Narasi Besar Jokowi tentang Islam Indonesia

Islam di Indonesia adalah ‘Islam Moderat’ yang bersinergi dengan nilai-nilai demokrasi.

Narasi Besar Jokowi tentang Islam Indonesia
Presiden Jokowi bersama sejumlah Ulama

ADA yang menarik dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika menanggapi perkembangan generasi muda dan industri lifestyle terkini di dunia beberapa hari lalu di Jakarta. Menurut Jokowi, generasi muda di seluruh dunia saat ini telah menuntut teknologi terkini, menuntut lifestyle.

Tentu saja, yang dimaksud Jokowi bukan lifestyle dalam artian budaya pop yang sedari dulu telah banyak dikritik para penganut posmo. Tapi Jokowi hendak menekankan, betapa industri kreatif dan teknologi terutama industri fashion saat ini telah memainkan peranan yang amat penting di dunia.

Meski upaya merangkul teknologi dan mengembangkan industri lifestyle ini, menurut Jokowi, berada dalam satu kerangka besar yang namanya modernisasi. Namun, Jokowi mengingatkan, bahwa modernisasi harus dilakukan tanpa melupakan nilai-nilai agama, nilai-nilai tradisi.

“Tidak boleh juga melupakan norma-norma kita. Jangan sampai kita lepas dari nilai-nilai keagamaan kita, jangan sampai kita lepas dari akar-akar kebudayaan, akar-akar tradisi yang kita punyai,” tegas Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada Muslim Fashion Festival (Mufest) Indonesia tahun 2018, di Plenary Hall, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, kamis (19/4) siang.

Dari sini, kita mulai bisa merasakan, bila narasi keislaman Jokowi sesungguhnya telah melampaui apa yang selama ini ditawarkan sejumlah kalangan untuk melengkapi narasi kebangsaan Jokowi di masa depan seandainya ia kembali dipercaya memimpin negeri ini. Entah itu Islam Moderat, Sudurisme, atau apa pun namanya.

Dan ini konsisten, terlihat dari pernyataan Jokowi sebelumnya, ketika memberikan Kuliah Umum di Universitas Islam Malang (Unisma). Ketika itu Jokowi memberikan apresiasi terhadap perkembangan perguruan tinggi dengan nilai-nilai agama Islam di Indonesia yang telah maju dan modern dengan membawa semangat toleransi dan keberagaman (Bhineka Tunggal Ika).

Jokowi mengatakan, bahwa Islam di Indonesia adalah ‘Islam Moderat’ yang bersinergi dengan nilai-nilai demokrasi, dimana saat ini Indonesia menjadi rujukan negara-negara di dunia dalam hal mengelola persatuan.

“Unisma juga harus menjadi perguruan tinggi yang bisa mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) yang dapat menjadi penggerak Bhineka Tunggal Ika kita,” tutur Jokowi saat memberi kuliah umum di Unisma bertempat di Hall dan Auditorium Unisma, Kamis (29/3/2018).

Tipologi Jokowi tentang Islam, modernisasi dan demokrasi ini sepertinya terbentuk dari pemahaman keislaman lokal dan pergaulan internasionalnya selama ini. Selain memadu hubungan harmonis dengan para ulama, Jokowi juga banyak berinteraksi dengan para tokoh dunia, yang sedikit banyak juga mempengaruhi cara pandangnya tentang kemajuan zaman.

Itulah kenapa kemudian dalam pernyataannya, Jokowi seringkali mengatakan, bila akar kebudayaan tidak boleh dilepaskan, karena ia merupakan pijakan awal. Sementara kita juga tidak boleh menutup mata atas perkembangan dunia. Apalagi perubahan besar telah menanti kita, revolusi industri 4.0 yang belum lama ini dicanangkan, segera mengubah segala aspek kehidupan kita di masa depan.

Hasan Hanafi dalam bukunya Humum al-Fikri wa al-Wathan al-Turats wa al-Ashru wa al-Hadatsah, menuturkan bahwa, meski tradisi dan budaya menjadi bagian identitas suatu bangsa, namun bukan berarti seluruh identitas umat berada dalam sangkar besi tradisi. Identitas juga terkait dengan kemodernan. Kata Hasan Hanafi, jika manusia hanya terpaku pada tradisi, niscaya ia akan menjadi manusia tertutup yang hanya memiliki identitas semu.

Agar tidak semu, kata Jokowi, kita harus terbuka atas semua hal. Yang tentu saja tanpa melupakan tradisi tadi. Lihatlah bagaimana ekonomi kreatif termasuk industri fashion berkembang sedemikian rupa. Prosfeknya begitu cerah. Karena itu tak salah bila dikatakan, kita saat ini sudah masuk ke era lifestyle.

“Kenapa? Karena saat ini ratusan juta orang di Asia, di Amerika Selatan, di Timur Tengah, termasuk tentunya Asia Tenggara, di Indonesia sendiri sedang dalam proses naik kelas, bergabung pada yang namanya kelas menengah, middle-class, yang penuh dengan gaya hidup, yang penuh dengan lifestyle,” papar Jokowi.

Akhirnya, semua tergantung pada bagaimana kita memperlakukan tradisi, lalu menangkap semangat pembaharuan yang ada. Dalam konteks ekonomi, terutama industri fashion, peran ekonomi kreatiflah menangkap dan menerjemahkan peluang tersebut.

Dalam kesempatan berkeliling dunia, Presiden Jokowi acap kali bertemu dengan banyak orang. Sebagian besar dari mereka, menyampaikan kepada dirinya bahwa disain busana muslim Indonesia sangat luar biasa dan sangat digandrungi. Apakah itu akan kita anggap sebagai sesuatu yang tabu?