Muhammadiyah Adalah Mitra Strategis Pemerintah, Bukan Oposisi

Salah satu spekulasi yang menguat adalah bahwa Muhammadiyah telah menguatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.

Muhammadiyah Adalah Mitra Strategis Pemerintah, Bukan Oposisi
Sumber gambar: www.goriau.com

MONDAYREVIEW.COM – Penolakan posisi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah Abdul Mu’ti mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Dalam unggahan medsosnya, Abdul Mu’ti menyatakan bahwa dirinya menolak setelah mengukur kemampuan dirinya dalam menjalankan amanah tersebut. Penolakan Abdul Mu’ti membuat kursi Wamendikbud tetap kosong hingga hari ini.

Banyak spekulasi beredar terkait penolakan Abdul Mu’ti yang berarti juga penolakan Muhammadiyah terhadap tawaran dari Presiden Jokowi. Salah satu spekulasi yang menguat adalah bahwa Muhammadiyah telah menguatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah. Hal ini dikarenakan penolakan Sekum PP. Muhammadiyah terhadap tugas yang diberikan oleh pemerintah. Spekulasi tersebut dibantah oleh Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Najih Prastiyo.

Dalam keterangan tertulisnya Najih menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak mengenal kata oposisi pemerintah. Muhammadiyah adalah mitra pemerintah dalam pembangunan bangsa. Kiprah Muhammadiyah adalah membantu kerja-kerja pemerintah untuk mendirikan lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi tugas pemerintah. Misalnya pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu menurut Najih terlalu dangkal jika dianggap Muhammadiyah adalah oposisi pemerintah karena satu peristiwa saja.

Najih menguatkan argumennya dari sisi historis bahwa Muhammadiyah sejak zaman penjajahan senantiasa menggunakan politik kooperatif dan menghindari politik konfrontatif. Hal ini karena Muhammadiyah melihat kepentingan jangka panjang untuk melepaskan umat Islam dari kemiskinan dan kebodohan.

Muhammadiyah memang tidak mengenal sikap oposisi karena Muhammadiyah bukan organisasi politik. Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan atau civil society. Oposisi merupakan sikap partai politik yang merupakan control bagi kekuasaan. Sementara Muhammadiyah sebagai ormas adalah mitra pemerintah. Sebagai mitra strategis pemerintah, Muhammadiyah dan pemerintah harus berkolaborasi membangun bangsa ini.

Namun Muhammadiyah pun bukan koalisi pemerintah yang pasti selalu membenarkan suara pemerintah. Muhammadiyah adalah organisasi yang juga memiliki sikap kritis atas dasar kemanusiaan, bukan kepentingan politik. Sehingga walaupun Muhammadiyah menjadi mitra pemerintah, namun sesekali Muhammadiyah mengingatkan pemerintah saat sudah keluar dari jalurnya. Misalnya persoalan omnibus law dan Pilkada Serentak Muhammadiyah menyampaikan pernyataan kritis terkait dua hal tersebut.

Mengatakan Muhammadiyah oposisi sama saja dengan menganggap Muhammadiyah adalah partai politik. Karena dalam sistem demokrasi, menjadi oposisi adalah tugas parpol, bukan tugas ormas. Muhammadiyah akan tetap dalam khittahnya sebagai ormas yang menjadi mitra strategis dan mitra kritis pemerintah. Walaupun banyak yang mencoba menarik-narik Muhammadiyah ke dalam pusaran politik, namun untungnya Muhammadiyah sudah mempunyai sistem dan aturan yang mapan yang membuatnya akan tetap menjadi civil society.

Walaupun Muhammadiyah tidak bisa ditarik ke politik, bukan berarti kader-kadernya anti politik. Kader-kader Muhammadiyah diperbolehkan untuk berpolitik dengan tetap membawa nilai-nilai KeIslaman dan Kemuhammadiyahan ke dalam politik. Kader Muhammadiyah dipersilahkan untuk bergabung dalam membantu kekuasaan atau menjadi oposisi dalam politik.