Penganekaragaman Konsumsi Pangan (Bagian 2)
Kegiatan pengolahan pangan pokok lokal dilaksanakan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras serta mengembalikan pola konsumsi pangan masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat.

MONDAYREVIEW.COM - Kegiatan pengolahan pangan pokok lokal dilaksanakan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras serta mengembalikan pola konsumsi pangan masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat.
Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) dimulai dengan kegiatan identifikasi calon penerima dan calon lokasi kegiatan PIPL. Sebagaimana yang dilansir oleh situs resmi Kementerian Pertanian program ini sangat strategis bagi ketahanan dan kemandirian pangan.
Mekanisme identifikasi dan penetapan penerima manfaat kegiatan pengembangan pangan pokok lokal dilaksanakan dengan identifikasi calon penerima manfaat pengembangan pangan pokok lokal yaitu kelompok usaha dengan skala industri yang bergerak di bidang usaha pengolahan pangan lokal. Penerima manfaat tersebut kemudian ditetapkan oleh Dinas Pangan Provinsi dengan memperhatikan kelayakan usaha, memiliki kemampuan secara teknis, serta manajemen usaha dan kelembagaan yang baik.
Kemudian dilakukan identifikasi lokasi penerima manfaat yaitu yang memiliki potensi ketersediaan bahan baku baik jumlah dan lokasinya serta potensi pemasaran produk yang akan dihasilkan
Dilanjutkan dengan membentuk tim teknis yang terdiri aparat dinas ketahanan pangan kabupaten dan provinsi. Tim ini juga dapat ditambah pakar dari perguruan tinggi atau pihak lain yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pengembangan industri pangan lokal.
Kemudian dilakukan untuk merancang produk olahan pangan lokal yang akan dihasilkan yaitu penetapan komoditas untuk bahan baku yang akan dijadikan produk PIPL, perencanaan bentuk produk yang akan dihasilkan (tepung), pengkajian dan analisis produk PIPL (uji laboratorium, uji penerimaan konsumen, analisis kelayakan pasar).
Berikutnya pengadaan mesin dan peralatan untuk produksi, pengemasan dan labeling. Mesin dan peralatan yang digunakan harus menyesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan, kapasitas produksi, infrastruktur yang dimiliki oleh penerima manfaat, serta sarana dan prasarana di lokasi kegiatan.
Penetapan petugas pendamping kelompok dan pendamping kabupaten/kota, yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Aparat/petugas yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota.
- Memiliki kemampuan teknis di bidang teknologi pangan dan penanganan proses produksi pangan.
- Memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang perizinan, pendaftaran dan pelabelan produk pangan (Kemenkes, BPOM, Halal MUI, dan sebagainya).
- Memiliki kemampuan dalam memotivasi dan memberdayakan kelompok usaha pangan, baik di bidang produksi maupun pemasaran produk pangan.
- Kegiatan operasional di kabupaten dan provinsi yang meliputi: identifikasi, koordinasi, pendampingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan PIPL tahun 2019 berasal dari APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pendanaan lainnya seperti APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Pengelolaan dana dekonsentrasi bantuan pemerintah untuk kegiatan P2KP mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46/Permentan/RC.110/12/2017 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2018 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016.
Pelaksanaan kegiatan PIPL merupakan tugas bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan PIPL harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan motivasi.
Pada tingkat nasional, Kepala Badan Ketahanan Pangan mengkoordinasikan instansi terkait baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait untuk memperlancar kegiatan PIPL antara lain seperti perumusan kebijakan subsitusi tepung terigu, pengembangan kerja sama dengan Kadin, dan promosi serta advokasi.
Penanggung jawab kegiatan di daerah adalah dinas/unit kerja yang menangani pangan di provinsi atau kabupaten/kota dengan melibatkan instansi dan lembaga terkait seperti dinas yang menangani Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UMKM, perguruan tinggi, lembaga penelitian/pengkajian, atau stakeholder lainnya yang terkait. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan PIPL secara berjenjang dari kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat pusat, harus berkoordinasi dengan baik dan efektif.
Kegiatan Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2012 dalam bentuk Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), Pengembangan Pangan Pokok Lokal (P3L) yang tujuan awalnya untuk mengembangkan pangan pokok lokal selain beras dan terigu sebagai pangan bersubsidi yang akan diberikan kepada masyarakat miskin, melengkapi Raskin.
Namun sejalan dengan berjalannya program, pelaksanaan kegiatan ini lebih untuk menghasilkan dan menciptakan produk pangan pokok non beras non terigu yang biasa dikonsumsi di suatu wilayah tergantung kearifan lokal masyarakatnya. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern dengan mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat.
PIPL dilakukan melalui pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, serealia, dan lain-lain untuk dikembangkan menjadi tepung. Selanjutnya aneka tepung ini diharapkan dapat diolah sebagai makanan pokok yang dapat mensubtitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat.
Teknologi pengolahan pangan saat ini telah dapat mengembangkan “beras analog” yang terbuat dari tepung jagung atau umbi-umbian yang dapat menggantikan beras padi sebagai makanan pokok sehari-hari.
Tepung-tepungan dari sumber karbohidrat lokal pun diharapkan dapat menggantikan konsumsi tepung terigu yang masih diimpor dari luar negeri. Dampak jangka panjang yang diharapkan adalah berkembangnya industri berbahan baku lokal yang dapat menggerakkan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.