Resep Mengubah Kebetulan Jadi Keberuntungan Ala Bos Wardah

MONITORDAY.COM - PARA pecinta kosmetik lokal pasti tak asing dengan produk wardah. Brand lokal terbaik Indonesia yang tak sekadar menjual kosmetik, tapi juga menjual perawatan wajah, tubuh, dan rambut.
Kita atau siapa pun juga pasti langsung membayangkan jika produk yang tengah hits di kalangan muslimah milenial dalam negeri maupun luar negeri ini dibangun dengan budaya kerja yang amat keras laiknya dipraktikan Elon Musk. Kita tahu, jika Bos Tesla ini terkenal dengan budaya kerja tanpa mengenal waktu (hustle culture).
Joel White adalah seorang video engineer di SpaceX milik Musk. Di sebuah website tanya jawab Quora, dia mengungkapkan jika kerja keras sebagai hal biasa. Joel juga mengungkap jika mereka biasa bekerja lebih dari 80-120 jam perminggu. Gila bukan!
Lain ladang lain ilalang, lain lubuk lain pula ikannya. Petitih legendaris ini nampaknya berlaku bagi Nurhayati Subakat, pemilik Wardah. Meski sama-sama memiliki pencapaian luar biasa di tengah pandemi, namun Nurhayati rupa-rupanya lebih banyak menemukan kebetulan-kebetulan dalam menjalankan bisnisnya.
Ketika berbincang ringan di kesempatan diskusi Kopi Pahit yang dihelat Kamis (6/5), Nurhayati mengungkapkan jika menjadi pengusaha justru baginya adalah sebagai sebuah kecelakaan. Nurhayati lantas mengisahkan jika orangtuanya adalah orang yang mencintai ilmu pengetahuan karena itu sangat menginginkannya bergelar tinggi.
“Kami seringkali diceritakan tentang kehebatan perempuan minang yang berhasil meraih gelar doktor dari Timur tengah, dia adalah Dr Zakiyah Daradjat. Ibu menginginkan anak-anak perempuannya seperti itu,” kisah Nurhayati.
Nurhayati meraih sarjana Farmasi pada tahun 1975 dengan predikat lulusan terbaik. Predikat itu lalu ia pertahankan saat mengenyam pendidikan profesi apoteker di ITB pada tahun 1976.
Sayangnya, meski berhasil lulus dengan predikat terbaik, Nurhayati beberapa kali menemukan kesulitan dalam mencari kerja. Nurhayati kerapkali ditolak saat melamar kerja. Seperti ketika ia bercita-cita menjadi dosen, sesuai pesan ibunya, namun malah ditolak. Begitu juga ketika melamat jadi apoteker, dirinya juga sempat ditolak. Entah kenapa?
Baru setelah ia memutuskan untuk ikut pindah bersama suaminya ke Jakarta, nasib baik menghampirinya. Nurhayati diterima bekerja di sebuah perusahaan multinasional sebagai apoteker.
Suatu hari datang bos baru di tempat kerjanya. Wajahnya sangar, galak, dan selalu berbeda pendapat dengan orang lain, termasuk dengan Nurhayati.
Lalu, karena kerap bersitegang dan tak pernah satu pandangan, maka Nurhayati pun memutuskan untuk keluar dan mendirikan perusahaan kosmetik sendiri di tahun 1985). Tujuannya saat itu sangat sederhana, yaitu menyediakan produk yang murah dan berkualitas. Mimpi Nurhayati jadi impian, usaha pun bekembang dengan baik dalam skala home industry.
Sayang, tahun 1990 rumah dan tempat usaha dilahap api. Padahal, Nurhayati punya utang kepada supplier. Sementara piutang banyak yang nyangkut karena faktur-faktur ikut terbakar. Nurhayati sempat berpikir untuk menutup usaha, namun tidak jadi gegara kepikiran nasib karyawannya.
Nurhayati lantas kembali menemukan kebetulan-kebetulan dalam hidupnya. Salah satunya adalah adanya kebijakan Bank Indonesia dalam bentuk Kredit Usaha Kecil. Kebijakan itu mendorong perbankan menggulirkan modal hingga Rp150 juta. Padahal sebenarnya ia hanya membutuhkan pinjaman Rp 50 juta saja.
Uang itu lalu ia gunakan untuk bikin pabrik kecil dan mengembangkan usaha. Kembali usahanya maju lagi. Hingga suatu hari, datang seseorang dari Pesantren Hidayatullah yang memberikan gagasan untuk membuat produk kosmetik halal Wardah.
Gagasan ini sempat gagal, namun kemudian lagi-lagi karena kebetulah malah berhasil mengalami lompatan bisnis. Pun begitu di tahun 1998, saat krisis moneter hingga banyak orang membutuhkan pekerjaan. Banyak pencari kerja bergabung ke dalam MLM. Pemasaran Wardah pun berkembang pesat. Hingga Nurhayati pun mampu membangun pabrik kedua dengan ukuran dua kali lipat dibanding parik pertamanya.
Begitu banyak orang pintar, berkualitas, dan sebagainya, tapi tidak banyak yang punya keberuntungan. Kenapa begitu, karena tak semua orang yang bertemu kebetulan memiliki skill untuk mengubahnya jadi keberuntungan. Nurhayati adalah salah satu yang bisa melakukannya.
Menariknya saat ini, keberuntungan atau seringkali kita sebut hoki ternyata bisa diupayakan secara saintifik. Seperti dilakukan seorang pengarang buku ‘Serendepity Mindset,’ Dr. Christian Busch. Dia mengungkap bahwa pola pikir dan keberuntungan punya kaitan erat. Bagaimana bisa?
Menurutnya, peristiwa tidak terduga atau kebetulan akan membantu mengubah kesalahan jadi kesempatan. Kalau kita fokus terpuruk pada kesalahan, maka biasanya tak bisa melihat peluang yang ada.
Bagi Busch hal-hal yang sifatnya kebetulan sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan keuntungan. Dengan pengalaman dan keahliannya, maka apa yang ia ungkapkan tersebut telah terbukti secara ilmiah untuk menciptakan keberuntungan.
Nurhayati juga demikian, ia pun menyebut apa yang terjadi padanya adalah apa yang disebut sebagai kebetulan yang diusahakan. Hampir semua rangkaian sejarah pendiran Wardah adalah kebetulan, tapi ia bisa mengubahnya menajdi keberuntungan.
Meski begitu, tentu saja kita pun tak bisa terlalu bergantung pada pola pikir soal keberuntungan ini. Jangan sampai, kita lalu meminimalisasi usaha dan memaksimalkan keberuntungan. Yang ada malah jadi malas. Padahal kita tahu jika malas adalah penyakit mental yang amat berbahaya. Kebetulan, keberuntungan sejatinya berbanding terbalik dengan usaha, kreasi, dan inovasi yang kita lakukan. [ ]