baik tubuh maupun otaknya. Hal ini disebabkan oleh kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Akibatnya anak menjadi lebih pendek atau perawakannya dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil).

Ada dua factor penyebab stunting pada anak, pertama adalah factor lingkungan. Faktor ini berupa status gizi ibu tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak. Faktor kedua adalah genetic dan hormonal. Namun factor kedua tidak signifikan jumlahnya dibanding dengan factor malnutrisi.

Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.

Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan. 

Isu stunting menjadi salah satu perhatian pemerintah. Presiden Joko Widodo menginstruksikan secara langsung kepada jajarannya untuk bersama mengurangi stunting. Untuk itu diperlukan sosialisasi dan promosi yang lebih massif terkait bahaya stunting kepada para ibu hamil dan keluarganya. Hal ini disampaikan dalam rapat terbatas mengenai percepatan penurunan stunting di Istana Merdeka Rabu (5/8).

Berdasarkan data statistic kesehatan, ada 10 provinsi yang menempati urutan tertinggi jumlah penderita stunting terbatas. Provinsi yang dimaksud meliputi: Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Presiden Joko Widodo memerintahkan agar program percepatan penanganan stunting difokuskan di 10 provinsi tersebut. Yang diperintahkan secara langsung oleh Presiden adalah Mendagri Tito Karnavian dan para gubernur di provinsi tersebut.

Menurut Menkes Terawan Agus Putranto, program pencegahan stunting merupakan asset untuk mewujudkan program Indonesia maju di masa mendatang. Menurut Menkes, pihaknya akan melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga. Angka stunting pada tahun 2013 mencapai 37% dan turun menjadi 27,6% pada tahun 2019. Pihaknya menargetkan bahwa jumlah stunting akan turun menjadi 14% pada tahun 2024.