NasDem: Dana Parpol Bukan untuk Dikorupsi, Tapi Dikelola Secara Akuntabel dan Transparan

NasDem memiliki pandangan bahwa masih ada hal yang menjadi prioritas yang ditanggung APBN dan APBD.

NasDem: Dana Parpol Bukan untuk Dikorupsi,  Tapi Dikelola Secara Akuntabel dan Transparan
Joice Triatman dalam diskusi "Seluk Beluk Pengelolaan Keuangan Partai", Kamis (3/8) di Gedung KPK, Jakarta.

MONDAYREVIEW.COM –  Sejak kehadiran di panggung politik nasional, Partai NasDem secara tegas menolak bantuan dana partai oleh pemerintah. Hal tersebut dapat dilacak, ketika mulai ramai wacana kenaikan dana untuk parpol pada tahun 2015.

"Kita memang partai baru di 2014. Ini bukan artinya kami sombong untuk menolak dana atau bagaimananya.  Tetapi NasDem memiliki pandangan bahwa masih ada hal yang menjadi prioritas yang ditanggung APBN dan APBD," ungkap Wakil Bendahara DPP Partai NasDem Joice Triatman dalam diskusi "Seluk Beluk Pengelolaan Keuangan Partai", Kamis (3/8) di Gedung KPK, Jakarta.

Namun, seiring perkembangan yang terjadi, akhirnya kenaikan dana parpol ini menjadi kebijakan pemerintah. Maka Partai NasDem menerimanya sebagai partai pendukung Pemerintahan Jokowi-JK.

"Kita secara tegas mendukungnya tetapi bukan untuk dikorupsi tetapi dikelola secara akuntabel dan transparan," ujar mantan runner up miss Indonesia itu.

Joice menambahkan, yang terpenting terkait dana parpol ini bukan soal besaran nominal semata tetapi mental dari masing-masing parpol dalam penggunaan dana itu. "Sudahkah kita sebagai parpol siap secara mental untuk mengelola dana bantuan itu bagi kepentingan publik. Ini bukan bicara besar kecilnya nominal tapi lebih kepada tanggung jawab," ungkapnya.

Oleh karena itu Joice mengajak kepada perwakilan partai yang hadir untuk bersama mengelola bantuan dana ini secara baik dan transparan. "Marilah kita jadikan bantuan dana ini untuk menghasilkan kebijakan demi kepentingan rakyat dan menghasilkan kader terbaik bangsa," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama juru bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan bahwa kasus korupsi di negeri banyak menjerat para politisi. Febri mengungkapkan berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi per 31 Mei 2017, kasus korupsi yang menjerat pelaku yang berasal dari partai politik dan tengah ditangani berjumlah 231 kasus. Ini artinya 36% dari jumlah keseluruhan yakni 650 kasus.

Dalam konteks inilah KPK memiliki kepentingan dengan partai politik dalam hal pengelolaan keuangan. "Bagaimana pun kehadiran negara untuk memperhatikan keberadaan partai politik di negara ini, salah satunya dengan memberikan subsidi, menjadi sebuah keniscayaan," ujarnya yang hadir dalam diskusi tersebut.

Kegiatan diskusi yang diinisiasi oleh KPK ini dihadiri oleh perwakilan sepuluh partai politik dengan menghadirkan tiga pembicara antara lain,  Pahala Nainggolan (Deputi Pencegahan KPK), Yusuf (Kemendagri)  dan Syamsuddin Haris (LIPI).