Muslim Uighur dan Kepedulian Dunia Internasional
Untuk pertama kalinya Paus Fransiskus menyebut Muslim Uighur di Tiongkok sebagai orang yang 'teraniaya'.

MONDAYREVIEW.COM – Persoalan muslim Uighur sempat menjadi pembicaraan hangat di Indonesia. Walaupun hari ini pembahasan soal Uighur sudah meredup tergantikan oleh isu lainnya yang datang silih berganti. Namun persoalan Uighur tidak hilang dari ingatan masyarakat dunia. Polemik terkait apa yang terjadi di Uighur masih tetap berlangsung sampai sekarang. Terakhir adalah Paus Fransiscus pemimpin umat Katolik sedunia yang kembali menyuarakan hal ini. Hal ini kembali menarik perhatian dunia tentang muslim Uighur.
Untuk pertama kalinya Paus Fransiskus menyebut Muslim Uighur di Tiongkok sebagai orang yang 'teraniaya'. Pernyataan ini diungkapkan Paus Gereja Katolik Roma Vatikan itu pada sebuah buku berjudul "Let Us Dream: The Path to A Better Future". Dalam buku itu, Paus Fransiskus juga mengatakan pandemi Covid19 harus mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan secara permanen menetapkan pendapatan dasar universal.
Buku yang terdiri dari 150 halaman itu ditulis oleh penulis biografi Austen Ivereigh. Secara garis besar paus berbicara tentang perubahan ekonomi, sosial dan politik, yang menurutnya diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan setelah pandemi berakhir.Buku ini mulai dijual pada 1 Desember 2020. "Saya sering memikirkan orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi," kata Paus Fransiskus di bagian buku itu.
Sebelumnya, Paus pernah berbicara tentang Rohingya yang telah melarikan diri dari Myanmar, dan pembunuhan Yazidi oleh ISIS di Irak. Namun ini menjadi kali pertama kali dia menyebut-nyebut orang Uighur. Para pemimpin agama, kelompok aktivis, dan pemerintah mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sedang terjadi terhadap warga Uighur di Xinjiang, sebuah wilayah yang terpencil di Tiongkok. Di tempat ini lebih dari 1 juta orang ditahan di kamp-kamp.
Menanggapi pernyataan Paus tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan kritikan pemimpin umat Katolik itu tidak mempunyai landasan. Menurutnya Saat ini, Xinjiang menikmati kemakmuran paling bagus sepanjang sejarah. Masyarakat makmur dan stabil. Semua kelompok etnik menikmati hak-hak mereka untuk hidup dan hak-hak mereka untuk menikmati pembangunan,
Beijing selama ini menepis tuduhan pihaknya melakukan penahanan massal warga Muslim Uighur di Xinjiang tersebut tetapi kemudian mengakui telah mengirim sejumlah orang ke "pusat-pusat reedukasi". Dikatakan pusat-pusat tersebut didirikan sebagai langkah penting melawan terorisme, menyusul kekerasan berlatar separatisme di wilayah Xinjiang. Bantahan juga disampaikan pemerintah China sehubungan dengan laporan bahwa pihak berwenang telah memaksa perempuan Muslim Uighur untuk memasang alat kontrasepsi sebagai upaya mengendalikan jumlah penduduk Muslim Uighur.
Sampai hari ini masyarakat dunia tidak percaya jika China tidak melakukan pelanggaran HAM di Uighur. Jelas bahwa banyak sekali pelanggaran HAM di sana. Hal ini karena China sebagai negara komunis tidak terlalu menganggap penting penegakkan HAM. Namun pemerintah China beralasan bahwa apa yang mereka lakukan dalam rangka memberantas separatisme dan radikalisme yang dianut sebagian muslim Uighur. Jika pun tujuannya memberantas separatism dan radikalisme, maka hendaknya dilakukan dengan cara yang tidak melanggar HAM.