Tarik Ulur Kebijakan Masuknya TKA Asal China di Sultra
Sikap Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara akhirnya berubah, mengizinkan masuk TKA China. Menurut gubernur Sultra Ali Mazi, dia tidak melarang TKA China untuk kembali bekerja di Sultra, namun hanya meminta penundaan kedatangan mereka karena bertepatan dengan Bulan Ramadan.

MONDAYREVIEW.COM - Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prioritas kebijakan pemerintah Kabinet Kerja Jilid 1. Dalam Kabinet Kerja Jilid 2, prioritas kebijakan adalah pembangunan sumber daya manusia. Walaupun begitu, pembangunan infrastruktur pada periode pertama tetap dilanjutkan pada periode kedua. Program pembangunan infrastruktur telah dilakukan pada masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019, pemerintah menjalin kerja sama dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam program pembangunan infrastruktur. Tidak hanya dalam bentuk modal, RRT juga menyertakan para tenaga kerjanya untuk membantu beberapa proyek infrastruktur di Indonesia. Salah satu provinsi yang menjadi tempat bekerja tenaga kerja asing asal RRT adalah Sulawesi Tenggara.
Gubernur Sulawesi Tenggara menolak kedatangan 500 TKA asal China ke provinsinya. 500 TKA tersebut rencananya akan bekerja di perusahaan pemurnian nikel (smelter) PT, VDNI di Konawe Sulawesi Tenggara. Penolakan tersebut disebabkan kekhawatiran dampak kesehatan mengingat situasi pandemi belum berakhir di Indonesia. DPRD Sulawesi Tenggara mengapresiasi sikap gubernur.
Menurut Fajar Ishak, anggota DPRD Sultra dari fraksi Hanura, sikap gubernur tersebut harus didukung oleh semua pihak. Menurutnya kedatangan 500 TKA China di kala pandemi tidak sesuai dengan suasana kebatinan masyarakat Sulawesi Tenggara. Di saat pemerintah sedang melarang masyarakat untuk mudik ke kampung halaman, amat ironis jika justru tenaga kerja asing asal China diizinkan masuk.
Sikap Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara akhirnya berubah, mengizinkan masuk TKA China. Menurut gubernur Sultra Ali Mazi, dia tidak melarang TKA China untuk kembali bekerja di Sultra, namun hanya meminta penundaan kedatangan mereka karena bertepatan dengan Bulan Ramadan. Sekarang Ramadan telah dilewati, maka TKA China diperbolehkan untuk masuk kembali ke Konawe.
Ali Mazi juga menekankan perlunya menjaga harmonisasi dengan investor. Menurutnya investor bisa menurunkan angka pengangguran di Sulawesi Tenggara. Para TKA China menurut pemprov Sultra telah memenuhi persyaratan. Ali mengaku pihaknya tetap mengedapankan protokol kesehatan terkait kedatangan para pekerja asal China tersebut karena masih dalam masa pandemi virus corona.
"Kita tinggal menjaga saja, kan ada protokol kesehatan, pakai masker, cuci tangan, jaga jarak. Masa terus covid tidak ada kerja, semua mati kelaparan kalau tidak ada kerja," imbuhnya.
Sikap Pemprov yang mengizinkan TKA segera direspon dengan aksi unjuk rasa oleh mahasiwa. Sekumpulan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam mengadakan aksi unjuk rasa penolakan kedatangan TKA China ke Sultra. Aksi ini sempat diwarnai dengan kericuhan saat massa aksi dan satpol pp terlibat saling dorong mendorong.
Sampai Mei 2020, jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia berjumlah 98.902 orang. Mayoritas TKA tersebut berasal dari China yaitu 35.781 orang atau 36,17% dari jumlah keseluruhan. Disusul dengan Jepang, 12.283 orang, Korea Selatan 9.907 orang, India 7.356 orang, Malaysia 4.816 orang, Filipina 4.536 orang, Amerika Serikat 2.596 orang, Australia 2.560 orang, Inggris 2.176 orang, Singapura 1.994 orang, dan 15.187 dari negara lainnya.
Sejak pertama kali TKA masuk ke Indonesia, polemik segera terjadi di masyarakat yang pro dan kontra dengan TKA di Indonesia. Bagi pihak yang tidak setuju, TKA dianggap tidak diperlukan mengingat WNI masih banyak yang menjadi pengangguran. Bagi yang setuju dengan TKA, beralasan bahwa jumlahnya masih tidak sebanding dengan TKI yang bekerja di luar negeri.