Pentingnya Kampanye Menabung Sejak Dini

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya mengajak masyarakat dapat menanamkan budaya menabung sejak dini.

Pentingnya Kampanye Menabung Sejak Dini
Sumbar gambar: bni.co.id

MONDAYREVIEW.COM – Hemat pangkal kaya, begitulah sebuah pepatah yang tertulis dalam buku tabungan tipis yang senantiasa kita bawa saat bersekolah di SD. Setiap hari selain bekal sekolah, orang tua kita menitipkan uang untuk ditabung. Uang tersebut baru dapat diambil setelah pembagian rapor. Biasanya uang tersebut digunakan oleh orang tua kita untuk membeli perlengkapan sekolah di semester berikutnya. Kebiasaan itu dilakukan sampai kita tamat sekolah dasar. Setelah tamat SD, kita sudah bisa membuat rekening sendiri di bank, tidak lagi menabung di guru sekolah. Namun kebiasaan menabung pun berhenti.

Walaupun sudah mempunyai rekening sendiri, namun karena tak ada lagi kewajiban menabung, fungsi rekening hanya untuk mengirim dan menerima uang saja. Misalnya orang tua dari tempat yang jauh mengirim uang jajan bulanan kepada anaknya. Sementara orang tua kurang bisa menyuruh anaknya menabung. Padahal justru menabung sejak dini sangat penting bagi pengetahuan dan keterampilan keuangan di masa depan. Seorang anak yang rajin menabung akan terbiasa saat dewasanya sehingga tidak boros dalam pengeluaran keuangan. Sebaliknya anak yang tak rajin menabung tidak akan bisa mengatur uang dengan benar.

Dilansir dari republika.co.id,  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya mengajak masyarakat dapat menanamkan budaya menabung sejak dini. Hal ini sejalan program otoritas untuk memperluas Rekening Pelajar (Kejar) ke berbagai daerah. Rekening pelajar ada 36,27 juta atau sekitar 49 persen dari jumlah pelajar. OJK akan dorong terus kalau bisa tahun depan kalau bisa sampai 70 persen.

Menurut Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara, dari total tersebut, 25,7 juta rekening diantaranya berasal dari program Simpanan Pelajar (Simpel) dengan nilai simpanan sebesar Rp 5,34 triliun. Sisanya itu dari program Kejar. Kalau Kejar nilai rekeningnya Rp 20,7 triliun.

Program Simpel sendiri, kata Tirta, ada lebih dulu ketimbang Kejar. Tetapi, tujuannya bukan spesifik untuk inklusi keuangan, melainkan agar pelajar terdidik dan memiliki budaya menabung. Kita dorong terus karena kita ingin membuat budaya baru, budaya menabung, budaya hidup hemat, yang nantinya diharapkan jadi sebuah karakter. Jadi kalau ingin membeli sesuatu hasil dari menabung.

Meski masih di bawah 50 persen, Tirta optimistis pelajar yang akan membuka rekening bank pada tahun depan akan semakin meningkat. Menurutnya dengan membiasakan anak untuk menabung, maka sama juga mengajarkan mereka untuk menghargai sebuah proses. 

Contohnya, ketika mereka ingin membeli sesuatu barang, maka dengan biasa menabung, karakternya terbentuk untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu ketimbang meminta-minta ke orang tua. Untuk memuluskan program Kejar, OJK bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama dengan meluncurkan program 1 rekening 1 pelajar (Kejar).