Bahasa Daerah Tingkatkan Daya Serap Materi Pembelajaran
Pendekatan PMBBI yang diimplementasikan sejak awal 2018 mengindikasikan peningkatan kemampuan literasi siswa secara umum. Tingkat kelulusan tes literasi dasar (mengenal huruf, suku kata, dan kata) siswa dengan bahasa daerah meningkat dari 27% menjadi 79%.

MONDAYREVIEW.COM – Bahasa daerah atau biasa disebut juga bahasa ibu merupakan bahasa yang mulai dilupakan oleh banyak orang. Hal ini karena lingkup penggunaannya terbatas hanya saat berkomunikasi dengan kelompok masyarakat yang berasal dari satu daerah. Sementara itu agar dapat berkomunikasi dengan saudara sebangsa dan setanah air digunakanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Walaupun bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, hal ini tidak boleh menjadi alasan untuk kita meminggirkan bahasa daerah. Biar bagaimanapun bahasa daerah merupakan khazanah kebudayaan yang harus terus kita pelihara dan jaga. Bahasa daerah juga harus kita wariskan kepada anak cucu kita agar tidak punah.
Sebuah penelitian yang cukup menarik dilakukan oleh George Adam, Anisa Zulfah dan Senza Arsendy dari lembaga Inovasi untuk Anak Indonesia. Mereka melakukan penelitian tentang anak-anak yang diajari materi pelajaran dengan bahasa daerahnya masing-masing. Sejak dua tahun lalu, INOVASI, program kerja sama pendidikan antara pemerintah Australia dan Indonesia, memfasilitasi guru untuk belajar menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar secara lebih efektif di dalam kelas.
Para peneliti melakukan program Pendidikan Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMBBI). Program ini melibatkan sekitar 40 sekolah di dua provinsi Indonesia bagian timur. Kami memilih daerah tersebut karena masih banyak siswa yang belum lancar berbahasa Indonesia. Implementasi program bervariasi, namun ada beberapa pendekatan yang umum digunakan.
Pertama, guru menjelaskan berbagai konsep pelajaran kepada siswa dengan bahasa daerah secara bertahap. Ketika siswa sudah cukup kuat dalam memahami konsep tersebut, guru melakukan transisi menggunakan bahasa Indonesia. Pendekatan ini dinamakan jembatan bahasa.
Kedua, guru mengembangkan dan memperkenalkan media pembelajaran yang dilengkapi dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Ketiga, guru melaksanakan metode mengajar partisipatif yang sesuai dengan kemampuan bahasa dan belajar masing-masing siswa.
Survei akhir yang dilakukan pada 2019 di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, menunjukkan bahwa pendekatan PMBBI yang diimplementasikan sejak awal 2018 mengindikasikan peningkatan kemampuan literasi siswa secara umum. Tingkat kelulusan tes literasi dasar (mengenal huruf, suku kata, dan kata) siswa dengan bahasa daerah meningkat dari 27% menjadi 79%.
Selanjutnya, evaluasi yang dilakukan di Bima, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa PMBBI berpotensi mengurangi kesenjangan hasil belajar antara siswa yang lancar berbahasa Indonesia dan yang tidak. Daerah tempat program PMBBI berlangsung mengalami penurunan kesenjangan antarsiswa yang lebih signifikan (7%) dibandingkan dengan daerah yang tidak melaksanakan pendekatan PMBBI (1%).
Keberhasilan ini disebabkan siswa yang diajar menggunakan bahasa ibu lebih mudah dan cepat memahami materi pelajaran. Selain itu, kemampuan literasi yang dibangun dengan menggunakan bahasa ibu sebagai jembatan bahasa, membuat siswa lebih mudah untuk belajar bahasa lain. Bagi siswa yang belum fasih dengan bahasa Indonesia, memulai pendidikan dalam bahasa Indonesia tentu sangat menantang.
Praktik ini dapat menyebabkan mereka kesulitan untuk mengikuti pembelajaran, bahkan memaksa mereka keluar dari sekolah. Dampak dari praktik ini akan semakin terlihat setelah siswa naik ke jenjang yang lebih tinggi saat bahasa yang digunakan dalam pembelajaran semakin kompleks.
Lebih lanjut, wawancara yang kami lakukan dengan penerima manfaat program yaitu guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah menunjukkan bahwa pembelajaran menjadi lebih mudah dilakukan ketika menggunakan bahasa daerah. Lebih jauh, guru mengaku bahwa siswa menjadi lebih aktif berpartisipasi karena mereka lebih percaya diri untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.
Keterlibatan aktor pendidikan lokal, termasuk orang tua dan komite sekolah pada awal program dianggap berkontribusi pada penerimaan komunitas terkait pelaksanaan program. Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia yang sangat beragam, pendekatan dari bawah ke atas dengan melibatkan pemangku kepentingan sekolah dan memperhatikan konteks lokal menjadi sangat penting dalam implementasi program semacam ini.