Sejarah Lobster: Dari Makanan Orang Miskin, Sampai Jadi Makanan Mewah

Pada masa itu lobster dianggap sebagai hewan laut yang agak menjijikan karena mirip serangga. Tak heran, sebab dari namanya sendiri diambil dari bahasa Inggris loppe, yang artinya laba-laba.

Sejarah Lobster: Dari Makanan Orang Miskin, Sampai Jadi Makanan Mewah
Sumber gambar: merdeka.com

MONDAYREVIEW.COM – Hewan lobster sedang naik daun akhir-akhir ini pasca penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Hal ini karena skandal ekspor benih lobster lah yang dijadikan alasan KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan terhadap mantan Wakil Ketum Partai Gerindra tersebut. Seperti diketahui, lobster merupakan sea food atau makanan laut yang cukup mewah untuk bisa dinikmati kebanyakan orang. Lobster berbentuk mirip udang namun dengan ukuran yang lebih besar. Namun tahukah anda, bahwa pada masa lalu lobster adalah makanan bagi orang miskin dan pernah menjadi makanan bagi tahanan penjara?

Dilansir dari voi.id, pada tahun 1622, William Bradford, seorang gubernur Perkebunan Plymouth, Amerika Serikat (AS) merasa malu kepada kawannya, bangsa kolonial yang baru datang karena hanya bisa menyajikan lobster. Seperti dikutip foodtimeline.org, saat itu Bradford bahkan tak bisa menyajikannya dengan roti atau makanan pendamping lainnya selain secangkir air putih.

Pada masa itu lobster dianggap sebagai hewan laut yang agak menjijikan karena mirip serangga. Tak heran, sebab dari namanya sendiri diambil dari bahasa Inggris loppe, yang artinya laba-laba. "Lobster di sekitar rumah dipandang sebagai tanda kemiskinan dan degradasi," tulis John J. Rowan dalam The Emigrant Sportsman in Canada (1876).

Bahkan dalam suatu waktu lobster yang dikemas menjadi makanan kaleng, pernah dijual seharga 11 sen per pon, jauh lebih murah dibanding harga kacang panggang Boston seharga 53 sen. Dan lobster itu dibeli bukan untuk konsumsi pribadi, melainkan untuk makanan kucing. Lantas bagaimana kemudian lobster bisa naik kelas? Mulanya, lobster begitu melimpah sehingga harganya menjadi murah. Kesan murah semakin melekat ketika lobster menjadi santapan narapidana. 

Sampai pada sekitar abad ke-19 lobster mulai dijadikan hidangan di kereta, di Amerika Serikat, sesuatu yang menarik pun terjadi. Mengutip Pacific Standard, penyedia makanan di kereta menyajikan lobster seolah-olah itu makanan langka dan eksotis. Namun, hidangan lobster saat itu masih belum diperlihatkan wujud aslinya seperti sekarang.

Penumpang yang tidak tahu sebenarnya itu adalah makanan murah begitu menyukainya. Permintaan mulai melonjak sampai ke luar kereta. Pada saat itulah lobster mulai menjadi populer. Pada 1880-an, para koki kemudian menemukan cara untuk menyajikan lobster lebih baik lagi. Caranya, mereka segera memasak lobster yang masih hidup. Pada masa itu juga restoran mulai menjual hidangan lobster yang disajikan bersama roti dan acara mentega atau keju cottage. 

Dan kemudian sesuatu yang menarik terjadi. Orang Amerika mulai keranjingan lobster. Permintaan lobster pun membludak. Sejak saat itulah jumlah lobster semakin sedikit dan otomatis membuat harga komoditas itu melambung. Berdasarkan sejarah ini, kita bisa tahu bahwa faktor masyarakat menyukai sebuah makanan boleh jadi dikarenakan persepsi terhadap makanan tersebut. Kita juga tahu bahwa kelangkaan lobster bisa melambungkan harganya dan membuatnya menjadi makanan mewah.