Pilkada Serentak dan Partisipasi Pemilih yang Meningkat
Tingkat partisipasi pemilih pada pilkada serentak 15 Februari 2017 mencapai angka 74,5 persen.

MONDAYREVIEW.COM – Pilkada serentak merupakan aktualisasi dari demokrasi prosedural. Disana terdapat mekanisme formal untuk memilih pemimpin di daerah masing-masing. Pilkada serentak telah berlangsung dua kali (2015 dan 2017). Pada pilkada serentak yang dihelat pada 15 Februari 2017 terdapat 101 daerah yang mengikuti dalam pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati.
Pilkada serentak pada 15 Februari 2017 jika dikelompokkan terdiri dari pemilihan gubernur berlangsung di tujuh provinsi, 18 pemilihan wali kota, dan 76 pemilihan bupati. Pilkada serentak sendiri dihantui dengan ketakutan terhadap tindakan anarkistis di daerah-daerah yang menjadi peserta pilkada. Potensi konflik berhulu pada praktik politik uang dan kecurangan, isu SARA, dan ketidaksiapan untuk kalah.
Potensi konflik horizontal memang senantiasa mengemuka dalam perhelatan pemilihan umum. Masyarakat yang seolah terbelah pada pilihan kandidat yang ada. Maka disinilah diperlukan kedewasaan para elite politik untuk tidak menyiram bara potensi konflik horizontal. Di level masyarakat diperlukan kearifan dan kebijaksanaan untuk tidak mengoyak tenun persatuan hanya dikarenakan momentum pemilihan umum.
Muara dari pilkada serentak diharapkan bermunculannya sejumlah kepala daerah yang sukses membangun dan memajukan daerahnya setelah terpilih dalam pilkada serentak. Tentu terdapat ancaman pula dalam kepemimpinan hasil pilkada serentak yakni politik uang, politik dinasti yang sarat KKN, politik kekerasan.
Sementara itu pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersyukur dengan tingkat partisipasi pemilih di pilkada serentak yang di atas 70 persen. Tingkat partisipasi pemilih pada pilkada serentak 15 Februari 2017 mencapai angka 74,5 persen. Tingkat partisipasi itu merupakan rata-rata dari pelaksanaan pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati di 101 daerah. Tingkat partisipasi pemilih di pemilihan wali kota menjadi yang tertinggi, yakni di atas 75,2 persen. Disusul pemilihan gubernur sekitar 72,1 persen, dan pemilihan bupati yang mencapai angka 68,50 persen.
Salah satu faktor meningkatnya partisipasi pemilih ditengarai karena pendataan pemilih yang lebih baik.
“Dulu mereka punya hak untuk memilih, tetapi tidak punya identitas kependudukan,” kata Komisioner KPU, Ida Budhiati seperti dilansir Kompas. “Pemutakhiran data pemilih dengan mensyaratkan kartu tanda penduduk elektronik dan surat keterangan kependudukan dari dinas kependudukan dan catatan sipil membantu penyelenggaraan sekarang ini.