Nasib Ibu Kota Negara : Antara Kabul dan Hanoi

MONITORDAY.COM - Hengkangnya Amerika Serikat dari Afghanistan mengingatkan pada kekalahan mereka di Perang Vietnam. Saat Saigon jatuh banyak orang yang dievakuasi dengan heli. Kapal AS menunggu di Laut China Selatan dengan batas tenggat waktu yang pendek. Opsi lain adalah melalui Pelabuhan Saigon dan pesawat di beberapa bandara di Vietnam Selatan. Kali ini pun, di Agustus 2021, AS harus realistis untuk mengakhiri perang 20 tahun yang memakan banyak jiwa dan harta. Operasi pengungsian paling dramatis dari Bandara Kabul.
Afghanistan beda dengan Vietnam. Afghanistan tak punya laut. Wilayahnya merupakan landlock atau daratan yang terkunci. Seperti beberapa negara Asia Tengah lainnya. Perang panjang di masa lalu akibat perebutan pengaruh Rusia dan Inggris. Inggris Raya menguasai anak benua India dan berusaha memperluas pengaruhnya ke utara. Sementara Rusia merangsek ke Asia Tengah dan jatuh bangun di Afghanistan. Mayoritas penduduk Afghanistan adalah muslim sunni. Madzhab Hanafi menyebar luas di Asia Tengah termasuk di negeri para mullah ini.
Sementara Vietnam adalah negeri dengan garis pantai yang panjang. Bahkan boleh dikata mengunci Laos dan Kamboja, dua negeri tetangganya di Indochina. Peradaban mereka berkembang selaras dengan aliran Sungai Mekong. Banyak penduduk Vietnam yang tak beragama atau menganut kepercayaan lokal.
Saigon jatuh tahun 1975. Sepuluh tahun ekonomi Vietnam merana dan terisolasi. Baru setelah reformasi kebijakan 1986 Vietnam mendadak bangkit dan sejak 1997 negara Komunis itu melesat menjadi kekuatan ekonomi di Asia Tenggara.
Dulu Vietnam Utara beribukota Hanoi sementara Vietnam Selatan beribukota Saigon. Setelah Saigon takluk diubah namanya menjadi Ho Chi Minh City dan menjadi ibukota bisnis. Hanoi tetap menjadi ibukota pemerintahan.Dua kota itu berkermbang pesat dan menandai kelahiran kekuatan baru di Asia. Sebuah kekuatan yang diperhitungkan untuk sebuah negara dengan populasi sekira 96 juta jiwa.
Dengan sistem politik yang tetap sosialis Vietnam menjadi rumah yang nyaman bagi para kapitalis. Ekonomi mereka benar-benar meroket. Kini Vietnam dan AS menjadi teman akrab. Starbucks dan McD tersebar kedainya di berbagai kota di Vietnam.
Kini dunia menanti apakah Afghanistan akan berubah menjadi lebih damai dan terbuka. Tanda-tanda itu ada. Wajah Kabul memang terasa lebih konservatif, namun tak setertutup kurun 1996-2001. Para petinggi Taliban terlihat lebih pragmatis. Mereka telah melihat berapa terbukanya Qatar dan moderatnya Indonesia.
Kabul akan menjadi simbol. Bukan sekedar ibu kota. Bahkan jika Tiongkok, Rusia, Qatar dan banyak negara konsisten dengan komitmennya maka bukan tak mungkin Kabul akan menjadi kota yang maju. Afghanistan adalah salah satu simpul Jalan Sutra, gagasan yang tengah diwujudkan Pemerintahan Beijing menembus Eropa.
Dengan sistem politik emirat atau imarah Islam, Afghanistan akan diuji kemampuan dan kelenturannya dalam mengembangkan kerjasama dengan berbagai bangsa dan komunitas internasional. Diplomasi menjadi kunci dalam pergaulan dunia. Meski tarik-menarik kepentingan selalu terjadi ada celah dalam setiap negosiasi.
Meski berbagai ancaman krisis kemanusiaan membayang, Afghanistan tetap memiliki peluang untuk bangkit dan mengakhiri sejarahnya sebagai negara yang tak pernah putus dirundung perang. Dan dalam dunia yang serba terhubung dan terbuka, pilihan untuk mengisolasi diri semakin tak realistis.
Disamping pemberitaan berbagai media internasional, ada kanal kanal YouTube yang menyediakan tayangan pandangan mata. Kehidupan sehari-hari di Kabul dalam kekuasaan Taliban dapat disaksikan dari beberapa kanal media sosial. Foto dan video menjadi saksi bahwa kehidupan tetap berjalan meski penuh dinamika dan dibayangi ketidakpastian.
Tayangan di kanal Youtube Kabul Lover, Hamayoun Official, dan Afghanistan ID menjadi contoh bahwa Kabul sekarang berbeda dengan 20 tahun lalu. Dan Taliban pasti sangat memahaminya. Stasiun TV juga memiliki kanal di media sosial. Seluruh dunia dengan mudah mengaksesnya. Komunitas internasional tentu ingin tahu realitas kemerdekaan bagi perempuan di balik niqab atau burqa. Juga kebebasan dalam berekspresi termasuk dalam dunia seni, kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Kabul memang bukan Hanoi. Namun masa depan yang lebih baik menjadi hak semua kota dan negara dengan segenap penduduknya. Antrean di bank dan tenda-tenda pengungsian masih tampak di Kabul. Sementara di Hanoi riuh dengan antrean investor dan pelancong.