Belajar Untuk Merdeka

Peran kaum terpelajar itu dapat kita lihat antara lain pada sosok Dwi Tunggal Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Soekarno adalah anak bangsa yang memiliki kesempatan belajar hingga perguruan tinggi. Sangat sedikit bumiputera saat itu yang mampu meraih gelar sarjana. Apalagi menjadi insinyur atau sarjana teknik seperti Bung Karno muda. Demikian pula dengan Hatta yang mengenyam pendidikan ekonomi hingga ke Negeri Belanda. Banyak lagi tokoh bangsa yang berpendidikan sekaligus memiliki kesadaran untuk merdeka dan memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.  

Belajar Untuk Merdeka
ilustrasi merdeka belajar/ kemendikbud

MONDAYREVIEW.COM - Secara formal kita telah merdeka sebagai bangsa. Setiap 17 Agustus kita memperingatinya. Terbebas dari kolonialisme dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Anak-anak bangsa telah memiliki kemampuan untuk mengurus negeri. Menentukan nasib dengan keputusan yang diambil berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai luhur yang dianut dan visi sebagai bangsa maju.

Peran kaum terpelajar itu dapat kita lihat antara lain pada sosok Dwi Tunggal Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Soekarno adalah anak bangsa yang memiliki kesempatan belajar hingga perguruan tinggi. Sangat sedikit bumiputera saat itu yang mampu meraih gelar sarjana. Apalagi menjadi insinyur atau sarjana teknik seperti Bung Karno muda. Demikian pula dengan Hatta yang mengenyam pendidikan ekonomi hingga ke Negeri Belanda. Banyak lagi tokoh bangsa yang berpendidikan sekaligus memiliki kesadaran untuk merdeka dan memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.  

Namun penjajahan gaya baru ada di depan mata. Kedaulatan ekonomi masih jauh panggang dari api. Kesejahteraan dan kemakmuran yang mestinya diraih oleh bangsa yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang besar dan bernilai tinggi belum juga tercapai.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan peran kaum terpelajar menjadi kunci. Merekalah yang membuka mata bangsa pada hak dan kesadaran sejarahnya untuk bangkit dan memperjuangkan kemerdekaan.  

Para negarawan pendiri bangsa telah memberi keteladanan tentang pentingnya pendidikan sebagai modal perjuangan. Dalam menegakkan dan mengisi kemerdekaan. Muhammadiyah dan Taman Siswa misalnya menjadi gerakan yang memberi kontribusi penting dalam membangun dunia pendidikan di Indonesia. Nama Ki Hadjar Dewantara lebih dikenal sebagai pejuang pendidikan dibanding KH Ahmad Dahlan karena Muhammadiyah tak hanya berjuang di jalur pendidikan.     

Dalam perjalanan sebagai bangsa yang tergolong muda pendidikan menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas keberhasilan pembangunan. Pendidikan dasar dan pemberantasan buta aksara menjadi agenda utama. Peningkatan angka melek huruf dari 40 % sampai 90 % dapat dicapai selama tiga dekade Pemerintahan Orde Baru. Hal ini disebabkan karena adanya perluasan kesempatan di bidang pendidikan dengan adanya program wajib belajar. Melalui program tersebut pemerintah mendirikan banyak sekolah di berbagai daerah di Indonesia melalui Instruksi Presiden (Inpres).

Diperlukan kejujuran untuk melihat apa yang sudah kita capai dalam pembangunan pendidikan dan apa yang belum dan perlu diupayakan dengan kerja keras. Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru, pendidikan pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah.

Kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Terdapat beberapa kurikulum pendidikan pada masa orde baru, yaitu Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurilukum 1994.

Di masa reformasi dinamika dunia pendidikan sangat tinggi. Bongkar pasang Menteri Pendidikan sering terjadi. Pun demikian dengan kurikulum dan berbagai ketentuan lainnya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menjadi salah satu dokumen penting untuk memotret cara pandang bangsa Indonesia terhadap pendidikan.   

Pertanyaan kuncinya adalah sejauhmana pendidikan mampu memerdekakan kita sebagai manusia. Juga sebagai sebuah bangsa. Jika belum maka tentu ada yang salah dalam pendidikan kita selama ini. Bangsa ini harus memiliki visi alias mampu membaca tantangan masa depan. Dengannya kita akan mampu merancang dan menerapkan pendidikan yang tepat agar kita mampu tampil menjadi bangsa yang unggul dan berdaulat. Menjadi bangsa yang merdeka secara hakiki.

Setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajiban untuk berbakti pada bangsanya. Masing-masing memiliki potensi dan minat. Maka pendidikan kita mesti diarahkan untuk memerdekakan jiwa dan cara berfikir peserta didik. Pendekatan lama yang kaku harus diubah. Kelas bukan lagi ruang sempit yang memenjarakan imajinasi.

Kaum terpelajar adalah para pejuang kemerdekaan. Perjuangan mereka mendorong kita untuk belajar menjadi orang merdeka dengan cara merdeka.