Ekonomi Syariah dan Upaya Menggerakkan Muamalah Saat Pandemi
Jika ada modal ajaklah kerabat dan tetanggamu untuk berusaha! Pesan itulah yang layak digaungkan dalam menggerakkan ekonomi saat ini. Apalagi jika ada kerabat dan orang-orang di sekitar kita yang kehilangan penghasilan dan pekerjaan. Menggerakkan kembali ekonomi saat pandemi bukanlah perkara mudah. Daya beli masyarakat yang turun drastis menekan volume transaksi di berbagai lini. Para pedagang mengeluh sepi bahkan banyak yang terpaksa menutup lapaknya. Pada gilirannya para penyedia angkutan, para agen dan distributor bahkan para produsen pun terdampak lesunya ekonomi.

MONDAYREVIEW.COM – Jika ada modal ajaklah kerabat dan tetanggamu untuk berusaha! Pesan itulah yang layak digaungkan dalam menggerakkan ekonomi saat ini. Apalagi jika ada kerabat dan orang-orang di sekitar kita yang kehilangan penghasilan dan pekerjaan.
Menggerakkan kembali ekonomi saat pandemi bukanlah perkara mudah. Daya beli masyarakat yang turun drastis menekan volume transaksi di berbagai lini. Para pedagang mengeluh sepi bahkan banyak yang terpaksa menutup lapaknya. Pada gilirannya para penyedia angkutan, para agen dan distributor bahkan para produsen pun terdampak lesunya ekonomi.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim tak salah bila kita melirik ekonomi Islam dan muamalah untuk menggerakkan kembali ekonomi. Dari upaya membeli produk teman atau tetangga, menyediakan modal atau berinvestasi bagi sektor produktif, hingga membangun komunitas pemberdayaan ekonomi atau inisiatif ekonomi kolektif lainnya.
Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menjunjung tinggi kepentingan bersama. Tidak hanya mengejar keuntungan semata. Konsumen dan produsen sama-sama diuntungkan. Pedagang dan pembeli terjaga kepentingannya dalam transaksi yang adil.
Secara sederhana dalam prinsip Muamalah Maliyah ummat Islam didorong untuk menggerakkan dan memberdayakan potensi ekonomi yang ada di sekitarnya. Menjauhi riba, tidak menimbun barang, dan menjadi investor aktif dalam bisnis.
Literasi Keuangan Syariah
Peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah belum optimal sehingga perlu didorong inklusi keuangan syariah. Menurut Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) ketiga tahun 2019 yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen. Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7 persen dan indeks inklusi keuangan 67,8 persen.
Dalam tiga tahun terakhir terdapat peningkatan pemahaman keuangan (literasi) masyarakat sebesar 8,33 persen, serta peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) sebesar 8,39 persen. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah gap antara indeks inklusi dan literasi keuangan mencapai 38,16 persen.
Artinya, kata dia, hampir 40 persen pengguna produk industri jasa keuangan tidak paham atau belum memiliki pemahaman yang baik terhadap produk atau layanan yang digunakan. Selain itu, indeks inklusi keuangan syariah sebesar 9,10 persen dengan indeks literasi keuangan syariah sebesar 8,93 persen.
Berdasarkan riset dari State of the Global Islamic Economy Report tahun 2019, industri halal masih menyimpan potensi besar yaitu sebesar 2,2 triliun dolar AS.
Potensi industri halal ini terdiri dari halal food, fesyen, media, tourism, pharmacy, cosmetics, dan umrah. Industri ini akan tumbuh pesat jikalau dukungan pemerintah, regulator serta stakeholder untuk mengembangkan industri keuangan syariah baik melalui literasi dan inklusi keuangan di dalamnya.
Pengguna produk/layanan keuangan syariah bukan hanya penduduk beragama muslim, akan tetapi dapat menjangkau dan bermanfaat bagi semua kalangan. Saat ini London (Inggris) menjadi adalah satu pusat keuangan syariah dunia, kita berharap kelak Indonesia menjadi pusat keuangan syariah.
Prinsip Muamalah
Perbankan Syariah diharapkan mampu menggerakkan muamalah. Walaupun sebagian kalangan muslim di Indonesia masih menggunakan self-financing dalam menggerakkan bisnisnya. Muamalah secara bahasa berarti saling melakukan atau saling menukar. Artinya perbuatan muamalah adalah perbuatan yang melibatkan lebih dari satu orang yang berakibat timbulnya hak dan kewajiban.
Secara umum ulama fikih mengartikan muamalah sebagai hukum “syariah atau perundang-undangan” yang berkaitan dengan keduniaan, lebih sempit lagi adalah transaksi bisnis. Ketentuan bermuamalah harus patuh kepada ketentuan hukum Islam dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keduanya tidak dapat dicerai pisahkan.
Bisnis dalam hal ini mencakup jasa, persekutuan bisnis dan barang. Sedangkan uang bukan objek transaksi, karena uang hanya sebagai alat tukar yang diantara fungsinya adalah sebagai alat ukur dari nilai barang atau jasa. Jual beli uang apalagi “penggandaan”nya tidak boleh dilakukan.
Fikih muamalah Maliyah dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupanya berhubungan dengan pengelolaan harta, perputaran uang, mencari rizki, seperti jual beli, perdagangan dll.
Urgensinya agar dapat melakukan praktik muamalah sesuai ketentuan syariat, apalagi dalam dunia transaksional pada zaman sekarang yang dinamis, disitulah pentingnya memahami muamalah maliyah.
Dalam bermuamalah prinsip-prinsip etika bisnis sangat dijunjung tinggi. Menurut laman muhammadiyah.or.id contoh-contoh kezaliman yang seringkali terjadi dalam bidang mu’amalah antara lain; melakukan penipuan, penimbunan barang sehingga menyebabkan kelangkaan barang dan melonjaknya harga barang di pasaran (ihtikar), pemaksaan, pencurian, perampokan dan lain sebagainya.
Termasuk di antaranya salah satu bentuk bisnis yang banyak digandrungi oleh sebagian orang, yaitu Multi Level Marketing (MLM), sekalipun tidak semua bentuk MLM memiliki unsur maisir, kezaliman dan gharar (penipuan atau manipulasi). Namun pada umumnya MLM sarat dengan money game, dan tidak murni sebagai praktek jual beli yang syar’i.
Bantuan Langsung Tunai dan Gaji ke-13 bagi PNS dan pensiunan tentu akan lebih bermakna dalam menggerakkan ekonomi saat ini jika ada kesadaran untuk berbelanja. Tak hanya konsumsi namun juga belanja barang-barang yang dapat diolah dan diberi nilai tambah untuk kemudian diperdagangkan lagi. Kita berharap ekonomi kita akan kembali bersemi bersama nilai-nilai yang menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan bersama.