PKI yang Tak Kunjung Padam
Maka boleh dibilang PKI yang masuk dalam poin Tritura untuk dibubarkan – sejak dulu kala hingga saat ini namanya seolah tak kunjung padam.

MONDAYREVIEW.COM – Partai Komunis Indonesia terus menghantui sejarah perjalanan negeri ini. Sejak sebelum kemerdekaan dan bahkan hingga era reformasi ini seolah namanya tak kunjung terkubur. Meskipun ideologi komunis dipercaya telah mengalami kebangkrutan dan kegagalan di tahun 1990-an, namun istilah ‘PKI’ masih senantiasa bergentayangan di republik ini.
Pada tahun 1926 aksi kalangan komunis membuat perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin terjal. Sejak aksi bersenjata kalangan komunis tersebut, pengawasan terhadap para tokoh dan organisasi pergerakan semakin kukuh. Pun begitu di tahun 1948 ketika negeri ini masih “hangat-hangat” merdeka, Presiden RI Sukarno dengan benderang menarik garis demarkasi dengan kalimat “Ikut Sukarno-Hatta atau PKI Muso”.
Tak kunjung berhenti menggoyang, tentu titik kulminasi bersejarahnya yakni G 30 S/PKI. Bagaimana upaya kudeta dan pembunuhan para petinggi TNI AD dilakukan. Peristiwa tersebut dan setelahnya pada beberapa titik menjadi perdebatan sejarah dan keilmuan. Namun tentu saja dialektika yang ada perlu untuk memaparkan rentetan peristiwa secara utuh. Ada aksi dan reaksi yang terjadi. Maka dengan pemaparan holistik, pemahaman mengenai peristiwa G 30 S/PKI dan setelahnya tidak setengah-setengah.
Pada masa Orde Baru, gerakan ekstrem kiri erat ditambatkan dengan PKI. Film Pengkhianatan G 30 S/PKI karya sutradara Arifin C Noer menjadi tontonan wajib. Lalu di era reformasi ini, ide untuk nonton bersama film G 30 S/PKI kembali dilakoni oleh kalangan internal TNI AD serta Partai Keadilan Sejahtera.
Kantor YLBHI yang dikepung massa kemarin malam pun seakan menjadi titik perbincangan baru. Maka boleh dibilang PKI yang masuk dalam poin Tritura untuk dibubarkan – sejak dulu kala hingga saat ini namanya seolah tak kunjung padam.