Penguatan Ekspor dan Ikon Jalur Rempah
Di masa lalu rempah-rempah menjadi komoditas bernilai sangat tinggi. Harga lada di Eropa setara emas. Karena langka dan perjalanan panjang yang harus ditempuh melalui jalur laut dan jalan sutra. Untuk memburu rempah-rempah Bangsa Eropa datang dengan kafilah dagangnya menembus Hindia Timur.

MONDAYREVIEW.COM - Di masa lalu rempah-rempah menjadi komoditas bernilai sangat tinggi. Harga lada di Eropa setara emas. Karena langka dan perjalanan panjang yang harus ditempuh melalui jalur laut dan jalan sutra. Untuk memburu rempah-rempah Bangsa Eropa datang dengan kafilah dagangnya menembus Hindia Timur.
Bahkan dari kisah rempah-rempah ini Helmy Yahya melalui konten Youtube dan bukunya mengklaim bahwa orang Maluku bernama Enrique sebagai penunjuk jalan bagi para pedagang rempah adalah orang pertama yang mengelilingi dunia. Meski di mesin pencari seringkali muncul nama Ferdinan Magellan atau Juan Sebastian Elcano. Dua orang pelaut dari Portugis dan Spanyol yang melakukan ekspedisi untuk mencari rempah-rempah di Nusantara pada abad ke-15.
Sementara Sejarawan Unpad Fadly Rahman mengutip catatan Marco Polo bahwa tanah Jawa kaya dengan rempah seperti lada, pala, kemukus, lengkuas, dan cengkih. Saat itu Marco Polo tidak mengetahui Jawa adalah pelabuhan saja. Pada abad ke-15 baru diketahui bahwa wilayah timur seperti Kepulauan Banda di Maluku yang menjadi pusat asal rempah.
Awalnya rempah-rempah diburu sebagai bahan obat yang diramu. Baru pada masa-masa berikutnya rempah-rempah menjadi bahan bumbu penyedap masakan. Rempah baru bertransformasi menjadi penyedap makanan pada abad 13-15 dengan kemunculan 75 persen rempah-rempah dalam resep-resep buku makanan. Orang Eropa juga menggunakan lada untuk mengawetkan daging.
Di masa wabah ini rempah-rempah sebagai bahan obat dengan beragam kandungan senyawa yang dikandungnya makin dilirik. Herbal dan kosmetik berbahan dasar rempah-rempah sangat potensial dikembangkan seiring upaya membangun branding Jalur Rempah Nusantara.
Kini kita masih menjadi pengekspor rempah-rempah. Namun jumlahnya tak terlalu signifikan. Rempah-rempah seperti jahe kita ekspor ke Amerika Serikat, Belanda, Pakistan, Bangladesh dan Jerman.
Demikian pula vanili, lada dan kayu manis yang perlu terus didorong menembus pasar Eropa, Amerika bahkan Afrika Utara agar ekspornya tidak terhenti oleh pandemi. Karantina Kementerian Pertanian Lampung mencatat bahwa setalah Malaysia dan Australia kini lengkuas dari Lampung menembus pasar ekspor Inggris. Hal tersebut dilaporkan Antara (30/6/2020).
Diperlukan upaya mendorong ekspor rempah dalam bentuk produk kemasan sehingga mempunyai nilai lebih. Sebab, saat ini Indonesia masih mengekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material). Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita.
Ada beberapa hambatan dalam ekspor rempah, seperti rendahnya produktivitas, banyak pohon-pohon yang sudah tua, kurangnya pengetahuan tentang budidaya, dan prosedur manajemen pasca panen di beberapa wilayah yang tidak tepat. Jika pasar rempah dalam negeri membaik maka gairah untuk membudidayakan tanaman jenis ini akan menggeliat lagi.
Hambatan lainnya adalah penolakan negara importir karena kandungan aflatoksin yang tinggi karena kurangnya penanganan selama proses pengeringan dan penyimpanan. Di sinilah peran lembaga riset, swasta, dan pemerintah perlu didorong dengan sentuhan teknologi foodprocessing modern.
Kita juga terhambat oleh minimnya pengetahuan tentang larangan impor, mengenai regulasi untuk penggunaan insektisida jenis baru chlorpyrifos dan chlorpyrifos methyl pada produk pangan yang diberlakukan pada 16 Februari 2020.
Ekspor komoditas lain yang juga perlu dicermati adalah hortikultura. Ada jarak yang cukup dengan antara rempah-rempah dengan hortikultura. Keduanya saling melengkapi dalam industri kuliner dan farmasi alami. Di atas meja makan keduanya menciptakan sajian yang menyehatkan dan mengundang selera.
Di Jawa Timur angka ekspornya masih cukup menjanjikan selama pandemi. Ekspor bawang merah Jawa Timur sejumlah 293 ribu ton, cabai merah sejumlah 22 ribu ton, cabai rawit sejumlah 372 ribu ton, jeruk siam sejumlah 442,1 ribu ton, pisang sejumlah 1.020,1 ribu ton, dan mangga sejumlah 115,6 ribu ton.
Walaupun kita masih banyak mengimpor buah-buahan dan sayuran namun di sisi lain kita juga mengekspor beberapa komoditas hortikulutura yang permintaannya tinggi dan mampu kita penuhi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Hortikultura memfokuskan pada budidaya tanaman buah (pomologi/frutikultur), tanaman bunga (florikultura), tanaman sayuran (olerikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka), dan taman (lansekap). Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah perisabel atau mudah rusak karena segar.
Komoditas utama hortikultura dibagi menjadi 3 (tiga) aspek komoditas . Komoditas prioritas yakni jeruk,pisang,mangga,manggis,durian,anggrek,cabai merah,bawang merah,dan kentang.
Sementara komoditas unggulan meliputi pepaya, salak, nenas, apel, anggur, tomat, kubis, kacang panjang, buncis, mawar, anyelir, lili, krisan, sedap malam, dan dracaena. Dan komoditas prospektif yakni semangka, melon, markisa, jambu, kesemek, rambutan, apokat, lengkeng, sayuran asli Indonesia (indigenous), dan tanaman hias tropika.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat mempertahankan kinerja ekspor hortikultura melalui lima langkah terpadu. Pertama, menjalin kemitraan dengan kelompok tani atau asosiasi yang pastinya saling menguntungkan. Kedua, peningkatan kualitas produk dalam rangka pemenuhan produk yang memenuhi standard kesehatan serta pemenuhan kebutuhan ekspor, dengan penerapan GAP-Good Agriculture Practices / SOP-Standar Operasional Prosedur. Ini melalui sekolah lapang GAP, registrasi kebun/lahan usaha sertifikasi produk prima dan sertifikasi organik.
Ketiga, lanjut Hadi, membangun sistem traceability melalui pembinaan kelembagaan tani. Keempat, mendatangkan tenaga ahli dari negara tujuan, agar produk yang dihasilkan sesuai permintaan negara tujuan. Dan kelima, pengembangan model kawasan yang terintegrasi mulai dari on farm sampai dengan off farm maupun antar kawasan.
Dengan melihat sejatah dan potensi perdagangan rempah-rempah hingga kini maka upaya untuk memperkenalkan Jalur Rempah (Spice Route) Nusantara menjadi gagasan menarik. Komoditas dan bisnis lain mungkin akan lebih banyak mendatangkan uang. Misalkan pariwisata dan industri kreatif. Namun ikon Jalur Rempah akan menjadi value yang tinggi untuk mengikat berbagai upaya promotif industri kita.