Senator Ini Sebut Ada Orkestra Silat Lidah di Balik Guyuran Dana Influencer
Orkrestrasi silat lidah pada temuan ICW yang teranyar telah membuat mata terbelalak juga kepala tergeleng-tergeleng.

MONITORDAY.COM - September juga disebut sebagai bulan ceria namun juga musim silat lidah. Orkrestrasi silat lidah pada temuan ICW yang teranyar telah menyedot perhatian publik di bulan ini.
Mendengar jumlah kucuran dana fantastis bagi influencer, sontak publik pun terhenyak, ada juga yang tergeleng-geleng. Betapa fantastisnya belanja jasa influencer yang terus menanjak sejak 2017 hingga 2020.
Dalam kurun waktu 2017 hingga 2020. Pemerintah dikabarkan sudah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 90,45 miliar untuk aktivitas digital yang melibatkan jasa influencer untuk berceloteh ketimbang anggaran riset vaksin yang hanya mencapai Rp. 5 miliar.
Hal tersebut kemudian dikomentari oleh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto. Padahal kondisi pandemi saat ini, harusnya anggaran lebih banyak diarahkan untuk lembaga riset yang sedang bekerja keras menyiapkan vaksin Covid-19, tetapi faktanya dana untuk penelitian itu membuat publik mengelus dada.
Karena ketimpangan alokasi anggaran ini sangat tidak wajar dari segi kepentingannya. Selain itu, ia juga menilai banyak pertunjukan silat lidah terkait dana influencer ini.
"Saat ini orang lebih butuh vaksin hasil riset para peneliti daripada celoteh para influencer," tegasnya..
Kendati demikian, Deputi V Kantor Staf Presiden Bidang Politik, Hukum, Keamanan, dan HAM Jaleswari Pramodhawardani saat rapat kerja Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9/2020) berdalih bahwa yang digunakan KSP adalah narasumber yang berpengaruh (influencer).
Jaleswari kembali menegaskan KSP hanya memanggil narasumber berpengaruh atau lebih dikenal dengan influencer sebagai narasumber diskusi.
Influencer yang digunakan adalah tokoh yang memiliki latar belakang pengetahuan, yang mungkin saja dalam konteks media sosial, memiliki pengikut (followers) jutaan atau ratus ribuan orang.
Tampaknya topik ini bakal mengundang banyak lidah untuk beradu argumen juga saling berbantah dan saling berdalih. Agar semua jadi samar-samar, tidak jelas mana yang fakta dan fiksi, temuan ICW ini pun diakui sulit dipungkiri karena memiliki data pendukung dan pendukung data.