Realitas Politik dalam Pencalonan Gibran

Tak ada yang tak mungkin dalam politik. Itulah adagiumnya hingga politik seringkali disebut sebagai the art of possibility atau seni kemungkinan. Gibran Rakabuming Raka yang semula tak berniat menduduki jabatan politik akhirnya muncul dalam kontestasi Pilkada untuk memilih walikota Solo. Pengusaha muda ini tentu menjadi perhatian karena ia anak sulung orang nomor satu  di negeri ini.

Realitas Politik dalam Pencalonan Gibran
Poster Diskusi Kopi Pahit/ ist

MONDAYREVIEW.COM - Tak ada yang tak mungkin dalam politik. Itulah adagiumnya hingga politik seringkali disebut sebagai the art of possibility atau seni kemungkinan. Gibran Rakabuming Raka yang semula tak berniat menduduki jabatan politik akhirnya muncul dalam kontestasi Pilkada untuk memilih walikota Solo. Pengusaha muda ini tentu menjadi perhatian karena ia anak sulung orang nomor satu  di negeri ini.  

Gibran menyisihkan Achmad Purnomo yang semula digadang-gadang maju menjadi pengganti FX Rudiatmo sebagai Walikota Solo. Purnomo adalah politisi kawakan Partai Banteng. Ia kini menjabat wakil wali kota. Usianya sudah menginjak 71 tahun. Doktor di bidang farmasi ini telah lama bergiat di berbagai aktivitas. Purnomo pun legowo dan akan menjadi tim pemenangan Gibran yang masih berusia 33 tahun. Tongkat estafeta telah diberikan kepada calon pemimpin muda.

Solo agaknya merindukan anak muda untuk tampil memimpin. Dan PDI Perjuangan harus mengakomodasi aspirasi konstituennya untuk mengusung Gibran di Pilkada 2020 ini. Ini membuktikan bahwa politisi dan partai politik bertindak berdasarkan realitas politik yang seringkali sangat dinamis.

Tak dapat dipungkiri bahwa penentuan kandidat yang diusung dalam pilkada berdasarkan pertimbangan survei elektabilitas. Jika hasil surveinya memungkinkan untuk memenangkan kontestasi maka parpol akan merekomendasikannya. Tentu ada  azas dan aturan tertentu yang dimiliki masing-masing parpol yang menjadi syarat dalam kandidasi.

Hal itu diungkapkan politisi senior PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira dalam Dalam Diskusi Daring Kopi Pahit : Pencalonan Gibran Regenerasi atau Kompetensi? pada Rabu (22/7/2020).  Diskusi itu juga menghadirkan pakar politik King Sulaiman dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Verdy Firmantoro dari Indopol Strategy.  

Konsolidasi demokrasi membutuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga politik dan aktor-aktor politik. Sehingga mekanisme dalam rekrutmen politik dituntut semakin terbuka dan mampu menghadirkan pemimpin politik yang baik. Tentu tak dapat dipungkiri faktor biaya politik yang masih tergolong tinggi dalam Pilkada meniscayakan hadirnya kemampuan finansial para kandidat.

Parpol dan lembaga-lembaga politik di Indonesia memiliki tantangan besar pasca reformasi apakah transisi politik sudah tuntas dan konsolidasi demokrasi sudah tercapai? Kata kuncinya ada pada public trust atau kepercayaan publik. Lembaga terpercaya akan melahirkan pemimpin terpercaya. 

Salah satu tugas parpol sebagai lembaga politik adalah melakukan Rekrutmen Politik. Miriam Budiardjo (2004) mendefinisikan rekruitmen politik sebagai seleksi kepemimpinan (seletion or leadership), mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Terkait dengan rekrutmen politik diperlukan kesadaran dan upaya untuk mendorong meritokrasi. Dimana calon pemimpin didukung karena kecakapan dan integritasnya.

Rekruitmen politik merupakan fungsi dari partai, yakni rangkaian perluasan lingkup partisipasi politik. Di antara caranya adalah melalui kontak pribadi atau persuasi. Partisipasi yang luas akan menghindarkan sistem politik terjebak dalam oligarki dimana kekuasaan beredar dalam mata rantai tunggal atau lingkaran kelompk elite tertentu saja.

Pengamat politik King Sulaiman menilai bahwa secara hukum tidak ada larangan politik dinasti. Wacana politik dinasti hanya beredar pada ranah etik yang berujung pada ilusi. Dan jika dibahas secara etik maka persoalan politik dinasti tidak akan pernah selesai. Jika ingin ada perubahan dan pembatasan tentu harus menempuh jalur legal formasl dengan menginisiasi perubahan ketentuan perundang-undangan terkait hal tersebut.  

Basis elektoral Gibran sangat kuat. Ia mewarisi popularitas dan nama baik Joko Widodo dalam memimpin Kota Solo. Hal itu menurut Verdy Firmantoro adalah Capital Symbolic yang menjadi modal sosial sangat menentukan bagi majunya Gibran dalam kontestasi Pilkada Solo. Pertimbangan momentum yang tepat saat ini bagi Gibran untuk meraih kepercayaan publik dalam Pilkada kali ini memang tidak akan datang dua kali. Meski Gibran pasti harus membuktikan bahwa kompetensi dan kapasitasnya memang pantas untuk maju dalam Pilkada 2020.