Anggaran Infrastruktur APBN 2021 Meningkat

APBN 2021 diharapkan mampu mengatasi merosotnya ekonomi negara. Pemerintah memilih untuk tetap berlari kencang menggenjot infrastruktur. Anggaran infrastruktur yang naik dari Rp281,1 triliun menjadi Rp414 triliun diyakini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, mengatasi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan

 Anggaran Infrastruktur APBN 2021 Meningkat
pekerja di sektor produksi untuk ekspor/ Antara

MONDAYREVIEW.COM – APBN 2021 diharapkan mampu mengatasi merosotnya ekonomi negara. Pemerintah memilih untuk tetap berlari kencang menggenjot infrastruktur. Anggaran infrastruktur yang naik dari Rp281,1 triliun menjadi Rp414 triliun diyakini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, mengatasi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.

Begitu juga anggaran keamanan dan ketertiban meningkat menjadi Rp165,8 triliun meski belum ada ramalan ancaman perang besar misalnya di kawasan Laut China Selatan. Hal itulah yang menjadi sorotan para ekonom.

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri menilai desain dalam Rancangan APBN 2021 belum optimal mendorong daya beli masyarakat karena anggaran untuk mendongkrak konsumsi justru menurun.

Menurutnya desain APBN 2021 tidak kokoh, tidak ada desain yang blueprintnya jelas dan fokus yaitu mengatasi COVID-19 dan ikutannya berupa ancaman resesi. Pemerintah seharusnya fokus dalam anggaran kesehatan dan perlindungan sosial karena dampak pandemi COVID-19 diperkirakan masih akan terasa tahun 2021.

Sementara anggaran kesehatan yang dialokasikan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 justru menurun dari Rp87,55 triliun tahun 2020 menjadi Rp25 triliun. Padahal seharusnya anggaran kesehatan itu ditingkatkan karena pemerintah berencana melakukan vaksinasi massal gratis yang dilakukan selama enam bulan sehingga membutuhkan dana besar.

Begitu juga anggaran perlindungan sosial, dukungan UMKM dan anggaran dalam PEN secara keseluruhan yang menurun, lanjut dia, dinilai kurang optimal mendorong daya beli masyarakat.

Seperti diketahui anggaran keseluruhan PEN dalam RAPBN 2021 turun dari Rp695,2 triliun menjadi Rp356 triliun, di antaranya untuk perlindungan sosial turun menjadi Rp110,2 triliun dari tahun 2020 sebesar Rp203,9 triliun.

Anggaran untuk UMKM

Pemerintah memiliki alasannya sendiri. Sektor produktif yang didorong. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berorientasi ekspor agar dapat berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi yang tertekan akibat pandemi COVID-19.

UMKM berorientasi ekspor memiliki multiplayer effect mulai dari menciptakan lapangan pekerjaan hingga meningkatkan angka Produk Domestik Bruto (PDB).

UMKM termasuk yang berorientasi ekspor terkena tekanan sangat berat oleh keberadaan pandemi COVID-19 karena perdagangan global mengalami pelemahan. Kalau kita lihat angkanya terjadi penurunan yang cukup signifikan. Ekspor kita di semester I itu hanya mencapai 76,41 miliar dolar AS.

Pemerintah meluncurkan berbagai program dalam rangka mendukung pelaku UMKM agar tetap dapat mempertahankan usahanya di tengah krisis pandemi.

Program-program dukungan untuk UMKM yang masuk dalam PEN meliputi penempatan dana pemerintah di bank, pembiayaan investasi LPDB, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP), dan subsidi bunga.

Tak hanya itu, pemerintah juga memiliki program lain yakni menugaskan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk meningkatkan ekspor dari UMKM melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 372/KMK.08/2020.

Tujuan dari dikeluarkannya KMK tersebut adalah agar UMKM berorientasi ekspor bisa mendapat kredit modal kerja dan investasi agar mampu meningkatkan daya saing dalam perdagangan tingkat nasional maupun internasional. Ini fasilitas pembiayaan UMKM yang memiliki potensi ekspor namun terkendala akses perbankan.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyampaikan bahwa realisasi stimulus untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) hingga Agustus 2020 mencapai 36,6 persen atau sebesar Rp52,09 triliun dari pagu yang digelontorkan sebesar Rp123,47 triliun.

Bulan Juli hanya terserap Rp1 triliun. Tapi, Agustus ini realisasi bertambah hampir Rp21 triliun. Dari pagu Rp123,47 triliun, terdapat lima program yang diusung untuk mendukung pemulihan UMKM di masa pandemi COVID-19.

Pertama yaitu program subsidi bunga untuk UMKM dikucurkan anggaran sebesar Rp35,28 triliun, di mana hingga Agustus 2020 anggaran yang mampu direalisasikan mencapai Rp2,55 triliun.

Kemudian, insentif pajak berupa PPh final UMKM ditanggung pemerintah, di mana pelaku UMKM mendapat fasilitas pajak penghasilan final 0,5 persen yang ditanggung pemerintah dengan anggaran Rp2,40 trliun, telah terealisasi Rp302 miliar hingga Agustus.

Selanjutnya yakni anggaran Rp6 triliun untuk penjaminan kredit modal kerja baru untuk UMKM melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo terserap Rp51,84 miliar pada periode yang sama.

Keempat yakni penempatan dana untuk restrukturisasi dengan anggaran Rp78,8 triliun, penyerapannya mencapai Rp41,2 triliun.

Terakhir adalah pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, yang realisasinya mencapai 100 persen dari anggaran Rp1 triliun. (MTA)